Jurnalis Independen: Harga seorang teroris yang terbunuh akan diberikan imbalan Rp 700 miliar dari pemerinmtah Amerika Serikat. uang itu diberikan sebagai pengganti dana operasional yang dikeluarkan pihak keamanan Indonesia, benarkah?
Sejumlah keluarga terduga teroris di Ciputat kembali menjalani tes DNA di Rumah
Sakit Bhayangkara Tingkat I R Said Sukanto, Kramatjati, Jakarta, Jumat (3/1).
Hingga siang ini, terlihat ada 12
orang yang menjalani tes DNA. Mereka terdiri atas 6 pria dewasa, 1 anak
perempuan, 4 perempuan dewasa, dan 1 perempuan lanjut usia.
Humas Rumah Sakit Bhayangkara
Kramatjati Kombespol Sarwoto membenarkan bahwa yang datang tersebut adalah
keluarga terduga teroris. Namun, dia belum bisa memastikan mereka keluarga dari
siapa saja.
Tim Disaster Victim
Identification (DVI) Pusdokkes Polri memerlukan
kehadiran dan keterangan serta
DNA keluarga para terduga teroris untuk
mengidentifikasi keenam jenazah
yang tewas dalam penggerebekan di Ciputat.
Pada Selasa (31/12) sore hingga
Rabu (1/1) pagi, tim Detasemen
Khusus 88 Antiteror Polri dan
Polda Metro Jaya melakukan penggerebekan di sebuah rumah kontrakan di Kelurahan
Kampung Sawah, Ciputat, Tangerang Selatan.
Dalam penggerebekan yang disertai
baku tembak itu, enam terduga teroris yang diduga bagian dari kelompok Abu
Roban tewas. Terduga teroris yang tewas adalah Nurul Haq alias Dirman, Ozi
alias Tomo,
Rizal alias Hendi, Edo alias
Ando, dan Amril. Sementara itu, satu orang sebelumnya tewas ditembak di ujung
Gang Hasan ketika mengendarai motor adalah Daeng
alias Dayat.
Sementara terkait korban
penembakan terduga teroris, Musdalifah, perempuan yang mengaku sebagai ibu
angkat keenam terduga teroris yang tewas di Ciputat hari ini, Jumat (3/1),
kembali datang ke Rumah Sakit Kepolisian RS Sukanto di Kramatjati, Jakarta
Timur.
Namun, kali ini Musdalifah yang
mengenakan jilbab bercadar hijau datang bersama salah satu dari anggota
keluarga terduga teroris. Berdasarkan
pantauan, sekitar pukul 10.00 WIB, Musdalifah terlihat keluar dari ruang
forensik bersama dua perempuan bercadar lainnya. Di tengah-tengah mereka,
terlihat seorang perempuan tua yang lemas.
Dari ekspresi wajah perempuan
tersebut, terlihat jelas bahwa dirinya sangat terpukul. Ia terus memegang
kepalanya. Sambil melangkah lemas, Musdalifah menuntun perempuan tua itu menuju
toilet lalu mengantarnya kembali ke ruang forensik.
Ketika dimintai keterangan oleh sejumlah
media, Musdalifah hanya melambaikan tangannya dan tetap cuek tidak memberikan
jawaban terkait dengan identitas perempuan yang digandengnya tersebut.
Sehari sebelumnya, Musdalifah
yang mengaku ibu angkat keenam terduga teroris yang disergap di Ciputat, Rabu
(1/1), sempat menuturkan bahwa dirinya kecewa dengan mekanisme identifikasi
tersangka teroris tersebut.
"Pokoknya saya merasa
dipersulit dalam proses identifikasi ini. Saya juga tidak setuju dengan autopsi
ini karena sudah jelas-jelas mereka (para korban) itu anak-anak saya dan
meninggal karena tertembak," jelas Musdalifah tanpa menghentikan langkah
cepatnya saat keluar dari ruang instalasi kedokteran forensik Rumah Sakit
Bhayangkara R Said Sukanto, Kamis (2/1).
Sebelum dijemput seorang pria
berkaus biru untuk datang ke Rumah Sakit Bhayangkara R Said Sukanto ,
Musdalifah juga sempat mengatakan bahwa jenazah keenam tersangka tersebut akan
dikuburkan di Pondok Rangon, Jakarta Timur.
Terkait pembantaian terduga teroris yang dilakukan
pihak Polri, Pengamat Teroris, Noor Huda Ismail Mengkritisi sejumlah
penggrebegan terduga teroris yang selalu berujung penembakan yang menewaskan si
terduga. Noor Huda mengungkapkan model seperti itu ada dua hal yang kehilangan
yaitu informasi intelejen dan rasa haus masyarakat terhadap wacana narasi
tunggal polisi terduga teroris itu terpenuhi.
Selain itu ada rumor di luar, pembunuhan terhadap
target terduga teroris yang dilakukan pihak Polri, khususnya Desus88, satu
nyawa terduga teroris berharga Rp700 miliar. Dana tersebut langsung dicairkan
oleh pemerintah Amerika Serikat, sebagai induk semang terorisme internasional
dan yang paling berkepentingan dengan kelompok islam garis keras yang
menentangnya.
Jika pihak polri maupun Densus88 berhasil
membunuhnya satu nyawa dihargai Rp 700 miliar, namun jika hanya menangkap
hidup, pihak Densus88 hanya mendapatkan setengahnya alias Rp 350 miliar saja,
sebagai ganti biaya operasi yang dikeluarkan pihak Polri. Jika kali ini
berhasil membunuh terduga teroris hingga Enam nyawa, tinggal hitung saja,
berapa uang yang diterima. Namun, kebenaran isu itu sulit dibuktikan dan tak
ada yang berani diklarifikasi.(*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar