JURNALIS INDEPENDEN-Jakarta: Dilansir dari Dekannews. Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Persaudaraan Alumni (PA) 212 Novel Bamukmin menilai, penghalauan massa peserta Aksi 1812 di Jakarta oleh polisi, Jumat (18/12/2020), lebih kental bernuansa politis dibanding penegakkan protokol kesehatan Covid-19.
Ia bercermin pada sejumlah kerumunan yang terjadi di Tanah Air, terutama di Solo, yang tidak ditindak tegas polisi.
"Kalau bicara kerumunan, seharusnya pelaksanaan Pilkada di semua daerah dibubarkan dong. Apalagi di Solo, saat selebrasi, malah menantang Prokes (protokol kesehatan) dengan brutal," kata Novel melalui pesan WhatsApp, Sabtu (19/12/2020).
Ia mengingatkan, sebelum penyelenggaraan Pilkada pada 9 Desember lalu, di sejumlah daerah terjadi serentetan kerumunan yang melanggar Prokes, tapi tidak dibubarkan dan tidak ada yang ditangkap. Padahal kerumunan-kerumunan itu juga mengganggu kelancaran arus lalu lintas.
Selain itu, orang-orang yang berada dalam kerumunan itu juga tidak dilakukan rapid test dan swab test.
"Makanya, satu tuntutan kita adalah menolak diskriminasi hukum," tegas Novel.
Ia menilai, pembubaran massa Aksi 1812 jelas kental urusan politisnya, dengan menggunakan cara bengis untuk meraih jabatan
Seperti diketahui, pada Jumat (18/12/2020) kemarin ribuan massa berencana mengikuti aksi unjuk rasa yang digagas Aliansi Nasional Anti-Komunis (ANAK NKRI) di depan Istana Negara, Jakarta Pusat, untuk menuntut penuntasan kasus pembunuhan enam laskar FPI dan pembebasan Habib Rizieq Shihab (HRS) yang sejak 13 Desember 2020 lalu ditahan Polda Metro Jaya karena kasus kerumunan saat anak bungsunya menikah pada 14 November 2020 di kediaman HRS di Petamburan, Jakarta Pusat.
Namun aksi ini gagal, karena sejak pagi polisi telah menutup akses menuju Istana, sehingga ketika massa peserta aksi mulai berdatangan setelah sholat Jumat, mereka yang datang dari arah Semanggi, tertahan di kawasan Patung Kuda, Monas, sementara yang datang dari arah Senen dan Cikini tertahan di Jalan Merdeka Timur, dan kemudian bergeser ke arah Patung Kuda melalui Jalan Merdeka Selatan.
Yang datang dari arah Tanah Abang tertahan di Jalan Abdul Muis.
Polda Metro Jaya yang menerjunkan 5.000 personel lalu menghalau mereka dengan pasukan Brimob dan Dalmas yang membentuk formasi pagar betis sebanyak dua lapis, dengan dilengkapi tameng.
Melalui pengeras suara, polisi mengimbau massa agar membubarkan diri dan pulang ke rumah masing-masing karena kerumunan berisiko menjadi sarana penularan dan menyebaran Covid-19, namun tak semua massa mematuhi imbauan ini sehingga polisi melakukan penangkapan, dan pecahlah kericuhan, karena massa kemudian berlarian menyelamatkan diri, dan dikejar polisi.
Di antara massa ada yang ditangkap di Jalan Medan Merdeka Selatan, Patung Kuda, Jalan Abdul Muis, dan sekitarnya.
Polisi juga menangkap seorang sopir ambulans karena membawa logistik bagi peserta Aksi 1812.
Kepala Divisi Humas Polri Irjen Argo Yuwono, Sabtu (19/12/2020), mengatakan kalau massa Aksi 1812 yang ditangkap sebanyak 445 orang. Dari jumlah itu, 22 orang di antaranya dilokalisir ke Batalyon Infanteri Jayayudha 201, Jakarta Timur.
"Sisanya diamankan di Mapolres masing-masing," kata dia.
Selain itu, kata Argo, hingga Jumat (18/12/2020) pukul 16:00 WIB, 26 peserta Aksi 1812 yang ditangkap dinyatakan reaktif Covid-19 berdasarkan hasil rapid test, dan telah dirujuk ke Rumah Sakit Darurat (RSD) Wisma Atlet, Kemayoran, Jakarta Pusat, untuk menjalani proses pemeriksaan lanjutan.
Sebelumnya, pengacara FPI Aziz Yanuar sempat menantang agar polisi juga menindak kerumunan yang terjadi di sejumah daerah, termasuk di Solo, saat Gibran Rakabuming Raka, anak sulung Presiden Jokowi, mendaftar ke KPUD Solo sebagai peserta Pilkada 2020 di kota itu.
Setelah hari pencoblosan Pilkada pada 9 Desember, publik juga mengkritik konvoi yang dilakukan pendukung Gibran yang kebanyakan tidak memakai masker dan tidak menjaga jarak saat merayakan kemenangan, namun tidak ada tindakan apapun dari polisi.
Publik juga mengeritik ketika Abuya Uci Thurtusi menyenggarakan haul Abdul Qadir Jailani di pesantrennya, yakni Pesantren Al-Istiqlaliyyah di Kampung Cilongok, Kelurahan Sukamantri, Kecamatan Pasar Kemis, Kabupaten Tangerang, pada Minggu, 29 November 2020, Abuya Uci hanya didenda Rp200.000 oleh Pemkot Tangerang, dan tidak dipidana oleh polisi seperti yang dialami Habib Rizieq Shihab, meski haul itu dihadiri ribuan orang. (rhm)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar