Ketika Gojek
Bermetamorfosis Menjadi Perusahaan Fintech
Penulis
Djony Edward - 6 Januari
CEO Gojek
Nadiem Makarim telah melahirkan sebuah start up raksasa yang melibatkan puluhan
ribu tenaga pengojek di seluruh Indonesia, kini bermetamorfosis menjadi sebuah
perusahaan Fintech raksasa.
Nusantara.news,
Jakarta – Garis tangan seseorang sangat tergantung dari ikhtiarnya. Itulah
ilustrasi yang pantas mewakili PT Gojek Indonesia yang diinisiasi oleh Nadiem
Makariem, pendiri sekaligus CEO muda yang namanya makin bersinar.
Bayangkan,
model bisnis teknologi informasi jasa layanan transportasi berbasis kendaraan
bermotor itu yang semula hanya mengelola kumpulan tukang ojek lewat aplikasi
temuannya, kini telah meraksasa menjadi sebuah perusahan financial technology
(Fintech).
Kalau boleh
dibilang, inilah model bisnis paling efisien di dunia abad ini. Hanya bermodal
aplikasi, Nadiem meng-hire ribuan pemilik motor dan mobil untuk dimonetisasi
menjadi uang. Praktis Gojek tak memiliki aset kecuali sistem dan sebuah kantor
kecil di bilangan Mampang Prapatan.
Tentu saja
kehadiran pengelola tukang ojek ini penuh warna. Pada awalnya ditolak dan
bahkan sempat bentrok dengan tukang ojek konvensional, sopir taksi, metromini,
angkot dan mikrolet. Bentrokan tak hanya terjadi di Jakarta, tapi juga meluas
ke Bekasi, Tangerang dan Bogor.
Hal ini
tentu saja membuat pusing Kementerian Perhubungan, karena bingung menyikapi
sebagai perusahaan apa. Apakah perusahaan transportasi atau perusahaan
aplikasi?
Dikatakan
perusahaan aplikasi mengapa memakan kue bisnis transportasi? Dikatakan
perusahaan transportasi, tapi mengapa tak mengurus izin usaha transportasi,
mengurus KIR? Ketegangan pun sempat mewarnai Jabodetabek gegara Gojek.
Menjamurnya
penggunaan jasa Gojek membuat adanya kecemburuan di antara tukang ojek
pangkalan. Pada tanggal 9 Juni 2015 seseorang dalam akun Path menuliskan
insiden bahwa pengemudi Gojek yang dipesannya diusir oleh tukang ojek pangkalan
di Kuningan, Jakarta Selatan, yang tidak terima rezekinya dirampas. Dua kali dia memanggil sopir Gojek, dua kali
pula pengemudi Gojek lari karena takut dipukuli tukang ojek pangkalan.
Akhirnya dia
naik ojek pangkalan dengan tarif jauh lebih mahal dibanding tarif sopir Gojek.
Sekadar diketahui, tarif ojek Gojek lebih pasti karena ditentukan lewat
aplikasi sehingga tidak perlu tawar-menawar.
Kontroversi
GO-JEK dengan ojek pangkalan terjadi karena adanya perbedaan logika. Ojek
pangkalan memegang teguh logika “sopan-santun”. Di dalam pangkalan ojek ada
banyak norma-norma sosial yang harus dipatuhi, seperti harus antre ketika akan
mengambil penumpang dan tidak diperbolehkan mengambil penumpang di wilayah yang
bukan area-nya.
Sementara
itu, logika Gojek adalah logika korporasi yang semua harus serba teratur dan
pasti, baik dari segi harga, pelayanan, dan asuransi. Ketika driver Gojek
datang mengambil penumpang tanpa antre dan tanpa mematuhi batas-batas wilayah,
ojek pangkalan menganggapnya sebagai tindakan yang tidak mematuhi norma sosial
pangkalan. Hal ini yang menyebabkan keduanya seringkali berkonflik.
Melebarkan
sayap
Setelah
diterbitkan aturan Kementerian Perhubungan, dan harus mengurus segala sesuatu
yang terkait bisnis transportasi, ketegangan itu sedikit mereda. Walau masih
ada persoalan tersisa, seperti keharusan mengurus KIR, membuat badan hukum dan
lainnya.
Faktanya,
kini Gojek telah melebarkan sayap bisnisnya ke beberapa kota besar di tanah
air. Selain di Jabodetabek, Gojek juga telah hadir di Bali, Bandung, Surabaya,
Makassar, Medan, Palembang, Semarang, Solo, Malang, Yogyakarta, Balikpapan,
Manado, Bandar Lampung, Padang, Pekanbaru, dan Batam.
Hingga bulan
Desember 2017, aplikasi Gojek sudah diunduh sebanyak hampir 20 juta kali di
Google Play pada sistem operasi Android. Saat ini juga ada untuk iOS, dan App
Store.
Layanannya
Gojek pun terus berkembang, mulai dari GoRide, GoCar, GoFood, GoSend, sampai
GoMap. Selain itu juga memiliki lini layanan bisnis GoPay, GoBills, GoPoints,
GoPulsa, GoShop, GoMart, GoBox, GoMassage, GoClean, GoGlam, GoTix, GoAuto,
GoMed, GoBusway.
Tentu saja
aneka layanan itu pada gilirannya membuat bisnis Gojek makin terdiversifikasi.
Belakangan sedang di-arrange GoTax, yakni layanan pembayaran pajak lewat
aplikasi Gojek. Tentu saja ini menyangkut angka besar. Kalau penerimaan pajak
tiap tahun sekitar Rp1.200 triliun, maka jika Gojek mendapat amanah dari
pembayar pajak 10% saja, maka ada peluang bisnis sebesar Rp120 triliun.
Metamorfoasis
jadi Finctech
Dengan
segala warna-warni sejarah Gojek, dinamika di lapangan, aneka layanan dan jasa,
tentu saja membuat Nadiem Makarim makin terangsang meningkatkan kapasitas
Gojek. Kalau semula hanya mengembangkan aplikasi layanan seputar transportasi,
kini telah bermetamorfosis menjadi bisnis Finctech.
Karuan saja
Gojek dikabarkan baru saja mendapatkan suntikan dana sebesar US$1,2 miliar atau
sekira Rp16,2 triliun dari raksasa teknologi asal China, Tencent.
TechCrunch
melaporkan bahwa kesepakatan itu sudah ditandatangani sejak Juni 2017. Hanya
saja hingga kini kedua pihak masih belum memberikan pernyataan resmi terkait
pendanaan tersebut.
Dengan tambahan
dana segar ini, otomatis valuasi Gojek saat ini sudah menyentuh angka US$3
miliar (sekitar Rp39,98 triliun). Angka itu setara dengan kompetitornya asal
Singapura, Grab, meski masih selisih jauh dari Uber dengan valuasi mencapai
US$60 miliar (Rp799, triliun).
Sebelum
mengantongi tambahan dana dari Tencet, pada Agustus 2016 Gojek juga baru
mendapatkan suntikan investasi sebesar US$550 juta atau Rp7,3 triliun.
Beberapa di
antaranya adalah investor lama alias existing, yakni Sequoia India, Northstar Group,
DST Global, NSI Ventures, Rakuten Ventures dan Formation Group. Sementara itu
sisanya merupakan investor baru, yakni KKR, Warburg Pincus, Farallon Capital
and Capital Group Private Markets.
Saat itu
sudah berhembus kabar ketertarikan induk perusahaan WeChat ini untuk
berinvestasi di Gojek.
Selain
Tencent, kabarnya Alibaba dan layanan keuangan Ant Financial sempat melakukan
pembicaraan dengan Gojek terkait rencana investasi. Meski kemudian keduanya
dikabarkan tidak mencapai kata sepakat.
Tahun lalu,
Gojek sempat mengisyaratkan rencana untuk melakukan ekspansi bisnisnya ke luar
Indonesia, seperti India atau Sri Lanka. Namun begitu, hinga kini rencana
tersebut masih urung terlaksana.
Selain
Gojek, ketertarikan Tencent berinvestasi di layanan penyedia transportasi juga
sudah lebih dulu dilakukan untuk perusahaan taksi online terbesar di China,
Didi Chuxing.
Tencent
diketahui juga membeli 5% saham Tesla pada Maret lalu senilai US$2 miliar.
Pertanyaannya,
untuk apa investor global mau berinvestasi begitu besar di Gojek? Ternyata
memang Gojek telah di-setting menjadi lembaga keuangan terbesar di Indonesia
berbasis teknologi. Banyak yang curiga Gojek mau buat apa berinvestasi sebesar
itu kalau hanya ingin menjadi ‘tukang ojek’. Kini terkuak bahwa lebih masuk
akal Gojek bermetamorfosis menjadi perusahan Fintech.
Apalagi
operasional sudah jalan 4 tahun, tapi tak pernah satu kalipun profit, namun
investor berebut investasi. Bahkan muncul pesaingnya, Grab (lippo) dan Uber,
semakin menambah bingung orang yang menatapnya. Bisnis macam apa ini?
investornya sudah sudah gila-gilaan menanamkan duit begitu besar.
Jawabannya
ternyata pertengahan 2017, Gojek telah dibeli Tencent, pesaing kuat Alibaba
(Jack Ma). Tencent beli Gojek US$1,2 miliar atau setara dengan Rp16,2 triliun
rupiah. Jelas ini pasti bukan perusahaan tukang ojek biasa.
Gojek
ternyata akan jadi lembaga keuangan non bank terbesar di Indonesia.
Dengan
layanan Go-pay, ia mau jadi konglomerasi e-money terbesar, mengejar e-money
milik Mandiri, BNI, BRI sekalipun.
Menurut
riset lembaga survei JakPat pada Desember 2016, prosentase penggunaan GoPay di
Indonesia telah mencapai 27,1%, berada di urutan keempat setelah Mandiri
e-Money (43,8%), BCA Flazz (39,1%), dan Telkomsel T-Cash (29,1%).
Segala jenis
produk yang dikeluarkan, ujungnya untuk meningkatkan transaksi dan database
pelanggan.
Gojek yang
dulu hanya pengelola tukang ojek, kini telah meraksasa menjadi pengelola
Fintech paling complicated. Bayangkan, hanya satu Gojek saja sudah hadir
perusahaan berkapasitas global. Anak muda Nadiem Makarim ini memang gila…![]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar