Oleh: Zuhairi Misrawi
Jurnalis Independen: Dari pantauan terbaru PoliticaWave, lembaga pemantau percakapan di media sosial, pasangan calon Joko Widodo dan Jusuf Kalla paling banyak diserang kampanye hitam. Salah satunya terkait pandangan bahwa bila Jokowi menjadi Presiden Indonesia, maka umat Islam Indonesia akan tersingkir.
Koordinator Media Center Jokowi-JK, Zuhairi Misrawi menyatakan, pandangan itu fitnah berbau suku, agama, ras, antargolongan (SARA). Hal ini, tambah Zuhairi, bertolak belakang dengan fakta sebenarnya. Menurutnya, Jokowi itu lahir dan tumbuh dalam tradisi Islam Indonesia sehingga takkan mungkin Jokowi akan menyingkirkan umat Islam jika ia berkuasa.
“Pak Jokowi itu terbiasa dengan ziarah kubur, barzanji, maulidan, dan lafal-lafal salawat Nabi yang khas Ahlu Sunah Wal Jamaah (ASWAJA),” kata Zuhairi.
Selama Jokowi menjadi Walikota Solo, tambahnya, hampir semua masjid di Solo ia datangi. Jokowi pun salat di sana. Begitu juga saat ia menjabat Gubernur Jakarta.
“Di beberapa masjid di wilayah Tanjung Priok, Pak Jokowi menyempatkan salat Subuh berjamaah dengan warga. Kegiatan itu lalu ia lanjutkan dengan blusukan ke kampung-kampung di sana,” ujarnya.
Kampanye hitam ini bukan kali pertama menimpa Jokowi. Saat Pemilukada DKI Jakarta, khususnya putaran kedua, isu serupa sudah merebak dan meresahkan warga Jakarta. Mantan Koordinator Kajian dan Penelitian Lakspedam NU itu menyayangkan jika masyarakat mempercayai fitnah itu tanpa sikap kritis.
Ketua PP Baitul Muslimin Indonesia, sayap organisasi PDIP yang menghimpun kalangan intelektual dari NU, Muhammadiyah, dan Persis, itu mensinyalir upaya kampanye fitnah itu sengaja dilakukan kelompok-kelompok yang punya kepentingan dalam Pilpres 2014 ini.
Salah satu yang gencar melakukan propaganda dan kampanye hitam terhadap Jokowi adalah Tabloid Obor Rakyat yang dipimpin Darmawan Sepriyossa. Dalam tabloid itu Jokowi digambarkan sebagai orang yang dikendalikan pihak asing untuk menyingkirkan umat Islam Indonesia. Selain bermasalah dari sisi konten, tabloid ini juga dikerjakan di bawah tanah, alias tanpa alamat redaksi yang jelas.
Berikut wawancara lengkap Irwan Amrizal dari Indonesia-2014.com dengan Direktur Moderate Muslim Society itu Sabtu (14/6) lalu di Media Center Jokowi-JK.
INA.2014: Beberapa kalangan menganggap, jika Jokowi menang dan menjadi presiden, mantan Walikota Solo ini akan menyingkirkan umat Islam. Komentar Anda?
ZM: Itu bagian dari kampanye hitam atau kampanye fitnah yang sengaja dihembuskan pihak lawan. Karena hanya dengan menyebarkan isu SARA itu pilihan rakyat kepada Pak Jokowi goyah.
Sebelumnya, isu itu pernah dihembuskan saat Pemilukada DKI Jakarta, khususnya pada putaran kedua. Yaitu dengan mengatakan bahwa FX Hadi Rudyatmo, wakil Pak Jokowi di Solo, adalah seorang Katolik. Begitu juga calon wakil Pak Jokowi di Jakarta yang beragama Kristen, yaitu Pak Ahok. Jadi, hal ini sudah ada preseden sebelumnya. Kampanye hitam ini jelas punya dampak pada masyarakat. Bagi masyarakat soal itu adalah sesuatu yang sensitif.
INA.2014: Menurut Anda ketakutan itu sesuatu yang sengaja dihembuskan untuk kepentingan politis jelang Pilpres atau ada tujuan lain?
ZM: Hal ini memang juga terkait dengan ideologi keislaman tertentu. Kalau kita amati partai-partai Islam pendukung Prabowo, seperti PPP dan PKS memang mereka punya agenda islamisasi negara dengan mengembalikan Piagam Jakarta dalam konstitusi kita. Belakangan Prabowo didukung FPI dan kelompok-kelompok Islam radikal lainnya. Bagi kelompok itu, Islam bukan dilihat sebagai hal yang substantif, melainkan sebagai sesuatu yang formalistik.
INA.2014: Apa yang Anda maksud Islam substantif dan Islam yang formalistik?
ZM: Islam substantif adalah Islam yang berkeadilan, kedamain, kesejahteraan, dan lain sebagainya. Jadi, yang ditekankan adalah nilai-nilai yang universal. Sedangkan Islam formalistik, Islam yang lebih mementingkan formalitas dan simbol keagamaan ketimbang substansinya, seperti Perda Syariah, gerakan jilbabisasi, dan lain sebagainya.
INA.2014: Kelompok Islam Formalistik ini yang paling aktif melakukan penetrasi ke tengah masyarakat?
ZM: Dalam konteks Pilpres kali ini kelompok itu terintegrasi. Apalagi Manifesto Partai Gerindra secara jelas mengusung cita-cita pemurnian agama. Poin yang dicita-citakan kelompok Islam ideologis yang formalistik itu.
Belakangan memang Wakil Ketua Dewan Pembina Gerindra Hashim Djojohadikusumo, yang juga adik Prabowo, menganulir poin pemurnian agama dalam manifesto itu. Masalahnya, yang mengendalikan Gerindra adalah Prabowo, bukan Hashim. Jadi, selama Prabowo belum menganulir poin pemurnian agama, maka koalisi ini adalah koalisi Islamis.
INA.2014: Tapi bukankah Prabowo itu sebetulnya cenderung sekuler. Apa kepentingan Prabowo menggandeng kelompok Islam ideologis itu?
ZM: Itu terkait dengan elektabilitas. Harus diakui, dalam beberapa hasil survei, Prabowo-Hatta kalah dari Jokowi-JK. Karena itu kelompok-kelompok Islam yang cenderung ideologis sengaja digandeng untuk mengambil suara mereka. Yang cukup disayangkan, kalangan NU dan Muhammadiyah yang sebetulnya kelompok muslim moderat yang pancasilais banyak tergoda dengan isu-isu tersebut.
INA.2014: Di media sosial tersebar gambar yang isinya PDIP menolak sejumlah RUU yang dinilai pro terhadap umat Islam, seperti UU Pornografi, Ekonomi Syariah, Perbankan Syariah, dan lainnya. Isu ini sepertinya tak hanya berdampak pada PDIP, tapi juga Jokowi...
ZM: Kami tidak menolak perundangan-undangan itu. Kami hanya minta agar menunda pembahasannya untuk lebih memastikan bahwa itu tidak bertentangan dengan Pancasila dan konstitusi kita. Jadi, ini bukan soal pro umat Islam atau tidak. Tapi soal memastikan bahwa Pancasila sebagai titik-temu di antara berbagai suku dan agama di Indonesia mesti terus terjaga. Termasuk untuk memastikan bagaimana kita bernegara, yaitu melindungi segenap warga negara, menjaga kesetaraan umum, dan mencerdaskan kehidupan berbangsa.
Kami menganggap ketika mengamalkan Pancasila, kita sudah mengamalkan nilai-nilai Islam. Seperti yang pernah ulama Indonesia pada masa awal-awal kemerdekaan sampaikan bahwa Pancasila itu islami. Karena nilai-nilai Pancasila sejalan dengan prinsip-prinsip Islam. Lebih dari itu, bagi PDIP dan Pak Jokowi, Islam itu kumpulan nilai-nilai yang bisa menjadi inspirasi bagi kebersamaan republik kita ini yang pada faktanya Bhinneka Tunggal Ika.
INA.2014: Jadi, bila ada pandangan yang mengatakan umat Islam akan tersingkir jika Jokowi menang itu pandangan yang tidak benar?
ZM: Sekali lagi, itu hanya kampanye hitam. Faktanya kami berkoalisi dengan PKB. Partai yang konstituennya dari kalangan NU, muslim terbesar di Indonesia. Faktanya, PDIP punya lembaga bernama Baitul Muslimin Indonesia, lembaga yang di dalamnya terdiri dari kalangan NU, Muhammadiyah, Persis, dan lain sebagainya.
Jadi, saya ingin memastikan bahwa PDIP dan Pak Jokowi tidak bertentangan dengan umat Islam. Kami sedang mencoba mengembalikan pola tafsir Islam yang lebih kompatibel dengan demokrasi, dengan kebhinekaan, dan nilai-nilai kemanusian.
INA.2014: Dalam beberapa kesempatan Jokowi mengenakan kopiah dan mengawali pidatonya dengan pembukaan bahasa Arab. Itu untuk menunjukkan keislamannya sekaligus melawan kampanye hitam terhadap dirinya?
ZM: Pak Jokowi itu lahir dan tumbuh dalam tradisi Islam Indonesia seperti itu. Dia terbiasa dengan ziarah kubur,barzanji, maulidan, dan lafal-lafal salawat Nabi yang khas Ahlu Sunah Wal Jamaah. Selama ini memang tradisi itu tidak dia tampakkan secara eksplisit di tengah masyarakat. Belakangan Pak Jokowi menampilkan wajah Islam Indonesia itu agar masyarakat yakin bahwa Pak Jokowi adalah bagian dari khazanah Islam Indonesia.
INA.2014: Hal-hal yang Anda sampaikan tadi terkait Jokowi luput dari pengamatan awak redaksi Tabloid Obor Rakyat yang dipimpin Darmawan Sepriyossa?
ZM: Saya kenal baik dengan Darmawan. Kita bersangka baik saja mungkin Darmawan tidak mengetahui dengan baik pikiran, ide, dan program-program yang dicanangkan Pak Jokowi. Saya berharap sebagai jurnalis, Darmawan itu menulis fakta, bukan fitnah.
Saya beri beberapa contoh. Selama Pak Jokowi menjadi Walikota Solo, hampir semua masjid di Solo sudah dia datangi. Dan dia salat di sana. Ini fakta. Tapi kenapa fakta ini tidak diangkat Darmawan.
Waktu Pak Jokowi menjabat sebagai Gubernur Jakarta juga begitu. Di beberapa masjid di wilayah Tanjung Priok, Pak Jokowi menyempatkan salat Subuh berjamaah dengan warga. Kegiatan itu lalu ia lanjutkan dengan blusukan ke kampung-kampung di sana.
INA.2014: Menurut Anda, Tabloid Obor Rakyat itu diterbitkan khusus untuk menyudutkan Jokowi? Siapa yang berada di belakang mereka?
ZM: Saya tidak mau berspekulasi apakah dia punya tujuan tertentu atau dimanfaatkan pihak lain. Biarkan itu menjadi bahan polemik di tengah publik. Tapi sebagai media, mereka harus menulis sesuatu bukan berdasarkan imajinasi atau suatu fitnah, melainkan berdasarkan fakta.
INA.2014: Tadi Anda katakan kenal dekat dengan Darmawan Sepriyossa. Apa reaksi Anda saat mendengar berita bahwa di belakang Obor Rakyat adalah Darmawan?
ZM: Tentu saja saya tidak menyangka. Karena Darmawan pernah menjadi host untuk salah satu program keislaman di Alif TV, televisi berbayar milik grup Republika. Saya sering diundang sebagai narasumber dalam program itu. Sebulan bisa dua sampai tiga kali.
Selama perkenalan itu, dia terlihat sebagai orang baik. Makanya ketika tahu dia salah satu orang di belakangan Obor Rakyat, saya sangat kecewa. Yang dikenang dari seorang manusia apa yang pernah ia buat selama hidupnya.
INA.2014: Apa yang PDIP tuntut dari Darmawan atau Obor Rakyat itu?
ZM: Tadi pagi, saya lihat di Metro TV ia mengaku salah. Ia mengatakan bahwa semua hal tentang Pak Jokowi, seperti bahwa ia keturunan Cina dan huruf ‘H’ di depan namanya adalah Herbertus itu salah.
Nah, sebagai pertangungjawabannya di hadapan publik, Darmawan tidak cukup mengatakan bahwa dirinya salah. Tapi lebih dari itu, Darmawan harus menulis bahwa Pak Jokowi tidak seperti yang dia tuliskan di Obor Rakyat.
Menulisnya di mana? Harus ada edisi khusus di Obor Rakyat yang menjelaskan bahwa apa yang ia sudah tulis di edisi sebelumnya itu salah. Selanjutnya, dalam edisi terbarunya harus ditulis tentang Pak Jokowi apa adanya dan berangkat dari fakta, bukan fitnah. Selanjutnya, edisi itu disebar ke beberapa pesantren di Jawa yang pernah dikirimi Obor Rakyat itu.
INA.2014: Mungkinkah Darmawan memenuhi tuntutan itu?
ZM: Jika itu tidak dia lakukan, jelas sekali di belakang Obor Rakyat ada kepentingan politik. []
Tidak ada komentar:
Posting Komentar