Kirab benda
pusaka peninggalan pendiri Indramayu Raden Bagus Aria Wiralodra dalam rangka
menyambut Hari Jadi Indramayu ke-485 berlangsung Kamis (4/10) pagi.
Benda pusaka
kecuali Cakra, keris, pedang, tombak dan lain-lain itu selama ini terpelihara
keasliannya karena disimpan dan dipelihara H. Dasuki perawat benda pusaka di
dalam lemari yang berada di sebuah museum mini depan Pendopo Pemkab Indramayu.
Pada hari-hari
biasa, tak sembarang orang bisa menyaksikan senjata khas Raden Aria Wiralodra
berupa Cakra itu. Senjata Cakra itu sengaja di simpan rapi dan terjaga dari
tangan jahil. Tempat penyimpanannya pun khusus pada sebuah kamar di Pendopo
Pemkab Indramayu.
“Jadi selagi
digelar Hari Jadi Indramayu yang diperingati setiap 7 Oktober 2012, masyarakat
bisa menyaksikan benda-benda pusaka termasuk Cakra itu karena sengaja dikirab
atau diarak dari satu kecamatan ke kecamatan lain demi memudahkan masyarakat
memahami benda-benda peninggalan leluhur,” kata Ny. Setiawati, 48 warga Kota
Indramayu.
Menurut babad dermayu dan hikayat
yang rutun menurun dari rakyat bahwa penghuni pertama daerah indramayu adalah
Raden Aria Wiralodra yang berasal dari daerah Bagelen Jawa Tengah Putra
Tumneggung yang bernama Gagak Singalodra. Sejak kecil dia ingin membangun suatu
Negara untuk diwariskan kelak pada cucu-cucunya.
Suatu masa raden Wiralodra
menjalankan tapa brata dan semedi di perbukitan melaya di kaki gunung Sumbing,
setelah melampaui masa tiga tahun ia mendapat wangsit “Hai Wiralodara, apa bila
engkau ingin berbahagisa serta keturunanmu kela di kemudian hari, pergilah
engkau kearah matahari tenggleam dan carilah sungai Cimanuk mana kala engkau
telah tiba disana berhentilan dan tebanglan hutan belukar secukupnya untuk sebuah
pedukuhan dan menetaplan di sana”
Demi melaksanakan wangsitnya
Raden Wiralodra didampingi abdinya Ki Tinggil berangkat ke arah barat untuk
mencari sungai Cimanuk suatu senja
sampailah mereka di sebuah sungai yang amat besar, Raden Wiralodra mengira sungai
itu adalah Cimanuk maka bermalamlah disitu dan ketika pagi-pagj bangun mefeka
melihat ada orang tua yang menequr mereka dan menanyakan tuiuan mereka. Raden
Wiralodra menjelaskan apa maksud dan tujuannya perjalanan mereka, namun orang
tua itu berkata “Hai cucuku, tuan telah tersesat, sungai ini bukan Cimanuk yang tuan cari, adapun cimanuk
telah terlewat yaitu terletak di sebelah timur, berjalanlah ke arah timur
laut''. Setelah berkata, demikian orang tersebut lenyap dan orang tua itu
menurut riwayat adalah Ki Buyut Sidum, Kidang penanjung dari Pajajaran.
Ki Sidum adalah seorang panakawan
tumenggung Sri Baduga Yang hidup antara tahun 1474 – 1513 Kemudian Wiralodra
dan Ki Tinggil melanjutkan perjalanan
menuju timur laut dan seterah berharj-hari berjalan mereka melihat sungai
besar, Wiralodra berharap sungai tersebut adalah Cimanuk dan tiba-tiba dia
melihat kebun yang indah namun pemilik kebun tersebut sangat congkak ampai
Wiralodra tak kuasa mengendalikan emosinya ketika ia hendak membanting pemilik kebun itu, orang
itu lenyap hanya ada suara “Hai cucuku Wiralodra ketahuilah bahwa hamba adalah
Ki Sidum dan sungai ini adalah sungai Cipunegara, sekarang teruskanlah
perjalanan kearah timur, manakala menjumpai seekor kijang bemata berlian
ikutilah dimana kijang itu lenyap maka itulah sungai cimanuk yang tuan cari,
kelak tuan membabad hutan Cimanuk bertapalah jangan tidur karena hal itu
penting untuk kebahagiaan anak cucu tuan di kemudian hari Mereka melanjutkan
perjalan kembali bertemulah mereka dengan seorang perempuan bernama Dewi
Larawana yang memaksa untuk di persunting Wiralodra namun Wiralodra menolaknya
hingga membuat gadis itu marah dan menyerangnya. Wiralodra mengeluarkan
cakranya kearah Larawana gadis itupun lenyap barsamaan dengan munculnya seekor
kijang. Wiralodra segera mengejarnya kijang tersebut yang lari ke arah
timur, ketika kijang itu lenyap
tampaklah sebuah sungai besar. Karena kelelahan Wiralodra tertidur dan bermimpi
bertemu dengan Ki Sidum yang berkata, “Hai cucuku inilah hutan Cimanuk yang di
cari, di sinilah kelak tuan bermukim. Setelah ada kepastian lewat mimpinya itu
Wiralodra dan Ki Tinggil Segera membuat gubug dan membuka lading dan menetap di
sebelah barat ujung sungai Cimanuk.
Akhirnya tersiarlah ke segenap
pelosok bahwa di hutan Cimanuk telah berdiri sebuah pedukuhan. Pedukuhan
Cimanuk tersebut makin hari makin banyak penghuninya pendatang terus
berdatangan, diantaranya seorang wanita cantik yang membawa bibit- bibitan. Dia
adalah Nyi Endang Dharma seorang wanita
paripurna yang kelak bersama-sama raden Wiralodra mengembangkan
Indramayu. Karena kemahirannya dalam ilmu kanuragan maka telah mengundang
pangeran Guru dari Palembang, dia datang ke lembah cimanuk beserta 24 muridnya
untuk menantang Nyi Endang Darma semua tewas, yang selanjutnya dikuburkan yang
sekarang terkenal dengan Makam Selawe
Melihat kejadian itu Ki Tinggil
tergerak untuk melaporkannya kepada Raden Wiralodra yang saat itu sedang pulang
ke Bagelen Karena merasa ketentraman penduduknya terusik, Raden Wiralodra
pun kembali ke Cimanuk. Setelah
mendengar penjelasan dari Nyi Endang Darma, Wiralodra mengakui kebenaranya,
namun, karena ingin menyaksikan langsung kehebatan Nyi Endang Darma, Raden
Wiralodra turun untuk adu kesaktian dengan Nyi Endang Darma akhirnya Nyi Endang
Darma kewalahan dengan serangan- serangan Wiralodra maka Nyi Endang Darma pun
meloncat terjun kedalam sungai Cimanuk
dan mengakui kekalahannya Wiralodra mengajak pulang Nyi Endang Darma untuk
bersama-sama melanjutkan pebangunan pedukuhan namun Nyi Endang Darma tidak mau
dan hanya berpesan “Jika kelak tuan hendak memberi nama pedukuhan ini maka
namakanlah dengan nama hamba, kiranya permohonan hamba ini tidak berlebihan
karna hamba ikut andil yang tidak sedikit dalam usaha membangun daerah ini.
Pada suatu saat yang telah ditentukan diresmikanlah pedukuhan Cimanuk tersebut,
dalam sambutannya Wiralodra berkata .Untuk. mengenang jasa orang yang telah
ikut membangun pedukuhan ini maka pedukuhan ini kami namakan DARMA AYU''
Peresmian pedukuhan Darma Ayu
memang tidak jelas tanggal dan tahunnya namun berdasarkan fakta-fakta sejarah
yang ada dan hasil penulisan - penulisan tim Peneliti menyimpulkan peristiwa
tersebut terjadi pada hari jum'at kliwon, tanggal 1Sura 1449 atau 1 Muharam 934
yang bertepatan dengan 07 Oktober 1527 M.
Siapa Endang Dharma Ayu,
Perempuan Berselubung Misteri
Endang Darma Ayu dikenal
masyarakat Indramayu sebagai perempuan yang berjasa melahirkan daerah
Indramayu. Konon dari nama Dharma Ayu, kemudian menjadi Dharmayu, Dermayu, lidah
Belanda menyebutnya in-Dermayu, dan akhirnya Indramayu. Hingga kini masyarakat
dan Pemerintah Kabupaten Indramayu memberikan apresiasi yang dalam. Terbukti
penghargaan diabadikan pada beberapa nama gedung atau kelompok, seperti GOR
“Dharma Ayu”, Apotik ”Darma Ayu” milik Pemkab,
Aula “Nyi Mas Endang Dharma Ayu” di lingkungan Universitas
Wiralodra, grup seni tarling “Endang
Dharma”, yang juga menokohkan seorang pesinden perempuan, Ny. Dadang Darniyah.
Ketokohannya disebut dalam
historiografi tradisional, Babad Dermayu, sebagai sosok yang penuh dengan
nuansa militer, perang, dan keperkasaan. Sebuah deskripsi yang menempatkan
Endang Dharma sebagai sosok yang mirip Cut Nya’ Dien, pahlawan perang dari
Aceh. Bukan Kartini atau Dewi Sartika, yang lekat sebagai pemikir sekaligus
pejuang pendidikan.
Buku Sejarah Indramayu susunan
mantan bupati H.A. Dasuki (1977) yang kemudian dijadikan pegangan yang
ditetapkan Pemerintah Kabupaten Indramayu, menuliskan sosoknya seperti mendua.
Satu sisi menceburkan diri ke sungai Cimanuk, tetapi di sisi lain menikah
dengan Wiralodra di Pegaden. Buku Dwitunggal Pendiri Dharma Ayu Nagari tulisan
H.R. Sutadji K.S. (2003) secara tegas menyebutnya sebagai mata-mata Kerajaan
Cirebon dalam operasi militer mencuri patung sarpa kandaga dari Kerajaan Galuh
Kaler Nagari dalam rangka syiar Islam.
Peran perempuan dalam
historiografi tradisional babad Dermayu kurang mendapat tempat yang seimbang.
Silsilah Wiralodra dari pertama hingga ke-7 hanya menonjolkan sosok Wiralodra
yang nota bene laki-laki dan seorang suami, tetapi sosok istri kurang diketahui
jatidirinya. Yang jelas, kemudian diketahui menurunkan anak-anak dan keturunan
yang meneruskan dinasti Wiralodra. Hanya pada silsilah pertama terdapat sosok
Endang Dharma Ayu, yang disebut-sebut sebagai istri Wiralodra I.
Versi Dasuki
Setelah Cimanuk menjadi pedukuhan
yang dibuka Wiralodra, beberapa orang berdatangan lalu menjadi penduduk. Di
antaranya seorang perempuan bernama Endang Dharma Ayu (yang diindetikkan
sebagai Nyi Mas Gandasari), yang datang diiringi dua pembantunya, Tana dan
Tani. Alasan kedatangan karena di tempat tersebut daerah yang subur untuk
bercocok tanam. Saat itu Wiralodra sedang “pulang kampung” ke Bagelen, sehingga
izin tinggal diberikan oleh Ki Tinggil.
Tanaman di ladang Endang Dharma
tumbuh subur. Banyak penduduk yang datang kepadanya minta nasihat. Lalu ia
mengajarkan ilmu bertani, bahkan ia pun mengarajarkan ilmu kanuragan.
Pengajaran ini mengundang kemarahan Pangeran Guru (diidentikkan Arya Dilah,
putra Prabu Wikrama Wardana dari Majapahit yang menjadi gubernur di Palembang)
dan 24 muridnya yang khusus datang dari Palembang dan ingin mencoba
kemampuannya. Meski Endang Dharma menolak, pada akhirnya terjadilah
perkelahian, yang dimenangkan pihak Endang Dharma. Pangeran Guru dan 24
muridnya tewas (25 orang, disebut juga Pangeran Selawe).
Akibat peristiwa itu, Wiralodra
yang dilapori Ki Tinggil, melakukan penangkapan terhadap Endang Dharma.
Terjadilah perkelahian, walaupun masing-masing ternyata menaruh rasa cinta.
Selanjutnya, penulis menafsirkan dua kemungkinan. Kemungkinan pertama,
Wiralodra dan Endang Dharma menikah lalu nama Dharma Ayu diabadikan sebagai
nama daerah. Kemugkinan kedua, karena merasa kalah kemudian Endang Dharma
menceburkan diri ke sungai Cimanuk dan minta namanya diabadikan sebagai nama
pedukuan itu, yakni Dharma Ayu. Penyebutan Dharma Ayu lama-lama menjadi
Darmayu, Dermayu, dan oleh orang Belanda disebut in-Dermayu, kemudian menjadi
Indramayu. Kiprah Endang Darma selanjutnya tak terungkap, sementara Wiralodra
menurunkan dinasti ingga beberapa generasi, tanpa disebutkan siapa istrinya.
Misteri kegelapan tentang tokoh
Endang Darma dimulai sejak awal. Tak terungkap siapa jati diri dan asal-usul
yang pasti. Tak terungkap pula bagaimana kiprah sebagai pendamping (istri)
Wiralodra. Kalaupun wafat karena bunuh diri (menceburkan ke sungai Cimanuk),
sosok perempuan lain yang mendampingi Wiralodra dan menurunkan generasi
Wiralodra berikutnya ternyata tak terungkap pula. Opini publik tetap mengarah
bahwa pendamping Wiralodra adalah Endang Dharma. Ingga bagian akhir pun, sosok
Endang Dharma tak terungkap secara gamblang dan pasti.
Versi Sutadji
Nama asli Endang Dharma adalah
Siti Maemunah (identik pula dengan Nyi Mas Gandasari, Nyi Mas Panguragan, Nyi
Mas Ratna Gumilang, Ratu Saketi) sesuai yang lahir di Pasai Aceh tahun 1500. Ia
adik Fatahillah (Fadillah Kan). Ayahnya adalah Makhdar Ibrahim, cucu dari
Maulana Malik Ibrahim, salah seorang Walisanga yang wafat di Gresik taun 1419.
Endang Dharma merupakan mata-mata Kesultanan Cirebon dalam syiar agama Islam.
Salah satu tugasnya adalah mencuri sarpa kandaga berupa patung ular yang
terbuat dari emas untuk melemahkan kekuatan Galuh pada tahun 1521. Kemudian ia
mencari pasangan yang cocok untuk tugas tersebut. Pilihannya jatuh kepada
Wiralodra. Untuk mendekati Wiralodra, ia menyamar menjadi pendatang ke
pedukuhan Cimanuk.
Kiprah Endang Dharma turut mengembangkan
Islam bersama Sunan Gunung Jati, baik dalam situasi damai maupun dalam
peperangan. Tahun 1471 ikut mengembangkan peantren Ki Gedeng Bungko. Saat
pertempuran di Girinata dan Sadomas, ia ikut serta. Begitu pula saat Endang
Dharma bertempur melawan Pangeran Nitinagara atau Waduaji dari Pajajaran.
Pendeknya, deskripsi tentang Endang Dharma adalah mata-mata yang cerdik,
komandan pasukan yang berani, juru damai yang dihormati, pelaksana syiar agama
yang tidak kenal lelah dan pendamping suami yang setia.
Mengenai perkelahian antara
Endang Dharma dengan Wiralodra, setelah ”tragaedi Pangeran Guru” berakhir
dengan bertautnya dua hati. Mereka lalu menikah
di Pegaden, karena di tempat itu ada saudara Wiralodra bernama Wirasetro.
Meski demikian, Wiralodra tidak bisa membantu Endang Dharma dalam misi mencuri
sarpa kadaga. Hal itu karena Wiralodra misi yang berbeda, yakni mempersiapkan
Cimanuk menjadi pangkalan armada angkatan laut Demak dalam rangka penyerangan
Demak ke Banten dan Sunda Kalapa. Misi itu dia emban sejak Demak dipimpin Raden
Patah, lalu Adipati Yunus, hingga Sultan Trenggono. Misi Endang Dharma
dikisahkan berakhir sukses.
Pusara
Sutadji K.S. memiliki pendapat,
sosok Endang Dharma adalah Nyi Mas Gandasari, seperti terdapat dalam beberapa
sumber babad di Cirebon. Mengenai Gandasari ini, dikisahkan untuk mencari
pasangan dalam misi mencuri sarpa kandaga. Di Desa Panguragan, ia mengadakan
sayembara seolah-olah mencari jodoh. Yang dapat mengalahkan kesaktian Endang
Dharma, dialah yang menjadi jodohnya.
Beberapa pembesar dan pendekar
mencobanya, seperti Pangeran Rudamala, Dipati Rangkong, Jaka Supetak, Ki Demang
Paluamba, Jaka Pekik, Ki Jungjang, Ki Plered, dll. Yang dapat menandinginya
adalah Pangeran Ramagelung (Jaka Soka). Gandasari lari ke Keraton Pakungwati.
Ramagelung menuntut dijadikan suami. Setelah dijelaskan Sunan Gunung Jati
tentang misi rahasia, Ramagelung menyadari. Ia pun ikut membantu Gandasari.
Gandasari mendapat gelar baru, Nyi Mas Ratna Panguragan.
Menurut Sutadji, pusara Endang
Darma terdapat di Bojong Indramayu. Situs yang terdapat di Panguragan Cirebon
dianggap hanyalah merupakan petilasan saat ia berkhalwat, yang ketika akan
memasuki arena sayembara.
Sumber dari Cirebon
Sumber tradisional Cirebon,
seperti ditulis dalam buku Sejarah Cirebon dan Silsilah Sunan Gunung Jati
Maulana Syarif Hidayatullah (P.S. Sulendraningrat, 1990) menyebut nama
Gandasari dalam “peristiwa sarpa kandaga”. Meski demikian, tak disebutkan
kedentikan Gandasari sebagai Endang Darma.
Hal serupa juga pada buku Kerajaan
Cerbon 1479-1809 (Unang Sunardjo, 1983) yang menegaskan peristiwa itu terjadi
pada tahun 1529. Dalam peristiwa dengan Rajagaluh itu turut serta Nay Mas
Gandasari, yang berhasil mengambil pusaka Rajagaluh, Golek Sarpa. Lagi-lagi tak
ada penyebutan identik dengan Endang Darma. Selain itu, Cirebon juga didukung
Demak. Ikut pula Adipati Wiralodra dari Dermayu dan para Ki Gedeng. Gandasari
wafat dimakamkan di Panguragan Cirebon.
Identitas Endang Dharma atau
Gandasari atau Ratna Panguragan sebagai Siti Maemunah dari Pasai, adik
Fatahillah dan cucu salah seorang walisanga, Maulana Malik Ibrahim seperti yang
diungkapkan Sutadji, ternyata tidak ada sumber lain yang menyebutkan itu. Akan
tetapi Sutadji berargumen, nama-nama itu sebagai upaya penyamaran Endang Dharma.
Pada pokoknya menurut dia, figurnya tetap satu, yakni Endang Dharma.
Peneliti babad dari Keraton
Kacirebonan, drh. R. Bambang Irianto, B.A. pada saat seminar Sejarah Indramayu
tahun 2007 bahkan menegaskan, tidak ada satu naskah pun selain Babad Dermayu yang
menyatakan bahwa Endang Darma identik dengan Nyi Mas Gandasari atau Nyi Gedeng
Panguragan.
Kesaksian kultural
Ada dua hal yang menjadi
ketidakjelasan tokoh Endang Dharma. Pertama, hanya Babad Dermayu yang menyebut
Endang Darma identik dengan nama tiga perempuan sekaligus, yaitu Gandasari, Nyi
Panguragan, dan Siti Maemunah. Babad Cirebon
menyebutkan tokoh Gandasari identik dengan Nyi Panguragan dan disebutkan
pula berasal dari Aceh (tak menyebut nama), tetapi tanpa menyebut nama Endang
Darma. Dua sumber yang sam-sama sebagai sumber tradisional itu ternyata tidak
sebangun. Sumber tradisional dari daerah lain ataupun sumber asing hingga kini
belum ada.
Kedua, nama Endang Dharma yang
dipercaya sebagai cikal-bakal nama daerah Indramayu, justru memiliki perbedaan
misi antara pendapat Dasuki dengan Sutadji, meskipun keduanya bersumber pada
sumber tradisional yang sama.
Pemerhati sejarah Indramayu,
Sulistijo, berpendapat ketokohan Dharma Ayu hingga kini belum jelas. ”Malah
buku yang ditulis H.A. Dasuki seperti bersikap mendua, antara menceburkan diri
ke sungai Cimanuk ataukah menikah dengan Wiralodra. Sulitnya, babad daerah lain
justru tak mengenal namanya,” ungkapnya.
Jika dianggap sebagai kekurangan
pada diri Endang Dharma, kekurangan itu adalah hanya sumber tradisional berupa
babad Dermayu yang menyebut keberadannya. Sumber lain, baik historiografi
tradisional dari daerah lain maupun yang modern, justru tak menyebutkannya. Hal
inilah yang membuat tokoh perempuan itu seperti terselubung misteri kegelapan.
Sebuah kekurangan, yang sesungguhnya, adalah yang paling elementer untuk
mengangkat ketokohan seseorang maupun kevalidan data.
Sesuatu yang mengindikasikan,
sebagaimana dikatakan ilmuwan Belanda, C.C. Berg, cerita seperti itu, termasuk
tentang Endang Dharma Ayu hanyalah sebagai ekspresi kultural ketimbang
kesaksian sejarah.@Supali Kasim
1 komentar:
Assalamualaikum Salam sejahtera untuk kita semua, Sengaja ingin menulis
sedikit kesaksian untuk berbagi, barangkali ada teman-teman yang sedang
kesulitan masalah keuangan, Awal mula saya mengamalkan Pesugihan Tanpa
Tumbal karena usaha saya bangkrut dan saya menanggung hutang sebesar
1M saya sters hampir bunuh diri tidak tau harus bagaimana agar bisa
melunasi hutang saya, saya coba buka-buka internet dan saya bertemu
dengan KYAI SOLEH PATI, awalnya saya ragu dan tidak percaya tapi selama 3 hari
saya berpikir, saya akhirnya bergabung dan menghubungi KYAI SOLEH PATI
kata Pak.kyai pesugihan yang cocok untuk saya adalah pesugihan
penarikan uang gaib 4Milyar dengan tumbal hewan, Semua petunjuk saya ikuti
dan hanya 1 hari Astagfirullahallazim, Alhamdulilah akhirnya 4M yang saya
minta benar benar ada di tangan saya semua hutang saya lunas dan sisanya
buat modal usaha. sekarang rumah sudah punya dan mobil pun sudah ada.
Maka dari itu, setiap kali ada teman saya yang mengeluhkan nasibnya, saya
sering menyarankan untuk menghubungi KYAI SOLEH PATI Di Tlp 0852-2589-0869
agar di berikan arahan. Supaya tidak langsung datang ke jawa timur,
saya sendiri dulu hanya berkonsultasi jarak jauh. Alhamdulillah, hasilnya sangat baik,
jika ingin seperti saya coba hubungi KYAI SOLEH PATI pasti akan di bantu Oleh Beliau
Posting Komentar