Selasa, 06 Januari 2009

Geisha……… Bukan Pelacur, Tapi 1/2 Istri


Geisha bukan pelacur dan juga bukan istri. Geisha menjual keahlian dan ketrampilan bukan tubuh. Geisha tidak dibayar untuk melakukan hubungan seks. Geisha hanya boleh punya hubungan khusus dengan laki-laki yang menjadi dannanya (pelindung) yang menyokong biaya hidup sehari-harinya yang cukup besar. Dengan kata lain, geisha hanya bisa menjadi setengah istri, yaitu istri-istri di malam hari. Geisha tidak menikah, tetapi bukan berarti dia tidak boleh punya anak. Namun pada kenyataan, geisha kini kerap diartikan sebagai pelacur dan perusak rumah tangga orang. Nah, bagaimana liku-liku kehidupan geisha?

“Geisha adalah seorang artis dari dunia yang mengapung. Dia menari. Dia menyanyi. Dia menghibur dengan cara apapun yang kau inginkan”
“Bagi laki-laki (sang pelindung) geisha hanya bisa setengah istri. Kami adalah istri-istri di malam hari. Tapi tetap mengenali kebaikan setelah begitu banyak kejahatan”

APA ITU GEISHA?
Dari narasi diatas, “Mungkin, ratu kecantikan sejagat, bisa digolongkan/disamakan dengan geisha. Atau bila dibalik Miss Universal adalah jiplakan budaya Jepang tentang geisha? Mungkin bahkan penciptaan Miss Universal adalah pencetakan generasi baru profesi Kyabakura- Jo? Siapa tahu……, ingin tahu secara lengkap, Berikut laporannya, baca dan komentari dengan rasa persaudaraan, okey….salam super”

Ada satu kalimat yang sangat kuat di akhir film Memoar of Geisha.”Geisha adalah seorang artis dari dunia yang mengapung. Dia menari. Dia menyanyi. Dia menghibur dengan cara apapun yang kau inginkan.” Kemudian diakhiri dengan kata: “Bagi laki-laki (sang pelindung) geisha hanya bisa setengah istri. Kami adalah istri-istri di malam hari. Tapi tetap mengenali kebaikan setelah begitu banyak kejahatan”.

Bila kita melihat memandang dari sisi negatif, mungkin geisha seringkali diartikan ‘high class pelacur’. Pelacur yang hanya mampu dibeli orang-orang kaya. Karena untuk resmi menjadi geisha dia harus melakukan ritual ‘mizuage’, yakni ritual menjual keperawanan jadi lengkaplah apa yang dipersangkakan orang selama ini.

Kyoto adalah sebuah kota yang kental dengan adat istiadat Jepang masa lalu. Tinggal di kota ini seperti kena ‘time sleep’. Di kota ini ada kurang lebih 1000 buah kuil. Kota Kyoto tak ubahnya manusia bermuka 2. Bersisi wajah kehidupan masa lalu yang terus dipertahankan, dan kehidupan modern yang terus berkembang. Di pusat kota, ada sebuah sungai besar yang panjang membelah kota hingga tersambung dengan kota Osaka. Dikenal dengan sebutan ‘Kamogawa’ atau ‘Sungai Bebek’.

Bila menelusuri sungai ini hingga ke pusat kota, maka kita bisa menemui kehidupan masa lalu yang dipertahankan itu. Pusat kota ini dikenal dengan sebutan Kawaramachi Dori. Di sekitarnya ada wilayah bernama Pontocho.

Memang Kyoto merupakan basis geisha. Tapi di sini juga ada dua desa yang paling bergengsi dan sekaligus distrik yang paling banyak geisha-nya adalah Gion dan Pontocho. Di wilayah ini terdapat ‘Desa Geisha’. Kalau di Tokyo, geisha banyak ditemukan di Shinbashi, Asakusa dan Kagurazaka.

Di Gion dan Pontocho, geisha lebih dikenal dengan sebutan geiko. Pada akhir abad 20 tercatat ada 10 ribu geisha, padahal pada tahun 1920-an ada 80 ribu geisha. Di wilayah ini berderet rumah makan yang kental dengan nuansa Jepang. Mulai dari bentuk bangunannya, jenis masakannya, bahasa yang dipergunakan, tata krama pelayanannya, semuanya. Ada prestise tersendiri bila menjadi tamu di wilayah Pontocho ini.

Bila kita berbicara mengenai Geisha, maka banyak makna yang terkandung dalam huruf Kanji ‘Geisha’ itu sendiri. Geisha itu bermakna ‘orang yang bisa berkesenian’.

3 komentar:

Unknown mengatakan...

Ini Baru Komentar Yang top banget ....

Unknown mengatakan...

maksudnya ini baru artikel , good job Jurnalism Independent

asyari_uti mengatakan...

semakin lama jurnalis Indonesia semakin ok nii ...
sebagai mahasiswi fisip ,
saya bangga dengan kemajuan ini .
saya bangga menjadi Indonesia