Ahok DKI I Th 2017-2022, Kelemahan Ummat Islam dan Ancaman Disintegrasi Bangsa

Jurnalis Independen: Umat Muslim Itu Hukumnya Wajib Memilih Pemimpin Muslim...Tidak Ada Toleransi Untuk Itu...Sesama Umat Muslim Saya Cuma Mau Mengingatkan Aja, Jangan Sampai Memilih Pemimpin Nonmuslim Karena Itu Dilarang... Begitulah bunyi sebuah cuitan di media sosial (medsos) terkait dekatnya Pemilihan Gubernur di Ibukota Jakarta.

Sebenarnya jika kita, ummat mayoritas di negeri ini mau berpikir jernih, fenomena ketokohan Basuki Tjahaya Purnama (Ahok), tidaklah pernah terjadi. Ahok menjabat Gubernur DKI hingga th 2017 menggantikan Joko Widodo yang kini menjabat sebagai Presiden RI. Sebelumnya, Ahok adalah Wakil Gubernur yang dilantik tahun 2012 lalu.

Saat Joko Widodo menjabat Gubernur, kiprah Ahok sebagai wakil gubernur terbayang oleh sosok Jokowi. Namun, karakter tegas dan keras,memang sudah terlihat oleh warga Jakarta bahkan oleh Rakyat Indonesia. Gencarnya mendia masa dijaman ini, tidak menyembunyikan sedikitpun sepak terjang tokoh-tokoh pemerintahan di pusat ibukota.

Kepemimpinan Ahok sebagai birokrat, semakin menonjol seiring dirinya menggantikan Jokowi yang terpilih menjadi Presiden pada pilpres 2014. Berbarengan dengan muncuatnya kasus-kasus korupsi di wilayah Jakarta, membuat sikap "tegas, jujur dan tidak santun" Ahok memiliki nilai tersendiri khususnya bagi masyarakat Jakarta.

Dalam perjalanannya melanjutkan masajabatannya, cara-cara birokrasi Ahok menghadapi eksekutif dibawahnya, yudikatif, maling anggaran, koruptor sangat mengesankan publik Jakarta. Saat perseteruannya dengan pihak Yudikatif dalam kasus UPS, hingga Ahok keluar dari partai yang mendukungnya saat pilgub 2012 mendapat catatan tersendiri warga Jakarta. Hal itu bahkan kini menjadi modal utama Ahok berpeluang menjadi Gubernur DKI kembali yang akan dilaksanakan 2017.

Bagi sebagaian ummat islam, sentimen "keagamaan dan kesukuan" masih sulit dihindarkan. Jika saat pencalonannya pada 2012 lalu, Ahok hanyalah orang kedua, maka warga Jakarta tak ambil peduli. Namun kali ini adalah hal yang berbeda. Arogansi Ahok sangat kentara ketika menggantikan Jokowi dalam memimpin Jakarta.

Tidak ada norma bagi kepemimpinan Ahok. Semua harusnya menyadari, seperti itulah kebanyakan moralitas, karakter “Suku Cina”. Karakter “arogan” dari Ahok, mendapatkan pembenaran masyarakat lantaran selama ini pemimpin khususnya di DKI selalau menindas tanpa syarat kepada rakyat kecil. Pembagian kue pembangunan dan hasil ekonomi tidakmerata. Hukum tajam kebawah, yang kuat selalu benar, korupsi merajalela dan Ahok melawan semua ini.

Dalam membenahi Jakarta, sebenarnya, Ahok hanya menjalankan apa yang sudah digagas oleh Jokowi. Ahok hanya melanjutkan saja semua program yang telah dirancang dan didobrak oleh Jokowi, karakter Ahok memang tepat. Namun, Islam adalah agama penuh aturan. Hal itu tidak akan bisa dilepaskan. Terutama bagi sebagain masyarakat islam yang memegang teguh syariat dan sadar akan agamanya.

Tidak bisa dipungkiri, hingga munculnya pasangan Jokowi –Ahok pada Pilgub DKI 2012 adalahkesalahan para politisi dan ummat islam sendiri. Mereka terlalu asyik dengan problematika tradisional akut. Berpecah belah dalam masalah yang tidak prinsip. Sementara duduknya pemimpin islam hanya sebagai komuflase,boneka dan cacat moral menambah stigma buruk yang selama ini memang sengaja dicitrakan sejak rezim soeharto. Terpinggirkannya peran islam telah dilakukan secara masif sejak jaman Soeharto berkuasa.

Dalam bidang ekonomi, telah jelas hasil terapan sistem ordebaru yang dilakukan secara masif selama rezim Soeharto. Konglomerat-konglomerat cina, pengemplang uang negara dalam jumlah fantastis melenggang tanpa sanksi hingga detik ini. Semua itu terjadi lantaran adanya kongkalikong dan dibekingi oleh pejabat pemerintahan rezim Soeharto.

Kini, para konglomerat dan taipan terutama yang “berkewarganegaraan” cina telah bersekongkol dan menjadi tulang punggung Ahok dalam eksistensinya sebagai Gubernur Jakarta Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jika tidak ada mujizat yang turun untuk kelangsungan NKRI, maka Ahok dipastikan akan menang dalam pilgub mendatang. Dan Hal ini merupakan babak baru kepemimpinan Warga Negara Cina di Indonesia. Bukankah Hari Tanoe Sudibdjo telah memeprsiapkan dan getol berusaha maju menjadi calon Presiden sejak tahun 2014 lalu? Kekuatan uang dan tangan-tangan hitam internasional menjadi andalan Hari Tanoe menuju RI 1. Ahok merupakan Test cast paling nyata meluluh lantakan Indonesia.

Akhirnya, bisa dimaknai bahwa pertarungan Ahok di Pilgub DKI, juga merupakan pertarungan Hitam-Putih, Keutuhan NKRI-dan slogan palsu NKRI harga mati, pertarungan Islam-Kafir, Pertarungan Kaya-Miskin, Konglomerat-Buruh, Pribumi-Non Pribumi, Pintar-Bodoh, Jujur-Pengkhianat, Pejuang-Komprador. Semua ini terjadi lantaran kesalahan dan kelemahan ummat islam sendiri serta peminggiran secara masif peran ummat islam oleh rezim Soeharto selama 32th. Juga, pemimpin ummat palsu, mengaku muslim tetapi tidak mencerminkan moralitas sebagai ummat panutan Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam.