Jumat, 19 September 2014

Piramida Garut Moyang Piramida Giza Mesir

Jurnalis Independen: Gunung Padang, Gunung di Garut, Jawa Barat ini biasa di kenal masyarakat dengan nama  Sadahurip. Namun, ada juga orang yang menyebutnya dengan Gunung Putri, Gunung Leutik, atau Gunung Cinta. Masyarakat lokal bahkan punya sebutan sendiri yaitu gunung keramat.

Bentuknya memang tak biasa. Alih-alih kerucut, bentuk puncaknya mirip bangunan piramida seperti yang ada di Mesir. Gunung Sadahurip atau Gunung Putri kini menjadi buah bibir. Pasalnya, diawali dengan Tim Bencana Katastropik Purba.

Tim ini dibentuk Kantor Staf Khusus Presiden Bidang Bantuan Sosial dan Bencana. Dan Tim inilah yang menemukan anomali. Diduga ada bangunan piramida buatan manusia di dalamnya. Sebutan “gunung piramida” atau “Piramida Garut” pun sontak populer.

Piramida Garut ini diperkirakan lebih besar dan jauh lebih tua dibanding Piramida Giza di Mesir. Sekitar 10.000 tahun sebelum Masehi. Dibutuhkan proses eskavasi untuk membuktikan kebenarannya.

Salah seorang anggota tim yang pernah terlibat pada akhir Desember 2011 lalu, Iwan Sumule mengatakan, semua proses ilmiah dan berbagai metode yang dimungkinkan dan disyaratkan telah dilakukan di sana. Termasuk georadar dan geolistrik, juga pengujian dengan carbon dating. Hasilnya, “ini bukan alami, melainkan man made,” kata Iwan saat itu.

Ia mengaku, juga menggunakan metode Interferometric Syntetic Aperture Radar (IFSAR). “Dihasilkan gambar yang benar-benar telanjang. Bisa dilihat, (dari gambar) yang berwarna kuning adalah batu. Sementara warna biru adalah air,” jelas Iwan.

Jika disinar, batu akan memantulkan cahaya. Itulah yang ditangkap IFSAR. Proses ini  dilakukan  dengan  cara menggali  lokasi hingga beberapa meter dan mengambil  sample  batuannya.

Yang menarik, dari hasil IFSAR bisa dilihat, tak hanya sekedar bentuk piramid. Di sekelilingnya juga nampak batuan, lebih pendek.

“Bisa jadi itu piramida yang lebih kecil, atau spinx seperti yang ada di Mesir,” kata Iwan saat itu.

Namun, apa persisnya bentuk bangunan dan peradaban mana yang membangunnya, hingga sekarang belum bisa memastikan.

“Kami belum melakukan eskavasi, kalau sudah, bisa bercerita banyak hal. Soal asal muasal, mengapa ada di situ, dan siapa yang membangunnya. Ada historisnya,” kata Iwan.

Ada Proses Eskavasi

Dari Tim yang dikomandoi Iwan tersebut juga didapat penjelasan, saat itu pihaknya juga melakukan komunikasi intensif dengan instansi terkait, para muspida, serta kepala desa dan masyarakat Garut.

“Bahwa temuan fenomenal di lokasi yang dikeramatkan oleh penduduk lokal. Kami juga mencoba membongkar pikiran itu, bisa dirasionalkan,” kata dia.

Salah satunya, Iwan menjelaskan, beberapa waktu lalu, Kepala Desa Sukahurip, tempat gunung berada menceritakan, ada banyak kilatan petir dan sinar di sekitar gunung. Hal itu  diungkapkan oleh Kepala desa setempat pada sebuah televuisi nasional yang mewawancarainya.

 “Menurut kami, itu masuk akal, karena mengambil sampel di Mesir, piramida tak hanya sekedar kuburan Firaun, tapi ada teknologi di dalamnya,” kata dia. Teknologi yang maju, bahkan untuk ukuran masa kini misalnya, teknologi hidro, pembangkit listrik, dan ada medan magnet. Ada juga literatur yang menyebut piramida dibangun untuk mengantisipasi bah.

Saat itu kata Iwan menambahkan, tak hanya masyarakat yang skeptis terhadap temuan tim. Juga beberapa instansi terkait.

“Mereka kurang peduli. Antara percaya tidak percaya. Padahal semua metode penelitian sudah kami lakukan, ini temuan yang sangat fenomenal,” kata dia. “Harusnya kita sadar dan sangat bangga, ada peradaban besar dan tua yang berada di bumi nusantara.”

Belakangan, Situs Gunung Padang, Cianjur, Jawa Barat muncul dan dibicarakan kembali. Tidak hanya karena menjadi area penelitian atau lokasi destinasi wisata, tapi kemisteriusan piramida yang tertimbun bebatuan dan tanah.

Isu itu yang kemudian membuat banyak masyarakat, termasuk dari luar Cianjur, yang berduyun-duyun mendatangi Puncak Gunung Padang yang sebenarnya lebih tepat dikatakan sebagai bukit. Umumnya mereka penasaran dengan isu itu dan ingin melihat lebih dekat seperti apa situs itu sebenarnya.

Sejauh mata memandang, di puncak bukit tersebar dan berserakan ribuan batu-batu basalt berwarna hitam. Di puncak dengan luas sekitar 1 hektar itu, batu-batu yang ukurannya bervariasi tersebut juga tampak terpola dan tersusun rapi. Ada juga sebagian besar yang menumpuk berantakan di beberapa titik yang tersebar pada 5 teras.

Permukaan tanah teras ke-5 lebih tinggi ketimbang teras ke-4, begitu seterusnya sampai teras 1 yang permukaan tanahnya lebih rendah. Tiap teras juga tampak susunan batu, semacam pembatas ‎antarteras.

Serakan batuan yang terpola juga beberapa di antaranya terlihat seperti membentuk sesuatu. Mirip pondasi-pondasi suatu bangunan atau menyerupai semacam ruangan. Cerita-cerita mitos yang berkembang menyebut situs ini adalah Istana Raja Siliwangi yang urung dibangun dalam semalam. Atau juga kisah tentang yang mengatakan kalau situs ini merupakan dunia gaib.

Cerita-cerita itu tidak sepenuhnya dibantah oleh Juru Pelihara Gunung Padang, Nanang. Dia mengaku dirinya pernah mendengar folklor atau cerita lisan yang menyebut Gunung Padang merupakan sebuah istana Kerajaan Siliwangi. ‎Istana itu disebut dia bukan tidak jadi dibangun, namun  rusak  lantaran  kosong dan termakan waktu.

"Bukan belum jadi. Situs di puncak tersebut istananya sudah dibangun. Tapi hancur dimakan waktu," kata Nanang di Puncak Gunung Padang, Sabtu (19/9/2014).

Nanang mengatakan, berdasar folklor lisan Prabu Siliwangi dipercaya arsitek dan pembangun Istana yang kini dikenal sebagai piramida ini. Prabu Siliwangi juga dipercaya pernah‎ meninggali istana yang kini berada di ketinggian sekitar 885 meter di atas permukaan laut itu.

Di sekitar istana juga dipercaya terdapat permukiman masyarakat saat itu. Layaknya sebuah kerajaan pada umumnya, yang di sekitarnya terdapat kehidupan dan tempat tinggal masyarakat.

Gunung Padang ini dikelilingi bukit-bukit yang lebih tinggi. Di bukit-bukit itu, menurut Nanang, dahulu kala masyarakat zaman Kerajaan Siliwangi tinggal dan menjadikan istana Prabu Siliwangi sebagai pusat kehidupan. "Jadi di sini itu pusat kehidupan. yaitu keraton Prabu Siliwangi," tandas Nanang.

Sementara terkait keberadaan Situs Gunung Padang atau Piramida Garut, Pemerintah pusat Jakarta melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) telah menetapkan situs Gunung Padang, yang terletak di Desa Karyamukti, Kecamatan Campaka, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, sebagai situs nasional. Informasi ini disampaikan oleh Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kabupaten Cianjur, Tedi Artiawan.

"Setelah pertemuan Selasa (24/6) di hotel di Cipanas, selain menetapkan kawasan situs nasional, Dirjen Cagar Budaya Kemendikbud juga menetapkan luasan situs Gunung Padang sekitar 29 hektare," ungkap Tedi, di Cianjur, Rabu (25/6), sebagaimana dikutip situs Kemenko Kesra.

Masih menurut Tedi, dengan penetapan Gunung Padang sebagai situs nasional, maka pengelolaan situs Gunung Padang akan diambil alih pemerintah pusat. “Pemerintah pun akan membuat badan pengelola situs seperti yang ada di Candi Borobudur,” papar Tedi.

Ia memastikan, badan pengelola Situs Nasional Gunung Padang itu nantinya akan melibatkan masyarakat sekitar. Hal ini dilakukan karena di samping ada peran serta pemerintah, masyarakat diberdayakan untuk kesejahteraan. “Karena yang bersentuhan paling dekat adalah masyarakat sekitar,” terang Tedi.

Menurut Tedi, pemerintah juga akan melakukan penataan terhadap kawasan situs Gunung Padang. Penataan itu di antaranya melakukan eskavasi dan restorasi. Karena itu, lanjut Tedi, yang masih menjadi perhatian saat ini adalah ekowisata berbasis budaya sebelum dijadikan daerah tujuan wisata.

Meski menjadi area ekowisata, Kepala Disbudpar Cianjur itu meyakinkan, tidak akan menghambat kegiatan penelitian. “Siapa saja asal memenuhi prinsip dan izin yang diberlakukan bisa melakukan penelitian. Misalnya dari polisi dan pemerintah tergantung skala penelitiannya. Kalau tingkatnya besar tentu ke pusat, kalau skala kecil cukup pemda dan polres," papar Tedi.

Sebagaimana diketahui, situs prasejarah Gunung Padang mengemuka setelah Tim Terpadu Riset Mandiri (TTRM) yang diinisiasi oleh Andi Arief, Staf Khusus Presiden Bidang Bantuan Sosial dan Bencana, menemukan bangunan yang tertimbun di bawah situs Gunung Padang.

Berdasarkan uji penanggalan jejak karbon yang dilakukan Laboratorium Batan, pada material paleosoil di kedalaman empat meter menunjukkan usia 5500 tahun Sebelum Masehi (SM). Sementara hasil dari Laboratorium Beta Miami, Florida, Amerika Serikat (AS), material dari kedalaman empat hingga 10 meter berusia 7600–7800 SM.JI

Tidak ada komentar: