Rabu, 06 Januari 2016

Gara-gara Kasus Bank Banten, Gubernur Rano Karno "Dicokok' KPK

Jurnalis Independen: Gara-gara kasus Bank Banten, Gubernur Banten, Rano Karno memenuhi panggilan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dia diperiksa sebagai saksi terkait kasus dugaan suap pengesahan APBD tentang pembentukan Bank Pembangunan Daerah Banten atau Bank Banten.
Rano Karno mengaku siap memberikan keterangan kepada penyidik terkait kasus dugaan suap yang menjerat tiga orang tersangka.

"Hari ini saya dipanggil untuk menjadi saksi saudara Ricky masalah Bank Banten," kata Rano di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (7/1/2016).

Dalam kasus ini, tiga orang yang ditetapkan sebagai tersangka adalah Tri Satya sebagai anggota DPRD Banten dari Fraksi PDIP, dan SM Hartono sebagai Wakil Ketua DPRD Banten dari Fraksi Golkar, serta Direktur Utama PT Banten Global Development, Ricky Tampinongkol.

Keduanya disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.

Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya menetapkan dua anggota DPRD Banten yakni SM Hartono (SMH) dan Tri Satya Santosa (TSS) sebagai tersangka.

Keduanya ditetapkan sebagai tersangka terkait kasus dugaan suap dengan pengesahan RAPBD tahun 2016, di mana di dalamnya tercantum pembentukkan Bank Daerah Banten.

Penetapan tersangka terhadap SM Hartono dan Tri Satya Santoso setelah dilakukan pemeriksaan dan ekspose gelar perkara oleh penyidik KPK.

"Disimpulkan ada dugaan tindak pidana korupsi," kata Plt Wakil Ketua KPK Johan Budi SP saat jumpa pers di Kantor KPK, Jakarta, Rabu (2/12/2015).
Kedua wakil rakyat daerah Banten itu diduga menerima suap untuk memuluskan pengesahan RAPBD tahun 2016 untuk pembentukan Bank Banten. "Ditetapkan SMH juga TSS alias S sebagai tersangka," ujar Johan.

Dalam kasus ini, Tri Satya yang merupakan anggota DPRD asal Fraksi PDIP, dan SM Hartono merupakan Wakil Ketua DPRD Banten asal Fraksi Golkar, sama-sama diduga menerima suap dan disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang tindak pidana korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.

Tidak ada komentar: