Berebut
Gedung di Jl. Kembang Jepun No. 37-39, yang Sertifikatnya Diajukan oleh Bos
Alim Markus Gunakan Nama Sopir dan Staf Maspion. Ajuan Sertifikat ini Ditolak
BPN Surabaya, karena Status Staf Alim Markus hanya Sewa. Pemilik HGB adalah
Orang Tionghoa Tua yang Memiliki lahan dan bangunan Sejak 1952
SURABAYAPAGI.com,
Surabaya – Tragis juga nasib Notaris Prof. Lanny Kusumawati, Dra., SH, MH, Dr,
yang berkantor di Jl. Pahlawan Surabaya. Senin (27/11/2017) siang kemarin, ia
dikenakan penahanan kota oleh Kejari Surabaya, atas pasal 263 ayat (2) KUHP
tentang pemalsuan surat. “Bagaimana saya bisa memalsu surat, bila saya
mengeluarkan cover note,’’ jelas Prof. Lanny, yang juga dosen di Ubaya, Senin
malam didampingi oleh Guru Besar Universitas Surabaya (Ubaya) Prof.Dr. Eko
Sugitario.
Menurut
Lanny, ia sudah merencanakan laporan perlindungan hukum ke Kapolri, Kapolda dan
Kejaksaan Agung, tentang dugaan kriminalisasi. ‘’Ini dibelakangnya ada Alim
Markus,’’ duga beberapa keluarga yang memiliki sertifikat HGB No. 22 seluas
2.149 meter 2 di Jl. Kembang Jepun 27-29 Surabaya. Indikasi kuat, pelapor
terhadap notaris Prof. Lanny Kusumawati terdiri Erlina Lanaksita istri dari
Bambang Supomo, pegawai Alim Markus. Juga ada Sukamto Kartono, Alim Markus dan Kasimun
Satpam Maspion. ‘’Opo percoyo sopir, satpam dan pegawai memiliki perusahaan
yang akan membeli gedung di Kembang Jepun yang harganya puluhan miliar?’’ tanya
warga Kembang Jepun, yang berseberangan dengan kantor Maspion.
Kedudukan
Sukamto Kartono, Kasimun dan Bambang Supomo dengan menggunakan PT, adalah sewa-
menyewa dengan klien Prof. Lanny. Jadi, ironis penyewa melaporkan notaris
sebagai pejabat publik yang membuat cover note. ‘’Ini sengketa antara penyewa
dengan pemilik lahan, kok notaris yang dikorbankan. Ini Kriminalisasi oleh
penyewa,’’ komentar notaris yang juga guru Besar Universitas Surabaya.
Awal
kejadian, bermula satu keluarga bernama Ny. Eka Ingwahjuniarti Listuadarma
bersama Ongko Prawiro, Ongko Dirjo, Tirto Suwarno, Ongko Prayitno dan Ong King
Kiong. Mereka mendirikan PT Raja Subur Abadi,
yang didirikan pada tanggal 2 Februari 2012, di hadapan notaris Prof.
Dr. Lanny Kusumawati SH, MHum. PT Ini menyetor modal Rp 500 juta.
Notaris
Prof. Lanny, mengeluarkan cover note No 35/LK/III/2012 tertanggal 16 Maret
2012. Cover note dibuat nama PT Subur Abadi Raja atau kepanjangan PT Perusahaan
Dagang Industri Perhotelan dan Pembangunan Subur Abadi Raja, dahulu bernama NV
Eng Tjhian d/h Asperen & V, Rooy. Perusahaan ini belum dilakukan penyesuaian
dengan UU No. 40 Tahun 2007 tentang PT. Mengingat, sebagai notaris, Prof. Lanny, belum dapat akses nama
PT Subur Abadi Raja.
Dilaporkan
Sopir dan Satpam Maspion
Nama PT
Subur Abadi Raja, ternyata sudah digunakan pihak lain. Maka klien Prof. Lanny,
mendirikan PT Raja Subur Abadi, yang didirikan pada tanggal 08 Mei 2012 dan
telah disahkan oleh Kementerian Hukum dan HAM. Termasuk perubahan Anggaran
dasar yang disesuaikan dengan UU No. 40 Tahun 2007. Dengan demikian terjadilah
Akte No 75 tanggal 26 – 03-2012, dan mendapat persetujuan dari Kementerian
tanggal 29 Mei 2012, dan Anggaran Dasar PT ini telah dimuat dalam Berita Acara
Negara No. 73251 Tahun 2013, tambahan Berita Negara RI Tanggal 11/6-2013 No.
47. Jadi, antara PT Perusahaan Dagang Industri, Perhotelan dan Pembangunan
Subur Abadi Raja atau PT Subur Abadi Raja dengan PT Raja Subur Abadi, pemilik,
nama pemegang saham dan susunan pengurus sama. Tapi dua PT ini masing-masing
berdiri sendiri.
Secara tidak
diduga, Prof Lanny dilaporkan oleh staf Maspion, sopir dan satpam ke
Polrestabes Surabaya, pada tanggal 26 Februari 2016. Prof. Lanny, yang membuat
cover note ke PN Surabaya, ditetapkan sebagai tersangka atas laporan Suwarlina
Linaksita, istri dari Bambang Supomo (78 tahun) staf Maspion. ‘’Apa hubungan saya
dengan Suwarlina maupun Bambang Linaksita. Cover note itu kan untuk Pengadilan.
Dan secara hukum cover note tak berkekuatan hukum digunakan di sidang,’’ jelas
Prof. Lanny, yang tak rela dirinya jadi korban kriminalisasi.
Ia mengajak
beberapa guru besar di Ubaya, antara lain Prof. Eko Sugitario. Salah satunya,
saat disidik, Prof. Lanny, tidak diajak mengikuti gelar perkara. ‘’Tahu-tahu
saya ditetapkan tersangka. Aduh, gila ini,’’ kata Prof. Lanny. Setelah
berunding dengan beberapa tim lawyernya kantor HTP Surabaya, notaris yang suka
kuliah ini akan mengadu ke Kapolri, Kapolda dan Kejaksaan Agung di Jakarta,
untuk memprotes bahwa diduga ada kriminalisasi terhadap dirinya. ‘’Ini kalau
tidak ada orang kuat dibalik laporan sopir Alim Markus, tak mungkin. Apalagi
gelar perkara tanpa melibatkan terlapor. Ini serius. Kita minta perlindungan
dan keadilan sampai ke Kapolri dan Kejaksaan Agung,’’ kata pengacara HTP
berusia muda, Dr. Zamroni dan Raditya MK, SH.
Kejadian
memilukan di Kejari
Dalam
penyerahan perkara Senin siang kemarin, pelapor Bambang Supomo, yang berjalan
tertatah-tatah mengajak wartawan media sosial dan cetak. Mereka diminta
memotret Prof. Lanny. Atas kejadian ini, Prof. Lanny, terganggu, karena hak
privatnya diusik wartawan. Prof. Lanny, akan melaporkan ke Dewan Pers dan PWI
Jatim. ‘’Ini bisa jadi ada skenario menjatuhkan nama baik saya. Asas praduga
tak bersalah diterjang oleh orang-orang yang tak bertanggungjawab,’’ kata
wanita berusia 56 tahun.
Beberapa
anggota kepolisian terheran-heran dengan sikap wartawan yang mengejar Prof.
Lanny, seperti kriminal. ‘’Saya saja tak tahu dijadikan tersangka. Ini
tiba-tiba ditahan kota. Padahal di Majelis Kehormatan Notaris, saya dinyatakan
tidak melanggar apa-apa. Herannya, Polisi kok bisa melebihi kewenangan majelis
kehormatan notaris,’’ tanya wanita kelahiran Tulungagung, tahun 1959. n rmc
Tidak ada komentar:
Posting Komentar