Salah satu cara yang digunakan Barat untuk menghambat tegaknya kembali Khilafah adalah propaganda jahat. Barat dan kaki tangannya di negeri Islam secara sistematis berusaha mengkaitkan perjuangan Khilafah dengan terorisme atau tindakan kekerasan. Bulan Desember 2004, The Nixon Center, sebuah lembaga penelitian nirlaba di Amerika yang didirikan oleh mantan Presiden AS Richrad Nixon, merilis buku berjudul, Hizb at-Tahrir: Islam’s Political Insurgency, karya Zeyno Baran. Telaah Kitab kali ini bermaksud memaparkan sejauh mana pandangan penulis buku ini terhadap Hizbut Tahrir (HT), yang diklaim didasarkan pada sejumlah penelitian ilmiah, dan apa saja yang perlu dikritisi atas pandangan tersebut.
Dalam pengantar buku ini, Presiden The Nixon Center Dimitri K. Simes memberikan catatan tentang pentingnya buku ini. Temuan dan rekomendasi dari risalah ini sangat penting guna memastikan keamanan AS dalam jangka panjang. Baran mengatakan, tujuan dari bukunya ini adalah untuk memberikan gambaran yang jelas tentang sebuah kelompok yang berada di garis depan dalam pemikiran gerakan Islam radikal. Menurutnya, perang melawan terorisme bukanlah perang yang sesungguhnya, tetapi perang yang sesungguhnya adalah perang ideologi. “Terorisme sendiri hanyalah alat; kita harus melihat tujuan politis yang menggunakannya,” tulisnya.
Beberapa Catatan Kritis
Sebagaimana lazimnya, buku kajian yang dilakukan Barat tentang Islam atau kelompok Islam yang mereka tuduh radikal penuh dengan manipulasi di sana-sini. Beberapa penyakit kajian Barat tentang Islam seperti generalisasi, bias, standar ganda, data yang tidak obyektif, dan narasumber yang tidak seimbang menjadi penyebab mengapa buku ini penuh dengan kecacatan. Sepertinya memang buku ini ditulis dengan maksud tertentu untuk membuat citra negatif terhadap Hizbut Tahrir sekaligus untuk menghasut negera-negara Barat dan Dunia Ketiga untuk membendung perkembangan HT. Beberapa catatan kritis dari buku ini antara lain:
Mengaitkan Hizbut Tahrir dengan tindakan terorisme.
Nafsu untuk mengaitkan HT dengan terorisme sangat dominan dalam tulisan Baran ini. Seperti yang ditulisnya sendiri, menghancurkan citra HT sebagai gerakan non violance (tanpa kekerasan) adalah first step (langkah pertama) yang penting. Tidak aneh, kalau Baran menggunakan logika yang dangkal dan terkesan dipaksakan untuk mengaitkan HT dengan kekerasan. Menyadari garis perjuangan HT dalam menegakkan Khilafah memang tidak menggunakan kekerasan, Baran mencari-cari alasan agar HT tetap dikaitkan dengan kekerasan. Hal ini tampak dari argumentasinya yang menempatkan HT dalam posisi bukan pelaku langsung kekerasaan, tetapi “memberikan landasan ideologis, memberikan inspirasi, dan menumbuhsuburkan tindakan terorisme.”
Baran membangun argumentasinya dengan suatu asumsi: Kekerasan adalah alat yang digunakan oleh Islamis radikal dalam “perang pemikiran” yang lebih luas melawan demokrasi liberal Barat (hlm. 7). Namun sayang, asumsi ini tidak dibangun atas atas dasar argumentasi yang logis. Kegagalan awal dari asumsi ini adalah tidak adanya kejelasan defenisi apa yang dimaksud oleh Baran dengan Islamis radikal. Kalau HT masuk dalam kelompok radikal, asumsi ini menjadi rontok, karena HT sudah jelas-jelas menyebutkan tidak menggunakan kekerasan dalam perjuangannya.
Anehnya, untuk menunjukkan HT adalah kelompok radikal yang menggunakan kekerasan, Baran mengutip pendapat Sayyid Qutb yang menurut Baran mengesahkan penggunaan kekerasan jihad untuk menegakkan Khilafah (hlm 7). Padahal sangat jelas, Sayyid Qutb bukanlah anggota HT, apalagi menjadi pemimpin HT yang menyusun pimikiran-pemikiran HT. Baran gagal mencari satu pun dari buku-buku sah HT (mutabbanĂ¢t) yang menyatakan perjuangan penegakan Khilafah oleh HT ditempuh dengan menggunakan kekerasan. Sekarang, perhatikan argumentasi Baran berikut ini:
HT selalu menolak kekerasan. Namun, kelompok-kelompok lain yang mempunyai tujuan sama tetapi menggunakan kekerasan untuk mencapai tujuan itu tidak pernah dikutuk oleh HT. HT tidak pernah mencela serangan teroris….HT aktif melakukan pembinaan ideologi kaum Muslim, sementara organisasi-organisasi lain menangani perencanaan dan pengeksekusian serangan teroris. Meskipun menolak deskripsi ini, sekarang ini secara de facto HT merupakan perantara bagi teroris.
Baran menuduh HT tidak berkomentar terhadap berbagai serangan bom yang ada didunia ini. Baran keliru. HT Inggris, misalnya, secara terbuka menyatakan ketidaksetujuannya terhadap aksi bom di London baru-baru ini. HT Inggris juga pernah mengeluarkan komentar ketidaksetujuannya dengan aksi bom di Madrid yang menewaskan rakyat sipil yang tidak bersalah. Di Indonesia, HT Indonesia mengeluarkan banyak siaran pers yang mengharamkan pembunuhan rakyat sipil yang tidak bersalah dan penghancuran fasilitas umum saat terjadinya berbagai aksi bom di Indonesia. Hal ini bisa dilihat di berbagai website resmi HT.
Tuduhan terhadap HT sebagai pengemban ideologi perantara atau pemberi inspirasi bagi tindakan terorisme juga sangat lemah. Tidak ada uraian yang jelas dan detail, pandangan ideologi mana dari HT yang melegalkan penggunaan kekerasan dalam perjuangannya menegakkan Khilafah dan syariah. Kalau dikatakan memberikan inspirasi, ini juga jelas sangat kabur. Kalau setiap yang memberikan inspirasi disebut teroris, maka AS-lah yang paling layak disebut teroris. Sebab, justru banyak aksi kekerasan merupakan reaksi dari kebijakan AS yang menindas di Dunia Islam. Artinya, AS bisa dianggap telah memberikan inspirasi bagi tumbuhnya kelompok-kelompok yang melakukan perlawanan terhadap Amerika seperti yang terjadi di Irak saat ini. Bukankah perlakuan kejam tentara AS di penjara Guantanamo dan pembunuhan oleh tentara AS terhadap rakyat sipil adalah di antara faktor yang menimbulkan perlawanan terhadap AS?
Masih belum puas dengan argumentasi di atas, Baran berupaya mengaitkan HT dengan kekerasaan, dengan tuduhan bahwa pecahan-pecahan HT seperti Al-Muhajirun (1996) telah mengeluarkan pernyataan yang mendukung terorisme. HT juga dikaitkan dengan gerakan Palestinian Islamic Jihad (1958), Akromiyah di Uzbekistan (1996), dan Hizb un-Nusrat (1999). Kelompok-kelompok ini dianggap merupakan ‘lulusan’ HT yang melakukan tindakan kekerasaan.
Sebagai sebuah organisasi Islam dunia, jelas HT berinteraksi dengan kelompok-kelompok Islam lainnya. Namun, bukan berarti HT sama dengan kelompok-kelompok tersebut. Penggunaan istilah ‘lulusan’ HT juga lucu. Apakah kalau seseorang lulusan Universitas Harvard melakukan tindakan terorisme, bisa disimpulkan bahwa Harvard juga adalah lembaga teroris. Apalagi Baran mengatakan kelompok-kelompok itu merupakan pecahan HT. Kalau pecahan, tentu saja artinya kelompok tersebut tidak sejalan lagi dengan HT sehingga dia keluar atau membentuk organisasi baru. Kalau sejalan, mengapa disebut pecahan? Jelas ini mengada-ada.
Menuduh HT menyebarkan ideologi kebencian, anti-Semit, anti-Amerika, dan anti-Barat.
Tuduhan bahwa HT menyebarluaskan kebencian juga sangat kabur dan cenderung merupakan propaganda. Pertama: tidak semua kebencian itu salah; bergantung pada apa yang kita benci dan apa alasan kita membencinya. HT merupakan partai politik yang sangat membenci penindasan yang dilakukan oleh Israel di Palestina, kekejaman dan penjajahan AS di Irak dan Afganistan, termasuk pembunuhan rakyat sipil di sana.
Apakah salah kalau HT membenci semua itu. Inilah yang tidak didudukkan persoalannya oleh Baran. Dia sekadar membangun propaganda bahwa HT membangun kebencian terhadap Amerika Serikat atau Barat. Baran sengaja menutupi bahwa yang dibenci oleh HT adalah penindasan dan penjajahan dalam segala bentuk yang dilakukan oleh AS. HT membenci ideologi Kapitalisme yang diterapkan saat ini, yang telah menyebabkan penderitaan umat manusia. Jadi, HT bukan membenci orang AS sebagai manusia. Apalagi tidak semua warga AS setuju terhadap kebijakan Bush yang memang kejam.
Lalu berkaitan dengan tuduhan anti-Semit yang sering dilekatkan pada HT. Berulang-ulang HT mengatakan, yang ditentang oleh HT adalah berdirinya negara Israel yang menjajah Palestina dan sikap kejam negara zionis itu terhadap rakyat Palestina. Islam sendiri tidak mempersoalkan keberadaan orang-orang Yahudi atau Nasrani. Sejarah keemasan Islam dihiasi dengan bagaimana rukun dan damainya kehidupan penganut agama Islam, Nasrani, dan Yahudi di Palestina dan Spanyol. Akan tetapi, Baran sengaja menutupi hal ini. Jelas ini adalah ketidakjujuran yang nyata dari seorang yang mengklaim peneliti.
Kedua: Baran mengatakan, kebencian HT tanpa bukti. “Kebencian HT terhadap AS jauh lebih parah daripada pernyataan tanpa bukti tentang imperialisme.” (hlm. 13). Padahal imperialisme AS di dunia sejak zaman kolonial hingga sekarang adalah bukti yang tidak terbantahkan dan kasatmata. Media masa dunia pun secara terbuka menampilkan kekejaman tentara AS saat menghujani Fallujah dengan bom-bom kimia yang berbahaya. Jelas, ada foto-foto yang menunjukkan perlakuan kejam AS terhadap para tahanan Muslim di Guantanamo Kuba dan Ghuraib Irak. Bahkan badan-badan internasional HAM termasuk PBB pun telah mengeluarkan pernyataan kecamannya terhadap pelanggaran HAM yang dilakukan oleh AS. Ribuan orang ikut berkampanye menentang kebijakan imperialisme Bush mulai dari Eropa, Amerika, sampai Asia. Jadi, sungguh lucu kalau Baran mengatakan, HT tidak bisa memberikan bukti tentang imperialisme AS.
Mengaitkan HT dengan Komunisme.
Sepertinya, mengaitkan HT dengan komunisme penting bagi Baran untuk menjadikan HT musuh bersama Barat sebagai mana Komunisme dulu. Untuk itu Baran menulis, “Bahkan, HT meminjam filosofi metodologi secara langsung dari Marxisme-Leninisme. An-Nabhani menggunakan prinsip-prinsip organisasi Marxisme-Leninisme, mengawinkan ideologi Islam dengan taktik dan strategi Leninis.” (hlm. 24).
Kesalahan mendasar Baran adalah terlampau gampang membuat generalisasi saat melihat ada yang mirip antara pemikiran HT dan komunis. Karena ada hirearki dan desentralisasi, dikatakan oleh Baran, HT mirip komunis. Lantas, bagaimana dengan militer atau organisasi gereja yang juga bersifat hierarkis, apakah lantas bisa disebut komunis. Alasan lain, menurutnya HT bersifat otoriter, tidak memberikan ruang perbedaan pendapat, dan mengeluarkan anggotanya yang tidak setuju dengan filosofi partai. Baran sengaja menutupi fakta, bahwa setiap organisasi pasti memiliki pemikiran-pemikiran mendasar yang harus dipatuhi oleh anggotanya, dan tentu saja wajar kalau yang tidak setuju dikeluarkan. Ini sebenarnya prinsip sederhana dalam organisasi apa pun.
Hal lain yang diangkat oleh Barat adalah cita-cita HT yang dianggap utopis, sama dengan cita-cita komunis yang ingin menciptakan masyarakat dongeng. Untuk kasus Komunisme, Baran mungkin tepat, sebab masyarakat komunis hingga saat ini tidak pernah terwujud. Akan tetapi, untuk kasus HT, Baran keliru besar. Cita-cita yang ingin diwujudkan oleh HT bukanlah utopis apalagi dongeng, karena sudah pernah terwujud di tengah-tengah kaum Muslim. Penerapan seluruh aturan Allah oleh Daulah Islam sudah dipraktikkan Rosulullah saw., yang kemudian diikuti oleh para khalifah. Jadi, cita-cita itu sudah pernah terwujud, bukan utopis. HT sesungguhnya hanya ingin melanjutkan kembali kehidupan Islam yang terputus tersebut.
Tuduhan bahwa HT bergerak berdasarkan sel rahasia seperti Komunisme juga adalah bohong. Di beberapa negara, HT bergerak secara terbuka. Di Indonesia HT memiliki kantor dan juru bicara yang bisa dikontak kapan saja; pengurus-pengurus HT di daerah seluruh Indonesia juga dengan gampang bisa diketahui dan ditemukan. Memang, di daerah lain seperti di Timur Tengah HT lebih hati-hati, namun hal ini bukan karena sistem sel rahasia, tetapi akibat sikap refresif yang dilakukan oleh para tiran dukungan Barat di sana yang sering menangkap dan membunuh para aktivis HT yang mereka jumpai. Yang paling lucu mungkin adalah penggunaan selebaran oleh HT, yang oleh Baran dikatakan mirip komunis. Padahal pasukan AS juga menggunakan selebaran di Afganistan dan Irak untuk membujuk rakyat Irak dan Afganistan.
Pernyataan Baran bahwa HT mirip Komunisme ini justru menunjukkan bahwa Baran memang bukan pakar tentang HT atau memang dia memiliki maksud tertentu. Sebab, kalaulah dia pakar, dia akan mengetahui bahwa banyak buku-buku HT yang justru mengkritisi pemikiran komunis dengan menunjukkan kesalahannya dan pertentangannya dengan Islam.
Manipulasi Data
Buku Baran ini juga banyak menggunakan data-data yang tidak akurat. Sebagai contoh, HT Inggris menerbitkan majalah bulanan Al-Wa‘ie untuk didistribusikan di Indonesia.[2] (hlm. 36). Padahal majalah Al-Wa‘ie yang tersebar di Indonesia dibuat dan dicetak di Indonesia. Baran juga menggunakan kata-kata yang menunjukkan ketidakpastian, namun tanpa ada usaha melakukan klarifikasi langsung kepada pengurus HT, yang sebenarnya sangat gampang ditemui di Inggris, Indonesia, dan daerah-daerah lainnya. Berkaitan dengan dana HT, Baran menulis:
Para pakar dan anggota komunitas intelijen internasional berspekulasi bahwa HT didanai oleh para sponsor dari Iran, negara-negara Teluk, dan Arab Saudi. HT juga bisa jadi menerima dana dari Afganistan era Taliban. Arab Saudi diyakini mendukung publikasi HT (penerjemahan, pencetakan, dan bahkan pemilihan judul), tetapi tampaknya berhenti setelah peristiwa 11/9. Pada akhir 1950-an bahkan ada rumor bahwa HT didanai oleh CIA. (hlm. 51).
Perhatikan penggunaan kata-kata ‘berspekulasi’, ‘bisa jadi’, ‘diyakini’, dan ‘rumor’. Semuanya menunjukkan informasi yang tidak menyakinkan. Tampaknya, Baran ingin membangun opini yang menyesatkan, seakan-akan HT didukung oleh Saudi, Taliban, Iran, atau CIA.
Kata ‘mungkin’ juga digunakan untuk mengaitkan HT Indonesia dengan Jamaah Islamiyah: “Ini terlepas dari fakta bahwa HT mungkin memiliki kaitan dengan kelompok ekstremis pro-kekerasan seperti Jamaah Islamiyah, kelompok yang bertanggungjawab atas peristiwa Bom Bali pada Oktober 2002.” (hlm. 43). Baran tidak berusaha mengklarifikasi masalah ini kepada pengurus resmi HT Indonesia. Kemungkinan HTI terkait dengan JI jelas tidak beralasan. Baran lagi-lagi menutupi kenyataan bahwa HT Indonesia dalam berbagai siaran pers, buletin, atau wawancara dengan media menyatakan ketidaksetujuannya dalam berbagai kasus bom di Indonesia yang dituduh oleh Barat sebagai hasil kerjaan Jama’ah Islamiyah.
Rekomendasi Penting
Buku ini ditutup dengan rekomendasi Nixon Center untuk menghadapi Hizbut Tahrir. Beberapa rekomendasi penting itu antara lain:
AS harus merehabilitasi kredibilitas dan otoritas moralnya sehingga kaum Muslim dapat kembali terilhami oleh nilai-nilai yang dianut AS.
AS harus mengubah persepsi bahwa kebijakan luar negerinya “tidak adil”.
AS harus membantu kaum Muslim dalam meningkatkan kondisi sosio-ekonomi mereka secara nyata; AS juga harus fokus menghilangkan ketidakadilan distribusi kekayaan, korupsi, dan kronisme.
AS harus memperkuat elemen moderat di dalam masyarakat Muslim. Untuk mendukung kelompok moderat ini, AS juga dapat memberikan ruang bagi kelompok-kelompok Islam yang mempromosikan toleransi dan dialog antar-agama, dan tidak membiarkan kalangan radikal mendominasi arus utama. Perlu juga ada forum formal, seperti PBB, di mana negara-negara Muslim moderat dapat menyampaikan pandangan-pandangannya. AS juga perlu mendukung pendidikan Muslim moderat yang mendukung kerukunan antar-agama dan kebudayaan serta mengadopsi nilai-nilai demokrasi dan kemajuan ilmu pengetahuan sebagai bagian dari ajaran Islam. Yang juga perlu dilakukan ialah memperbarui pendekatan legal dan konstitusional internasional untuk memerangi kelompok-kelompok seperti HT. (hlm. 5).
Tampaknya rekomendasi ini dalam beberapa hal sudah dijalankan oleh pengambil kebijakan AS, seperti mendukung kelompok moderat serta penyebarluasan ide-ide demokrasi, dialog antar umat beragama, dan lain-lain. Yang belum dan tampaknya sulit dilakukan oleh AS adalah membangun sistem masyarakat yang adil dan sejahtera. Bagaimana mungkin itu bisa dicapai dengan sistem Kapitalisme. Sebab, sistem Kapitalisme itulah yang menjadi pangkal ketidakadilan dunia saat ini, baik secara ekonomi maupun politik, khususnya di Dunia Ketiga saat ini . ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar