Dendam Korban Pesugihan (7)

Utusan Kerajaan Siluman Ular Menagih Janji

Jurnalis Independen:      “Oleh karena itu, Kita jangan pernah meninggalkan sholat dan ngaji, karena itu memang kewajiban seorang muslim. Paling tidak, kalau kita melaksanakan sholat dan membaca Al Qur’an, semua setan, iblis atau memedi dan sejenisnya sulit untuk menggangu kita dan gak bakalan mudah nembus badan kita, karena tanpa disadari aura kita semakin kuat karena khodam dalam setiap ayat Al Qur’an yang kita baca turut menjaga jiwa raga kita dari gangguan setan, iblis dan memedi lainnya”, tegas pak Kyai.

     Malam itu tidak seperti malam – malam sebelumnya, sehabis tahlilan semua warga membubarkan diri dan pulang ke rumahnya masing – masing. Tapi justru pada malam itu terpaksa semua warga yang tersisa di rumah pak Cepi, semuanya berkumpul meronda sampai adzan subuh berkumandang, bahkan jelang sang mentari terbit di ufuk timur, warga belum ada yang berani pulang sebelum ada instruksi dari Kyai Abdulah.

Pertarungan Hidup Mati.

    Hari – hari setelah kejadian semalam  di rumah pak Cepi yang bikin geger, seluruh warga desa Sukro dihantui perasaan takut yang luar biasa. Saking ketakutannya, setiap warga desa yang mau beraktivitas ke sawah ataupun ke ladang bahkan mau bepergian kemanapun tak berani sendirian. Jangankan untuk bepergian keluar rumah, diam di rumah saja, warga tidak ada yang berani sendirian. Bahkan semua warga desa Sukro jika akan berangkat bepergian menunggu siang, dan pulang ke rumah-pun buru – buru sebelum sore hari jelang ashar. Hal ini tentu saja membuat gusar aparatur desa serta para sesepuh, terutama para ulama yang ada di desa Sukro. Kebetulan sesepuh dari kalangan ulama, yang di-tua-kan adalah Kyai Abdulah.

    Tahlilan ke 40 hari sepeninggalnya bu Dewi yang tewas mengenaskan, terasa seperti malam – malam sebelumnya. Rasa lengang sunyi senyap, suasana malam-pun di desa Sukro sangatlah mencekam dibalut kengerian setiap warga desa. Dikeremangan cahaya rembulan tanggal 14 menambah aura mistis yang menyelimuti tapal batas desa satu dengan desa di sekitarnya. Dengan pencahayaan sinar rembulan yang terhalang rerimbunan dan lebatnya dedaunan pohon yang berdiri berjejer bagaikan deretan sebuah benteng kokoh menjulang di atas bukit yang merupakan tapal batas desa Sukro. Pada saat itu, berkelebat bayangan misterius meluncur bagaikan kilat pijaran petir mengarah ke suatu tempat.

     Ternyata sosok yang berkelebat bagai kilatan pijar petir itu berhenti disamping belakang kediaman keluarga Almarhum bu Dewi, persis disamping kamar pak Cepi. Hanya saja dikarenakan kamar pak Cepi posisinya berada di lantai dua, sehingga sosok misterius itupun, menengadah bak ada sesuatu yang di carinya.

     Seolah tergesa – gesa di kejar waktu, sosok misterius itupun secepatnya melompat menapaki dinding tembok rumah keluarga Almarhum seperti cicak yang merayap menuju jendela kamar pak Cepi. Namun sekonyong – konyong sosok misterius itu terpental seperti dibanting oleh sebuah kekuatan luar biasa. Dan tentunya akibat bantingan yang sangat kuat, menyebabkan sosok misterius yang ternyata berperawakan tinggi besar, tegap itu terpental jauh dari jendela kamar pak Cepi, hingga terjerembab di halaman depan rumah.

     Barulah terlihat jelas sosok itu dikarenakan cahaya terang benderang dari lampu hias yang berjejer disekeliling pagar rumah keluarga pak Cepi. Sosok misterius tersebut ternyata sosok mahluk tinggi besar bersisik ular, tegap dan bertaring serta berjubah kuning emas, tampilannya mirip tokoh Batman.

     Dalam waktu hampir bersamaan terjerembabnya sosok misterius itu, muncul pula sosok Kyai Abdulah. Dengan posisi siap tempur, Kyai Abdulah tetap memegang tasbih yang memang tak pernah lepas dari tangannya, kemanapun pak Kyai bepergian.

     Dengan menyeringai bengis, tersirat sebuah kemarahan terpendam dari sosok misterius bersisik ular tersebut seolah mengancam keberadaan pak Kyai yang dianggapnya menghalangi maksud kedatangannya untuk menjemput pak Cepi.

     Tanpa di komando, sosok misterius yang bertaring itu menyerang membabi-buta dengan gerakan yang sulit untuk di ikuti mata telanjang. Mendapat serangan seperti itu, Kyai Abdulah berusaha bertahan dengan segala jurus, terkadang terlihat sesekali pukulan dan tendangan seperti jurus silat buhun yang dimainkan dengan sempurna oleh pak Kyai. Namun terkadang pula keduanya saling menyerang dengan pukulan bertenaga dalam dari jarak jauh. Terlihat semburan cahaya warna warni saat dua kekuatan goib itu satu sama lainnya saling berbenturan dasyat. Gelombang cahaya dengan mengeluarkan suara menggelegar, saling bertabrakan yang mengakibatkan keduanya terlihat terhuyung – huyung sempoyongan.

     “kurang ajar tua bangka  !heeemm . . . “, sosok bersisik ular itupun mendengus menahan amarah yang memuncak. Sambil terengah – engah kecapaian, keduanya sejenak hanya saling pandang dengan posisi masih siap tempur. Dengan kewaspadaan tinggi keduanya bersiap kembali untuk saling menyerang bahkan jikalau bisa satu dari keduanya, menyudahinya dengan sebuah kemenangan telak. Namun dikarenakan Kyai Abdulah bukanlah orang sembarangan, maka pertempuran antara hamba Allah dengan sosok misterius bersisik ular jelmaan Iblis dari neraka semakin seru dan mencekam bagi yang melihatnya. @bersambung