Senin, 09 Juni 2014

Syamsu Djalal Danpuspom TNI: Prabowo Itu Dicopot dari Militer

Jurnalis Independen: Dari Metrotvnews.com, jakarta: Mantan Komandan Pusat Polisi Militer (Danpuspom) TNI, Syamsu Djalal meminta kepada kepada seluruh jajaran yang pernah mendapuk Dewan Kehormatan Perwira (DKP) untuk terang-terangan berbicara terkait pemberhentian Prabowo Subianto di tahun 2004.


"Yang tanda tangan itu semua. Jelaskan saja," kata Syamsu di bilangan Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (8/6/2014).

Kata Syamsu, dirinya hanya tahu bahwa keputusan DKP ABRI saat itu adalah mencopot dan memberhentikan Prabowo dari dinas kemiliteran. Setelah itu, kata Syamsu pasca keputusan DKP itu, seharusnya Prabowo dibawa ke Pengadilan Militer.

"Yang saya dengar, itu internal, hasil sidang itu cukup bukti Prabowo melanggar. DKP bukan badan hukum. Kalau begitu harus ditindaklanjuti ke pengadilan militer," Ujar Syamsu.

Meski dirinya tak duduk dalam DKP, Syamsu mengatakan berdasarkan sidang DKP  Prabowo yang juga Danjen Kopassus telah melakukan pelanggaran dan harusnya dibawa ke pengadilan milter.

"Karena DKP itu bukan penegak hukum, harusnya ke pengadilan," ujarnya.

Untuk diketahui, beredar surat berklasifikasi rahasia dimana sejumlah petinggi ABRI saat itu, yang masuk ke DKP ABRI, menandatangi surat rekomendasi pemberhentian Letnan Jenderal Prabowo Subianto dari ABRI itu berkop Markas Besar Angkatan Bersenjata Republik Indonesia dan Dewan Kehormatan Perwira, bernomor KEP/03/VIII/1998/DKP. Surat ditetapkan tanggal 21 Agustus 1998.

Diantara yang membubuhkan tandatangan adalah, Subagyo HS sebagai Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD), Susilo Bambang Yudhoyono, Agum Gumelar, Djamari Chaniago, Ari J Kumaat, Fahrul Razi dan Yusuf Kartanegara.

Dalam surat itu disebutkan bahwa DKP sudah memeriksa Letjen Prabowo, dan menemukan bahwa yang bersangkutan secara sengaja melakukan kesalahan dalam analisa tugas terhadap ST Kasad nomor STR/41/1997 tanggal 4 Februari 1997 dan STR/92/1997 tanggal 11 Maret 1997 walaupun mengetahui bahwa Kasad sebagai Pembina tidak berwenangan untuk pemberian tugas tersebut.

Disimpulkan bahwa Prabowo secara sengaja menjadikan perintah Kasad yang diketahuinya dikeluarkan tanpa wewenangnya sebagai dasar untuk menerbitkan surat pertintah nomor Sprin/689/IX/1997 tanggal 23 Desember kepada Satgas Merpati untuk melakukan operasi khusus dalam rangka stabilitas nasional.

DKP juga menyimpulkan Prabowo melaksanakan dan mengendalikan opersi dalam rangka stabilitas nasional yang bukan jadi wewenangnya tetapi menjadi wewenang Pangab. Tindakan tersebut di atas dilakukan berulang-ulang oleh yang bersangkutan dalam pelibatan Satgas di Tim-Tim dan Aceh; Pembebasan Sandera di Wamena, Irja; Pelibatan Kopassus dalam pengamanan presiden di Vancouver, Kanada.

Disimpulkan bahwa Prabowo telah memerintahkan Anggota Satgas Mawar, Satgas Merpati melalui Kolonel )Inf) Chairawan (Dan Grup-4) dan Mayor (Inf) Bambang Kristiono untuk melakukan pengungkapan, penangkapan, dan penahanan aktivis kelompok radikal dan PRD yang diketahuinya bukan menjadi wewenangnya. Diantara yang direbut hak kemerdekaannya itu adalah Andi Arief, Mugiyanto, Nezar Patria, Desmond J Mahesa, Pius J Lustrilangang.

Surat itu berlanjut sampai beberapa poin, termasuk kesimpulan-kesimpulan bahwa tindakan-tindakan Prabowo dianggap mengabaikan sistem operasi, hierarki, disiplin, dan hukum yang berlaku di lingkungan TNI.

Prabowo juga dianggap tidak mencerminkan kepedulian pada umpah prajurit dan Sapta Marga TNI. Bahkan dianggap melanggar pasal 103 KUHPM soal ketidakpatuhan, dan memerintahkan Dan Grup-4 dan anggota Satgas Merpati serta Satgas Mawar untuk melakukan perampasan kemerdekaan orang lain dan penculikan yang melanggar KUHP.

"Sesuai dengan hal-hal tersebut di atas, maka Perwira Terperiksa atas nama Letnan Jenderal TNI Prabowo Subianto disarankan dijatuhkan hukuman administrasi berupa diberhentikan dari dinas keprajuritan," demikian kutipan pernyataan dari surat itu.

Tidak ada komentar: