Jurnalis Independen: Pertanyaan diatas muncul terkait isu pencatutan nama Presiden Joko Widodo (Jokowi). Isu yang berkembang, ada beberapa nama yang terlibat sebagai pencatut nama Presiden Jokowi, dalam memuluskan rekontrak PT. Freeport.
Menurut kabar yang berkembang, diantara nama-nama terkait pencatut nama presiden, tersebut Setya Novanto (Ketua DPRRI), Dirut PT Freeport Maroef Sjamsuddin, M Riza Chalid (penguasaha dan dedengkot mafia migas dan Petral, kemudian Luhut.
Hal itu terungkap dari salinan digital surat laporan tindakan tidak terpuji Ketua DPR Setya Novanto yang dilayangkan oleh Menteri ESDM Sudirman Said ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD). Surat tersebut bernomor 9011/04/MEM/2015 berkop surat Kementerian ESDM.
Pencatutan nama Presiden/Wakil Presiden Jokowi-JK, guna memuluskan kontrak Freeport terus bergulir. Dalam laporannya, Menteri ESDM Sudirman Said jelas menyebut nama Setya Novanto sebagai politikus dan sejumlah nama pejabat pun turut melakukan hal itu.
Jika benar terbukti, hal itu juga akan semakin membuktikan jika Gedung Parlemen,Pemerintahan Republik Indonesia telah dikuasai oleh mafia yang hendak membangkrutkan Negara, Rakyat dan Bangsa ini.
Tentu bagi penduduk negeri ini masih belum melupakan saat Pilpres 2014 lalu. Pencalonan hingga kemenangan pasangan Jokowi-JK, hampir-hampir menimbulkan "huru-hara dan perang saudara diantara kedua pendukung fanatik". Semua kekuatan di negeri ini terutama kekuatan politik terpetak menjadi dua antara KMP dan KIH. Pelantikan Jokowi -JK pun hampir-hampir batal bahkan berpotensi "menumpahkan darah" para pendukungnya.
Yang jelas, ada tangan kuat yang hendak membatalkan naiknya Jokowi -JK atas kehendak rakyat menjadi orang nomor satu dan dua oleh tangan-tangan hitam.
Ganjalan-ganjalan akan terus dilakukan oleh mereka yang pernah tergabung dalam kelompok KMP. Dan kali inipun
terindikasi bahwa pelaku pencatutan nama presiden dan wakilnya (mungkin saja dengan tujuan keuntungan kelompok dan pribadi) adalah
dari kelompok KMP.
Kini semakin terbukti adanya tangan-tangan hitam yang berusaha menenggelamkan Republik ini dengan mengambil setiap kesempatan emas merenggut kekayaan bangsa dan negara hanya untuk kepentingan kelompok dan pribadi semata.
Bukankah yang terlibat dalam pencatutan nama presiden dan wakil presiden adalah tokoh-tokoh yang memiliki jabatan strategis dan menentukan arah kemakmuran dan keadilan Negara dan Rakyat Negeri ini? Namun apa jadinya jika para petinggi yang mendapat amanah rakyat tidak memiliki amanah? Layakkah mereka dipertahankan? Layakkah mereka terus dibiarkan duduk di kursinya hingga 4 tahun mendatang? wassalam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar