JURNALIS INDEPENDEN-Jakarta: Operasi penangkapan IBHRS di kilometer 50 ruas tol Jakarta - Cikampek pada dini hari Senin, 7 Desember 2020, mengakibatkan terbunuhnya 6 orang pengiring anggota FPI memunculkan berbagai tanggapan publik. Diantaranya adalah Natalius Pigai dan Fadli Zon anggota DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra.
Dalam wawancara dengan Refly Harun di chanel youtube milik Refly, Pigai mengatakan tragedi KM50 menunjukkan eksekutor operasi itu, tidak menyiapkan skenario yang matang. Pigai menyimpulkan tragedi KM50 adalah operasi yang "menyimpang dari system" standart dari lazimnya sebuah operasi penangkapan.
Anggota DPR Fadli Zon meminta Badan Intelijen Negara (BIN) memberikan klarifikasi terkait pemberitaan tempo.co, Sabtu (19/12/2020).
Pasalnya, dalam berita berjudul "Eksklusif! Anggota FPI Amankan Terduga Anggota BIN" itu Tempo mengungkap bahwa pihaknya mendapatkan video berdurasi 5 menit 2 detik dari Front Pembela Islam (FPI) yang menggambarkan tentang FPI yang mengamankan tiga terduga anggota BIN saat sedang mengintai Pondok Pesantren Alam Agrokultural milik Habib Rizieq Shihab (HRS) di Megamendung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, yang juga merupakan tempat tinggal HRS selain yang berlokasi di Petamburan, Jakarta Pusat.
"Dalam rekaman berdurasi 5 menit 2 detik itu barang-barang yang dibawa tiga orang yang diduga anggota BIN diperiksa," kata Tempo dalam berita itu.
Tempo menjelaskan, barang-barang terduga anggota BIN itu terdiri dari sebuah drone, uang tunai, dan kartu anggota BIN.
Kepada anggota FPI, tiga orang tersebut mengaku sebagai wartawan.
"Seorang pengurus DPP FPI mengatakan, ketiga pria tersebut akhirnya mengaku tengah bertugas mengawasi pesantren dan Rizieq," kata Tempo lagi.
Yang lebih mengejutkan, dalam berita yang dilengkapi dengan video yang didapat dari FPI itu, Tempo juga menyebut kalau dari telepon seluler ketiga terduga anggota BIN itu diketahui kalau BIN tengah menjalankan operasi bersandi Delima, dan FPI mendapatkan informasi tentang keberadaan intel di Petamburan, di Megamendung, dan di rumah keluarga HRS yang berlokasi di Sentul, dari pengakuan ketiga terduga anggota BIN itu.
Inilah permintaan Fadli agar BIN memberikan klarifikasi atas pemberitaan Tempo tersebut. Permintaan itu disampaikan melalui @fadlizon.
"Pihak BIN harus memberi klarifikasi tentang 'Operasi Delima" ini. Bagaimana bisa operasi intelijen ini ceroboh dan terduga agen-agennya "gagal' di lapangan dan membawa kartu BIN? Apa dasar melakukan operasi intelijen terhadap Habib Rizieq? Apakah ini operasi resmi? @BIN_Official".
Sebelumnya, soal adanya orang-orang yang mengintai kediaman HRS di Megamendung, Petamburan dan Sentul diungkap Sekretaris Umum DPP Front Pembela Islam (FPI) Munarman saat memberikan keterangan pers, Senin (7/12/2020), pada hari enam laskar FPI ditembak mati polisi di Jalan Tol Jakarta-Cikampek.
Kala itu Munarman menjelaskan bahwa sejak Jumat 4 Desember 2020 pihaknya telah tahu kalau HRS yang kala itu sedang menjalani masa pemulihan di rumahnya yang berada di kawasan Megamendun, diintai oleh petugas dari salah satu institusi negara.
"Pengintaian itu terbongkar karena si pengintai melakukan tugasnya dengan tidak profesional," kata Munarman.
Dari komunikasi yang terjadi antara laskar di Megamendung dengan pengintai tersebut, diketahui kalau bukan rumah HRS yang di Megamendung saja yang diintai, tapi juga yang di Petamburan dan Sentul, Bogor, Jawa Barat.
"Jumlahnya 30 orang, karena yang mengintai rumah HRS di Megamendung 10 orang, di Sentul 10 orang, dan di Petamburan 10 orang," tutupnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar