Bentuknya memang tak
biasa. Alih-alih kerucut, bentuk puncaknya mirip bangunan piramida seperti yang
ada di Mesir. Gunung Sadahurip atau Gunung Putri kini menjadi buah bibir.
Pasalnya, diawali dengan Tim Bencana Katastropik Purba.
Tim ini dibentuk
Kantor Staf Khusus Presiden Bidang Bantuan Sosial dan Bencana. Dan Tim inilah
yang menemukan anomali. Diduga ada bangunan piramida buatan manusia di
dalamnya. Sebutan “gunung piramida” atau “Piramida Garut” pun sontak populer.
Piramida Garut ini diperkirakan
lebih besar dan jauh lebih tua dibanding Piramida Giza di Mesir. Sekitar 10.000
tahun sebelum Masehi. Dibutuhkan proses eskavasi untuk membuktikan
kebenarannya.
Salah seorang anggota
tim yang pernah terlibat pada akhir Desember 2011 lalu, Iwan Sumule mengatakan,
semua proses ilmiah dan berbagai metode yang dimungkinkan dan disyaratkan telah
dilakukan di sana. Termasuk georadar dan geolistrik, juga pengujian dengan
carbon dating. Hasilnya, “ini bukan alami, melainkan man made,” kata Iwan saat itu.
Ia mengaku, juga
menggunakan metode Interferometric Syntetic Aperture Radar (IFSAR). “Dihasilkan
gambar yang benar-benar telanjang. Bisa dilihat, (dari gambar) yang berwarna
kuning adalah batu. Sementara warna biru adalah air,” jelas Iwan.
Jika disinar, batu
akan memantulkan cahaya. Itulah yang ditangkap IFSAR. Proses ini dilakukan
dengan cara menggali lokasi hingga beberapa meter dan
mengambil sample batuannya.
Yang menarik, dari
hasil IFSAR bisa dilihat, tak hanya sekedar bentuk piramid. Di sekelilingnya
juga nampak batuan, lebih pendek.
“Bisa jadi itu
piramida yang lebih kecil, atau spinx seperti yang ada di Mesir,” kata Iwan saat
itu.
Namun, apa persisnya
bentuk bangunan dan peradaban mana yang membangunnya, hingga sekarang belum
bisa memastikan.
“Kami belum melakukan
eskavasi, kalau sudah, bisa bercerita banyak hal. Soal asal muasal, mengapa ada
di situ, dan siapa yang membangunnya. Ada historisnya,” kata Iwan.
Ada Proses Eskavasi
Dari Tim yang dikomandoi
Iwan tersebut juga didapat penjelasan, saat itu pihaknya juga melakukan
komunikasi intensif dengan instansi terkait, para muspida, serta kepala desa
dan masyarakat Garut.
“Bahwa temuan
fenomenal di lokasi yang dikeramatkan oleh penduduk lokal. Kami juga mencoba
membongkar pikiran itu, bisa dirasionalkan,” kata dia.
Salah satunya, Iwan
menjelaskan, beberapa waktu lalu, Kepala Desa Sukahurip, tempat gunung berada menceritakan,
ada banyak kilatan petir dan sinar di sekitar gunung. Hal itu diungkapkan oleh Kepala desa setempat pada sebuah
televuisi nasional yang mewawancarainya.
“Menurut kami, itu masuk akal, karena
mengambil sampel di Mesir, piramida tak hanya sekedar kuburan Firaun, tapi ada
teknologi di dalamnya,” kata dia. Teknologi yang maju, bahkan untuk ukuran masa
kini misalnya, teknologi hidro, pembangkit listrik, dan ada medan magnet. Ada
juga literatur yang menyebut piramida dibangun untuk mengantisipasi bah.
Saat itu kata Iwan
menambahkan, tak hanya masyarakat yang skeptis terhadap temuan tim. Juga
beberapa instansi terkait.
“Mereka kurang
peduli. Antara percaya tidak percaya. Padahal semua metode penelitian sudah
kami lakukan, ini temuan yang sangat fenomenal,” kata dia. “Harusnya kita sadar
dan sangat bangga, ada peradaban besar dan tua yang berada di bumi nusantara.”
Belakangan, Situs Gunung Padang, Cianjur, Jawa Barat muncul
dan dibicarakan
kembali. Tidak hanya karena
menjadi area penelitian atau lokasi destinasi wisata, tapi kemisteriusan
piramida yang tertimbun bebatuan dan tanah.
Isu itu yang kemudian membuat banyak masyarakat,
termasuk dari luar Cianjur, yang berduyun-duyun mendatangi Puncak Gunung Padang
yang sebenarnya lebih tepat dikatakan sebagai bukit. Umumnya mereka penasaran
dengan isu itu dan ingin melihat lebih dekat seperti apa situs itu sebenarnya.
Sejauh mata memandang, di puncak bukit tersebar dan
berserakan ribuan batu-batu basalt berwarna hitam. Di puncak dengan luas
sekitar 1 hektar itu, batu-batu yang ukurannya bervariasi tersebut juga tampak
terpola dan tersusun rapi. Ada
juga sebagian besar yang menumpuk berantakan di
beberapa titik yang
tersebar pada 5 teras.
Permukaan tanah teras ke-5 lebih tinggi ketimbang
teras ke-4, begitu seterusnya sampai teras 1 yang permukaan tanahnya lebih
rendah. Tiap teras juga tampak susunan batu, semacam pembatas antarteras.
Serakan batuan yang terpola juga beberapa di antaranya
terlihat seperti membentuk sesuatu. Mirip pondasi-pondasi suatu bangunan atau
menyerupai semacam ruangan. Cerita-cerita mitos yang berkembang menyebut situs
ini adalah Istana Raja Siliwangi yang urung dibangun dalam semalam. Atau juga
kisah tentang yang mengatakan kalau situs ini merupakan dunia gaib.
Cerita-cerita itu tidak sepenuhnya dibantah oleh Juru
Pelihara Gunung Padang, Nanang. Dia mengaku dirinya pernah mendengar folklor
atau cerita lisan yang menyebut Gunung Padang merupakan sebuah istana Kerajaan
Siliwangi. Istana itu disebut dia bukan tidak jadi dibangun, namun rusak
lantaran kosong dan termakan waktu.
"Bukan belum jadi. Situs di puncak tersebut istananya sudah dibangun. Tapi hancur dimakan
waktu," kata Nanang di Puncak Gunung Padang, Sabtu (19/9/2014).
Nanang mengatakan, berdasar folklor lisan Prabu
Siliwangi dipercaya arsitek dan pembangun Istana yang kini dikenal sebagai
piramida ini. Prabu Siliwangi
juga dipercaya pernah meninggali istana yang kini berada di ketinggian sekitar
885 meter di atas permukaan laut itu.
Di sekitar istana juga dipercaya terdapat permukiman
masyarakat saat itu. Layaknya sebuah kerajaan pada umumnya, yang di sekitarnya
terdapat kehidupan dan tempat tinggal masyarakat.
Gunung Padang ini dikelilingi bukit-bukit yang lebih
tinggi. Di bukit-bukit itu, menurut Nanang, dahulu kala masyarakat zaman
Kerajaan Siliwangi tinggal dan menjadikan istana Prabu Siliwangi sebagai pusat
kehidupan. "Jadi di sini itu pusat kehidupan. yaitu keraton Prabu
Siliwangi," tandas Nanang.
Sementara
terkait keberadaan Situs Gunung Padang atau Piramida Garut, Pemerintah pusat Jakarta melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
(Kemendikbud) telah menetapkan situs Gunung Padang, yang terletak di Desa
Karyamukti, Kecamatan Campaka, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, sebagai situs
nasional. Informasi ini disampaikan oleh Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
(Disbudpar) Kabupaten Cianjur, Tedi Artiawan.
"Setelah pertemuan Selasa (24/6) di hotel di
Cipanas, selain menetapkan kawasan situs nasional, Dirjen Cagar Budaya
Kemendikbud juga menetapkan luasan situs Gunung Padang sekitar 29
hektare," ungkap Tedi, di Cianjur, Rabu (25/6), sebagaimana dikutip situs
Kemenko Kesra.
Masih
menurut Tedi, dengan
penetapan Gunung Padang sebagai
situs nasional, maka pengelolaan situs Gunung Padang akan diambil alih
pemerintah pusat. “Pemerintah pun akan membuat badan pengelola situs seperti
yang ada di Candi Borobudur,” papar Tedi.
Ia memastikan, badan pengelola Situs Nasional Gunung
Padang itu nantinya akan melibatkan masyarakat sekitar. Hal ini dilakukan
karena di samping ada peran serta pemerintah, masyarakat diberdayakan untuk
kesejahteraan. “Karena yang bersentuhan paling dekat adalah masyarakat
sekitar,” terang Tedi.
Menurut Tedi, pemerintah juga akan melakukan penataan
terhadap kawasan situs Gunung Padang. Penataan itu di antaranya melakukan
eskavasi dan restorasi. Karena itu, lanjut Tedi, yang masih menjadi perhatian
saat ini adalah ekowisata berbasis budaya sebelum dijadikan daerah tujuan
wisata.
Meski menjadi area ekowisata, Kepala Disbudpar Cianjur
itu meyakinkan, tidak akan menghambat kegiatan penelitian. “Siapa saja asal
memenuhi prinsip dan izin yang diberlakukan bisa melakukan penelitian. Misalnya
dari polisi dan pemerintah tergantung skala penelitiannya. Kalau tingkatnya
besar tentu ke pusat, kalau skala kecil cukup pemda dan polres," papar
Tedi.
Sebagaimana diketahui, situs prasejarah Gunung Padang
mengemuka setelah Tim Terpadu Riset Mandiri (TTRM) yang diinisiasi oleh Andi
Arief, Staf Khusus Presiden Bidang Bantuan Sosial dan Bencana, menemukan
bangunan yang tertimbun di bawah situs Gunung Padang.
Berdasarkan uji penanggalan jejak karbon yang
dilakukan Laboratorium Batan, pada material paleosoil di kedalaman empat meter
menunjukkan usia 5500 tahun Sebelum Masehi (SM). Sementara hasil dari
Laboratorium Beta Miami, Florida, Amerika Serikat (AS), material dari kedalaman
empat hingga 10 meter berusia 7600–7800 SM.JI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar