Soal Pidato
Tito, Hidayat Nur Wahid: Jangan Hilangkan Jejak Ulama
TEMPO.CO,
Jakarta - Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Hidayat Nur Wahid turut
mengomentari pidato Kepala Kepolisian RI Jenderal Tito Karnavian soal
organisasi kemasyarakatan atau ormas Islam Nahdlatul Ulama (NU) dan
Muhammadiyah. Hidayat meminta Tito tidak melupakan sejarah (jasmerah) dan
jangan sekali-kali menghilangkan jejak ulama (jashijau).
“Tidak hanya
jasmerah, tapi juga jashijau. Peran Muhammadiyah dan NU pastilah diakui. Tapi
mereka pun mengakui peran ormas dan orpol Islam lain,” cuit Hidayat Nur Wahid
melalui akun Twitter-nya, @hnurwahid, Rabu, 31 Januari 2018.
Dalam
pidatonya, Tito mengatakan ormas Islam NU dan Muhammadiyah layak didukung
karena berjasa kepada Indonesia serta pro-Pancasila. Tito juga menuturkan
organisasi Islam lain tidak ikut andil dalam mendirikan bangsa dan tidak
pro-Pancasila.
Menurut
Hidayat, ada banyak ormas dan organisasi politik Islam yang turut andil
mendirikan Indonesia, di antaranya Jam'iyatul Khair, Persatuan Umat Islam
(PUI), Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII), dan Masyumi. Selain itu, banyak
ulama dari berbagai ormas dan orpol Islam berperan dalam kemerdekaan Indonesia,
bukan hanya tokoh Muhammadiyah, seperti Ki Bagus Hadikusumo, atau tokoh NU, KH
Wahid Hasyim. “Tapi juga tokoh PUI, Anwar Sanusi; tokoh PSII, Abikoesno
Tjokrosoejoso; tokoh PII, Kasman; serta tokoh Masyumi, Mohammad Natsir.
Cendekiawan
muslim, Azyumardi Azra, menilai Tito Karnavian termasuk dalam banyak tokoh
Indonesia yang tidak paham akan sejarah negerinya sendiri. “Banyak orang tidak
tahu tentang eksistensi ormas Islam di Indonesia,” ujar Azyumardi saat
dihubungi Tempo pada Rabu, 31 Januari 2018.
Bukan hanya
Kapolri, ujar Azyumardi, yang kebetulan terungkap ketidaktahuannya. “Seandainya
ditanyakan kepada pejabat atau tokoh-tokoh negeri ini, sedikit dari mereka yang
paham.”
Azyumardi
menjelaskan, tidak hanya NU dan Muhammadiyah, sejak dasawarsa pertama abad
ke-20 sudah berdiri ormas Islam lain di berbagai penjuru Nusantara, seperti
Syarikat Dagang Islam yang kemudian berganti nama menjadi Syarikat Islam.
Selain itu, ada Jam'iyatul Khair, Persatuan Ummat Islam, Al-Irsyad
Al-Islamiyyah, Mathlaul Anwar, Persatuan Islam, Al-Washliyyah, Al-Khairat,
Persatuan Tarbiyah Islamiyyah, Al-Ittihadiyyah, Nahdlatul Wathan, Dewan Dakwah
Islamiyyah Indonesia (DDII), dan Hidayatullah.
Tito
berencana mengumpulkan sejumlah ormas Islam untuk meluruskan masalah pidatonya
itu. “Nanti akan ada pertemuan dengan organisasi-organisasi Islam. Kami akan
bersilaturahmi,” kata Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polri Inspektur
Jenderal Setyo Wasisto di Lapangan Tembak Senayan, Jakarta Selatan, Selasa, 30
Januari 2018.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar