Jurnalis Independen: Maraknya vonis bebas terdakwa kasus tindak pidana korupsi (Tipikor) di sejumlah pengadilan Tipikor di daerah disebabkan kualitas hakim yang rendah? Itu adalah sebuah pertanyaan kuno!
Kasus Korupsi di negeri ini akan berakhir dengan "kemenangan" tersangka koruptor dengan terhukum ringan bahkan seringkali bebas. Hal itu bisa terjadi lantaran adanya kongkalikong dengan Hakim, Jaksa dan pejabat hukum lainnya.
Karenanya, Setara Institute menilai Mahkamah Agung (MA) bertanggungjawab untuk mengganti dan meningkatkan kualitas moral hakim tersebut. "Ini bermula dari rekrutmen hakim-hakim yang tidak kredibel," jelas Kepala Setara Institute, Hendardi, dalam pesan singkatnya, Selasa (7/11).
Dia mengatakan hakim seperti itu kemudian menjalankan mekanisme yang tidak akuntabel. Hendardi menilai kualitas hakim tipikor di daerah jauh di bawah standar. "MA harus membekukan atau paling tidak menata ulang Pengadilan Tipikor ini. MA juga harus bersikap dan melakukan evaluasi internal terhadap jajarannya," pintanya.
Selain MA, Komisi Yudisial (KY) juga mendapat kritikan Setara, lembaga ini dituntut membentuk tim kajian khusus untuk mengevaluasi praktik peradilan tipikor di daerah. Lalu memeriksa para hakim yang dianggap melakukan pelanggaran etik. Sementara DPR-RI harus memanggil MA dan KY untuk melakukan evaluasi dan identifikasi intervensi legislatif yang dibenarkan oleh Undang-Undang.
Hendardi menyatakan persidangan kasus korupsi di daerah lebih baik dibawa ke Jakarta saja. Namun demikian, pihaknya menyatakan pengawasan adalah yang paling utama. "Selama ini pengawasan pengadilan lemah," ujarnya.
Sementara itu, menurut ICW (Indonesia Koruption Watch) sejak berdirinya Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (PTPK) di daerah kini berubah wajah. Semangat berdirinya PTPK dengan maksud membuat jera koruptor, kini justru menyejukkan mereka. Belum dua tahun berdiri, sudah 40 terdakwa kasus korupsi dibebaskan. Selain itu PTPK menjadi lahan "subur" bagi penegak keadilan tipikor.
"Penilaian ini terjadi akibat maraknya vonis bebas yang terjadi di sejumlah Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di daerah," ujar Pengelola Informasi dan Dokumentasi Indonesia Corruption Watch, Lais Abid .
ICW mencatat kurang dari dua tahun pasca lahirnya UU Pengadilan Tipikor, 40 terdakwa korupsi yang divonis bebas atau lepas. Masing-masing terjadi di Pengadilan Tipikor Samarinda 14 orang, Pengadilan Tipikor Semarang 1 orang, Pengadilan Tipikor Surabaya 21 orang, dan di Pengadilan Tipikor Bandung 4 orang.
"Vonis bebas terdakwa korupsi yang dinilai kontroversial dan mafia peradilan dikhawatirkan menjadi wabah “penyakit” yang akan menyebar ke seluruh Pengadilan Tipikor di daerah," terang Lais. Bisa dibayangkan jika Mahkamah Agung menargetkan Pengadilan Tipikor di 33 provinsi.
Karenanya, penguatan fungsi pengawasan semua pihak dan proses seleksi hakim tipikor secara ketat dengan memprioritaskan kualitas dan integritas mutlak dilakukan. Jika tidak, penyakit bawaan berupa vonis bebas bagi koruptor dan mafia peradilan akan menyebar.
"Dan ini akan menjadi malapetaka bagi pengadilan tipikor dan membuat pemberantasan korupsi menjadi sia-sia," katanya lagi. Agar mafia peradilan tak menjalar ke semua pengadilan tipikor, perlu evaluasi keberadaan hakim-hakim tipikor baik karir dan adhoc di seluruh pengadilan tipikor di daerah.
Dikatakan Lais, tak dipungkiri lagi, akibat vonis bebas, banyak pihak mulai meragukan integritas dan kualitas pengadil kasus-kasus korupsi. Keraguan ini dapat dilihat misalnya dari figur Hakim Ad, Ramlan Comel Hakim Adhoc Pengadilan Tipikor yang telah membebaskan dua terdakwa Mochtar Muhammad (Walikota Bekasi) dan Eep Hidayat (Bupati Subang).
Ramlan pernah menjadi terdakwa kasus korupsi dana overhead di perusahaan PT Bumi Siak Pusako Rp 1,8 miliar. Pada 2005 di Pengadilan Negeri Pekan Baru, Comel divonis dua tahun penjara, meski akhirnya bebas di tingkat Pengadilan Tinggi Riau di tahun yang sama dan MA pada 2006 (Putusan Nomor 153K/PID/2006).
Sekedar mengingat kasus mencolok yang dilakukan oleh pengadilan tipikor, yaitu bebasnya Ketua DPRD Kutai Kartanegara.
Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi atau Tipikor kembali membebaskan terdakwa korupsi. Hakim Pengadilan Tipikor Samarinda, Kalimantan Timur, Selasa (1/11), memvonis bebas Ketua DPRD Kutai Kartanegara nonaktif, Salehuddin.
Ketua majelis hakim Pengadilan Tipikor Samarinda Dehel K. Sandan dan dua hakim ad hoc, Medan Parulian Nababan dan Abdul Gani, memberikan vonis bebas setelah menyatakan terdakwa Salehuddin tidak bersalah. Perbuatan terdakwa dianggap tidak bertentangan dengan hukum meski terbukti menerima dana anggaran daerah (APBD) untuk operasional pimpinan DPRD sesuai dengan dakwaan.
Kasus korupsi ini bermula dari temuan Badan Pemeriksa Keuangan pada anggaran operasional DPRD Kutai Kartanegara senilai Rp 2,98 miliar yang diduga disalahgunakan 40 anggota Dewan setempat periode 2004-2009.
Usai sidang pembacaan vonis Salehuddin, hakim Pengadilan Tipikor juga membebaskan dua terdakwa anggota DPRD Kutai Kartanegara nonaktif, yakni Abu Bakar Has dan Abdul Sani.
Sehari sebelumnya, pengadilan yang sama juga membebaskan empat terdakwa lainnya dalam perkara korupsi. Berarti, kini sudah tujuh dari 15 terdakwa korupsi kasus DPRD Kutai Kartanegara yang divonis bebas oleh hakim Pengadilan Tipikor Samarinda.
Bila kita mau memperhatikan akhir hayat para penegak hukum di negeri ini, terutama para hakim dan jaksa, tentu para penegak hukum itu tidak akan mau melakukan kongkalikong dan menyelewengkan jabatannya. Sebab mereka mati secara perlahan dengan tubuh digerogoti penyakit kutukan dan azab Tuhan. Namun sayang, banyak diantara mereka yang bebal dan tidak memperhatikannya lantaran tertutup mata hatinya oleh syetan yang terkutuk. (rep/mnt)
Selasa, 08 November 2011
Jurnalis Independen: Cliff Alexander Godlif Muskita dan Lutfi Adyaksa Diputra bukanlah remaja biasa. Dua remaja bersahabat ini senang melakukan percobaan-percobaan berbasis ilmu pengetahuan alam. Cliff dan Lutfi kebetulan memang siswa SLTA jurusan IPA di SMA Cakra Buana Pancoranmas, Depok, Jawa Barat.
Eksperimennya tidak main-main. Mereka mencoba mengaplikasikan ide memanfaatkan air hujan menjadi energi yang lebih bermanfaat selain sekadar untuk membasahi tanah atau menyiram tanaman. Dengan bekal bimbingan para guru dan dukungan orangtua, Cliff dan Lutfi melakukan percobaan berdasarkan pada teori dari ilmuwan asal Inggris, Michael Faraday.
Usaha dan ketekunan Cliff dan Lutfi tidak sia-sia. Mereka menghasilkan sebuah alat yang belum diberi nama. Alat tersebut bisa menghasilkan energi listrik yang berasal dari tetesan air hujan. Peralatan itu terdiri dari lilitan kawat yang dibentuk menjadi sebuah kumparan yang ditempelkan dengan medan magnet. Ketika tetesan air hujan jatuh menyentuh alat tersebut, maka muncullah energi listrik. Makin banyak kumparan dibuat, maka kian tinggi pula energi listrik yang dihasilkan.
Hasil temuan dua remaja berbakat ini sangat menggembirakan. Karya mereka mendapat penghargaan di Olimpiade Penelitian Siswa se-Indonesia Oktober silam. (BJK/Vin)
Eksperimennya tidak main-main. Mereka mencoba mengaplikasikan ide memanfaatkan air hujan menjadi energi yang lebih bermanfaat selain sekadar untuk membasahi tanah atau menyiram tanaman. Dengan bekal bimbingan para guru dan dukungan orangtua, Cliff dan Lutfi melakukan percobaan berdasarkan pada teori dari ilmuwan asal Inggris, Michael Faraday.
Usaha dan ketekunan Cliff dan Lutfi tidak sia-sia. Mereka menghasilkan sebuah alat yang belum diberi nama. Alat tersebut bisa menghasilkan energi listrik yang berasal dari tetesan air hujan. Peralatan itu terdiri dari lilitan kawat yang dibentuk menjadi sebuah kumparan yang ditempelkan dengan medan magnet. Ketika tetesan air hujan jatuh menyentuh alat tersebut, maka muncullah energi listrik. Makin banyak kumparan dibuat, maka kian tinggi pula energi listrik yang dihasilkan.
Hasil temuan dua remaja berbakat ini sangat menggembirakan. Karya mereka mendapat penghargaan di Olimpiade Penelitian Siswa se-Indonesia Oktober silam. (BJK/Vin)
Dua Pelajar SMA Temukan Listrik dari Air Hujan
Jurnalis Independen: Cliff Alexander Godlif Muskita dan Lutfi Adyaksa Diptura bukanlah remaja biasa. Dua remaja bersahabat ini senang melakukan percobaan-percobaan berbasis ilmu pengetahuan alam. Cliff dan Lutfi kebetulan memang siswa SLTA jurusan IPA di SMA Cakra Buana Pancoranmas, Depok, Jawa Barat.
Eksperimennya tidak main-main. Mereka mencoba mengaplikasikan ide memanfaatkan air hujan menjadi energi yang lebih bermanfaat selain sekadar untuk membasahi tanah atau menyiram tanaman. Dengan bekal bimbingan para guru dan dukungan orangtua, Cliff dan Lutfi melakukan percobaan berdasarkan pada teori dari ilmuwan asal Inggris, Michael Faraday.
Usaha dan ketekunan Cliff dan Lutfi tidak sia-sia. Mereka menghasilkan sebuah alat yang belum diberi nama. Alat tersebut bisa menghasilkan energi listrik yang berasal dari tetesan air hujan. Peralatan itu terdiri dari lilitan kawat yang dibentuk menjadi sebuah kumparan yang ditempelkan dengan medan magnet. Ketika tetesan air hujan jatuh menyentuh alat tersebut, maka muncullah energi listrik. Makin banyak kumparan dibuat, maka kian tinggi pula energi listrik yang dihasilkan.
Hasil temuan dua remaja berbakat ini sangat menggembirakan. Karya mereka mendapat penghargaan di Olimpiade Penelitian Siswa se-Indonesia Oktober silam. (bjk/vin/mnt)
Eksperimennya tidak main-main. Mereka mencoba mengaplikasikan ide memanfaatkan air hujan menjadi energi yang lebih bermanfaat selain sekadar untuk membasahi tanah atau menyiram tanaman. Dengan bekal bimbingan para guru dan dukungan orangtua, Cliff dan Lutfi melakukan percobaan berdasarkan pada teori dari ilmuwan asal Inggris, Michael Faraday.
Usaha dan ketekunan Cliff dan Lutfi tidak sia-sia. Mereka menghasilkan sebuah alat yang belum diberi nama. Alat tersebut bisa menghasilkan energi listrik yang berasal dari tetesan air hujan. Peralatan itu terdiri dari lilitan kawat yang dibentuk menjadi sebuah kumparan yang ditempelkan dengan medan magnet. Ketika tetesan air hujan jatuh menyentuh alat tersebut, maka muncullah energi listrik. Makin banyak kumparan dibuat, maka kian tinggi pula energi listrik yang dihasilkan.
Hasil temuan dua remaja berbakat ini sangat menggembirakan. Karya mereka mendapat penghargaan di Olimpiade Penelitian Siswa se-Indonesia Oktober silam. (bjk/vin/mnt)
Senin, 07 November 2011
Kamis, 03 November 2011
Soekarno, Irian Jaya (Freeport), Imperialis & Pemimpin Indonesia Begundal Yahudi!
Jurnalis Independen: Untuk bisa melihat fenomena besar yang terjadi di Irian Jaya (Papua-Freeport), sulit menangkap secara utuh apa sebenarnya yang terjadi jika tidak melihat rangkaian perjalanan perusahaan tambang asing pertama di Indonesia, Freeport.
Iwan Fals Ganti Profesi!
Hilangkan Kejenuhan Sekaligus Ingatkan Bangsa Lewat Mendalang
Jurnalis Independen: Saat "bergerumbul" di hotel Grand Kemang dengan para wartawan Jakarat Selatan usai perskon Opera Diponegoro, Kamis (3/11), musisi senior Iwan Fals mengungkapkan, dirinya menjadi dalang dalam pagelaran tersebut. Bagaimana bisa Iwan jadi dalang? Bisakah? Inilah tutur musisi "Sahabat Pemerintah ini".
"Proses latihannya itu butuh 8 bulan. Nanti waktu pentas semua syairnya udah pakem, udah jadi lagu. Saya tinggal ngikuti alur cerita. Kalo lagu kan biasanya ada bagian bait ini, bait itu. Nah, saya sendiri sudah melakukan itu semenjak dulu," kata Iwan Fals.
Penyanyi yang kini berkacamata itu juga banyak belajar dari lagu Oemar Bakri yang pernah di rilis dan dinyanyikannya. Di mana lagu tersebut memiliki bait yang sudah membentuk jalur cerita sendiri. Dan untuk persiapan pagelarannya tersebut, Iwan memperbanyak istirahat.
"Coba perhatikan lagu saya dengan label Oemar Bakri dan yang lainnya. Baitnya itu kan nggak umum, tapi kalo kita teliti lagi, sebenarnya syair yang saya nyanyikan itu membentuk sendiri ya. Jadi ada ulangannya. Makanya saya perlu waktu 8 bulang untuk membentuk itu. Makanya saya tidak memaksa, tapi akhirnya terbentuk seperti itu," tutup Iwan.
Terakhir kali merilis album berjudul Keseimbangan pada tahun 2010, Iwan Fals sampai saat ini belum berniat merilis album anyar kembali. Untuk menyibukkan diri, Iwan akhirnya mencoba menjadi seorang dalang dalam Pagelaran Opera Musikal Diponegoro. (kpl/dis/aia/mnt)
Jurnalis Independen: Saat "bergerumbul" di hotel Grand Kemang dengan para wartawan Jakarat Selatan usai perskon Opera Diponegoro, Kamis (3/11), musisi senior Iwan Fals mengungkapkan, dirinya menjadi dalang dalam pagelaran tersebut. Bagaimana bisa Iwan jadi dalang? Bisakah? Inilah tutur musisi "Sahabat Pemerintah ini".
"Proses latihannya itu butuh 8 bulan. Nanti waktu pentas semua syairnya udah pakem, udah jadi lagu. Saya tinggal ngikuti alur cerita. Kalo lagu kan biasanya ada bagian bait ini, bait itu. Nah, saya sendiri sudah melakukan itu semenjak dulu," kata Iwan Fals.
Penyanyi yang kini berkacamata itu juga banyak belajar dari lagu Oemar Bakri yang pernah di rilis dan dinyanyikannya. Di mana lagu tersebut memiliki bait yang sudah membentuk jalur cerita sendiri. Dan untuk persiapan pagelarannya tersebut, Iwan memperbanyak istirahat.
"Coba perhatikan lagu saya dengan label Oemar Bakri dan yang lainnya. Baitnya itu kan nggak umum, tapi kalo kita teliti lagi, sebenarnya syair yang saya nyanyikan itu membentuk sendiri ya. Jadi ada ulangannya. Makanya saya perlu waktu 8 bulang untuk membentuk itu. Makanya saya tidak memaksa, tapi akhirnya terbentuk seperti itu," tutup Iwan.
Terakhir kali merilis album berjudul Keseimbangan pada tahun 2010, Iwan Fals sampai saat ini belum berniat merilis album anyar kembali. Untuk menyibukkan diri, Iwan akhirnya mencoba menjadi seorang dalang dalam Pagelaran Opera Musikal Diponegoro. (kpl/dis/aia/mnt)
Selasa, 01 November 2011
Apa Kabar Kasus Nazaruddin
Oleh : Suryopratomo
Saat sedang ramai membicarakan perombakan kabinet, seorang petinggi partai politik anggota koalisi melihat sebelah mata manuver politik tersebut. Ia berpendapat, isu perombakan kabinet hanya sekadar pengalihan dari kasus mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin.
Mengapa ia berpendapat seperti itu? Menurut petinggi parpol tersebut, tidak ada dasar yang kuat bagi dilakukannya perombakan kabinet. Akibatnya, tidak jelas pula kabinet baru yang ingin dibentuk.
Sebaliknya kasus Nazaruddin sendiri praktis menyeret citra Partai Demokrat sampai ke titik nadir. Media massa tidak memiliki isu lain kecuali setiap hari mengangkat kasus Nazaruddin dengan berbagai keterkaitannya. Kalau tidak ada isu lain yang bisa mengalihkan isu Nazaruddin, maka Partai Demokrat akan terus menjadi bulan-bulanan.
Begitu banyak kasus hukum yang sengaja dibuat tenggelam. Kalau tidak dikawal oleh media massa, sangat mudah untuk bisa dilupakan. Kalaupun prosesnya dilanjutkan penuh dengan rekayasa.
Kita tidak bermaksud untuk berprasangka. Buktinya kasus Gayus Tambunan di Pengadilan Negeri Tangerang, di mana tersangka bisa dinyatakan bebas karena direkayasa bersama-sama oleh hakim, jaksa, polisi, dan pengacara.
Praktik seperti itu begitu banyak terjadi. Bahkan ada satu kasus narkoba yang divonis lima tahun oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak bisa dieksekusi. Yang lebih dahulu dieksekusi malah hakim yang menjatuhkan hukuman lima tahun, yang kemudian dipindahkan ke luar Jakarta.
Kalau kita sengaja mengingatkan kasus Nazaruddin karena kasus ini merupakan kasus besar. Kasus ini bisa menjadi pintu masuk bagi pengungkapan korupsi anggaran yang lebih besar. Presiden bahkan menyebutnya sebagai perampokan terhadap uang negara.
Kita terperangah atas kekayaan yang dimiliki politisi muda berusia 32 tahun tersebut. Tanpa ada rekam jejak apa pun di bidang bisnis, bisa kaya raya seperti itu. Kalau kita jeli sebenarnya bisa dilihat data laporan pajak yang ia bayarkan beberapa tahun terakhir.
Dari berbagai pengakuan yang telah disampaikan, Nazaruddin sudah menjelaskan berbagai kasus yang selama ini ia lakukan. Namun ia selalu menegaskan bahwa dirinya tidak bekerja sendirian. Bahkan dana yang ia kumpulkan akhirnya dipakai untuk kepentingan partai.
Salah satu yang diuraikan secara jelas adalah uang miliaran rupiah yang ia pakai untuk pemenangan pada Kongres Partai Demokrat 2008 di Bandung. Bahkan untuk memperkuat keterangan itu, empat orang yang mengantarkan uang dari Jakarta ke Bandung sudah bersaksi di media massa.
Pertanyaannya, diapakan informasi yang sudah disampaikan secara terbuka itu? Inilah yang sebenarnya kita ingin ingatkan dalam kolom sekarang ini. Fakta-fakta yang terungkap selama ini bukan lagi katanya. Tentunya penegak hukum bisa menindaklanjutinya.
Kita mengharapkan Komisi Pemberantasan Korupsi fokus kepada kasus yang satu ini. Kerahkan seluruh penyidik terbaik yang dimiliki untuk mendalami temuan yang sudah terungkap di media massa. Jangan biarkan kasus besar ini berlalu begitu saja.
Bahkan kita berharap ada target waktu yang dibuat untuk menangani kasus yang satu ini. Jangan sampai masyarakat kehilangan kepercayaan bahwa kita akan sungguh-sungguh menangani kasus Nazaruddin.
Begitu banyak sumber daya yang kita pakai untuk menangani kasus yang satu ini. Aparat polisi sampai harus melacak sampai Amerika Latin dan baru kemudian bisa menangkap Nazaruddin di Kolombia. Biaya yang harus kita keluarkan untuk membawa pulang buronan yang satu ini pun tidak murah.
Rakyat akan sangat kecewa apabila kasus korupsi yang sangat merugikan mereka kemudian menguap begitu saja. Seakan-akan masyarakat tidak memperhatikan dan tidak peduli akan kasus ini, sehingga kemudian ditangani dengan seenaknya saja.
Tuduhan yang disampaikan petinggi parpol bahwa perombakan kabinet hanya pengalihan kasus Nazaruddin menjadi benar apabila kita tidak sungguh-sungguh mengungkap kasus Nazaruddin. Masyarakat mengamati betul segala yang terjadi dalam kasus megakorupsi terhadap anggaran negara ini. *****
Saat sedang ramai membicarakan perombakan kabinet, seorang petinggi partai politik anggota koalisi melihat sebelah mata manuver politik tersebut. Ia berpendapat, isu perombakan kabinet hanya sekadar pengalihan dari kasus mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin.
Mengapa ia berpendapat seperti itu? Menurut petinggi parpol tersebut, tidak ada dasar yang kuat bagi dilakukannya perombakan kabinet. Akibatnya, tidak jelas pula kabinet baru yang ingin dibentuk.
Sebaliknya kasus Nazaruddin sendiri praktis menyeret citra Partai Demokrat sampai ke titik nadir. Media massa tidak memiliki isu lain kecuali setiap hari mengangkat kasus Nazaruddin dengan berbagai keterkaitannya. Kalau tidak ada isu lain yang bisa mengalihkan isu Nazaruddin, maka Partai Demokrat akan terus menjadi bulan-bulanan.
Begitu banyak kasus hukum yang sengaja dibuat tenggelam. Kalau tidak dikawal oleh media massa, sangat mudah untuk bisa dilupakan. Kalaupun prosesnya dilanjutkan penuh dengan rekayasa.
Kita tidak bermaksud untuk berprasangka. Buktinya kasus Gayus Tambunan di Pengadilan Negeri Tangerang, di mana tersangka bisa dinyatakan bebas karena direkayasa bersama-sama oleh hakim, jaksa, polisi, dan pengacara.
Praktik seperti itu begitu banyak terjadi. Bahkan ada satu kasus narkoba yang divonis lima tahun oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak bisa dieksekusi. Yang lebih dahulu dieksekusi malah hakim yang menjatuhkan hukuman lima tahun, yang kemudian dipindahkan ke luar Jakarta.
Kalau kita sengaja mengingatkan kasus Nazaruddin karena kasus ini merupakan kasus besar. Kasus ini bisa menjadi pintu masuk bagi pengungkapan korupsi anggaran yang lebih besar. Presiden bahkan menyebutnya sebagai perampokan terhadap uang negara.
Kita terperangah atas kekayaan yang dimiliki politisi muda berusia 32 tahun tersebut. Tanpa ada rekam jejak apa pun di bidang bisnis, bisa kaya raya seperti itu. Kalau kita jeli sebenarnya bisa dilihat data laporan pajak yang ia bayarkan beberapa tahun terakhir.
Dari berbagai pengakuan yang telah disampaikan, Nazaruddin sudah menjelaskan berbagai kasus yang selama ini ia lakukan. Namun ia selalu menegaskan bahwa dirinya tidak bekerja sendirian. Bahkan dana yang ia kumpulkan akhirnya dipakai untuk kepentingan partai.
Salah satu yang diuraikan secara jelas adalah uang miliaran rupiah yang ia pakai untuk pemenangan pada Kongres Partai Demokrat 2008 di Bandung. Bahkan untuk memperkuat keterangan itu, empat orang yang mengantarkan uang dari Jakarta ke Bandung sudah bersaksi di media massa.
Pertanyaannya, diapakan informasi yang sudah disampaikan secara terbuka itu? Inilah yang sebenarnya kita ingin ingatkan dalam kolom sekarang ini. Fakta-fakta yang terungkap selama ini bukan lagi katanya. Tentunya penegak hukum bisa menindaklanjutinya.
Kita mengharapkan Komisi Pemberantasan Korupsi fokus kepada kasus yang satu ini. Kerahkan seluruh penyidik terbaik yang dimiliki untuk mendalami temuan yang sudah terungkap di media massa. Jangan biarkan kasus besar ini berlalu begitu saja.
Bahkan kita berharap ada target waktu yang dibuat untuk menangani kasus yang satu ini. Jangan sampai masyarakat kehilangan kepercayaan bahwa kita akan sungguh-sungguh menangani kasus Nazaruddin.
Begitu banyak sumber daya yang kita pakai untuk menangani kasus yang satu ini. Aparat polisi sampai harus melacak sampai Amerika Latin dan baru kemudian bisa menangkap Nazaruddin di Kolombia. Biaya yang harus kita keluarkan untuk membawa pulang buronan yang satu ini pun tidak murah.
Rakyat akan sangat kecewa apabila kasus korupsi yang sangat merugikan mereka kemudian menguap begitu saja. Seakan-akan masyarakat tidak memperhatikan dan tidak peduli akan kasus ini, sehingga kemudian ditangani dengan seenaknya saja.
Tuduhan yang disampaikan petinggi parpol bahwa perombakan kabinet hanya pengalihan kasus Nazaruddin menjadi benar apabila kita tidak sungguh-sungguh mengungkap kasus Nazaruddin. Masyarakat mengamati betul segala yang terjadi dalam kasus megakorupsi terhadap anggaran negara ini. *****
Langganan:
Postingan (Atom)