Bu Guru Rahmi W "Menggugat" Srikandi Surabaya, Walikota Tri Rismaharini

Balada Rahmi W "Mantan" Guru SMAN 22 Mencari Keadilan (1) 

Jurnalis Independen: Rahmi Wilandari "mantan" guru SMAN 22 Surabaya, masih terus menunggu itikat baik Walikota Surabaya Ir. Tri Rismaharini, M,T. Hal itu terkait tuduhan "palsu" dan "hukuman" atas kesalahan yang tidak ia lakukan. Hingga detik ini, ia terus memperjuangkan pemulihan nama baik, jabatan maupun tunjangan yang selama 3 tahun tidak diterimanya.


Pada 19 Mei 2015 lalu, setelah menerima salinan putusan penolakan banding oleh Mahkamah Agung (MA) yang dilakukan Walikota Surabaya Tri Rismaharini, Rahmi Wilandari melayangkan surat kepada Walikota Surabaya. Surat tertanggal 18 Mei 2015 itu, berisi permohonan pengembalian semua hak-haknya yang terlanjur diberlakukan dan dijalaninya. Surat itu dikirimkan sendiri oleh Rahmi dan diterima oleh pihak sekuriti dengan tanda terima.

"Untuk Walikota aku kirim melalui bagian Tata Usaha (TU) Pemkot Surabaya yang beralamat di  Jl. Taman Surya. Sementara untuk Asisten Walikota, tidak saya sampaikan. Saat itu saya berpikir, melalui TU Pemkot pasti surat sudah masuk. Bahkan seharusnya juga diterima oleh  Kepada kepala Badan Kepegawaian Diklat (BKD)," jelas Rahmi yang kini mengajar di SMAN 21 Surabaya kepada siagaindonesia.

Perlu diketahui, kasus ini bermula di tahun 2010 lalu, terkait penggandaan stempel yang dilakukan oleh Rahmi Wilandari selaku Bendahara Sekolah di SMAN 22, Jalan Raya Balas Klumprik No.22, Balas Klumprik, Wiyung, Surabaya.

Ketika menjabat bendahara, Rahmi mendapat perintah untuk menggandakan stempel sekolah untuk sebuah proposal, karena tempat penyimpan stempel terkunci.

Anehnya, penggandaan stempel itu dipermasalahkan dan dianggap sebuah bentuk pelanggaran. Kemudian, Badan Kepegawaian dan Diklat (BKD) menurunkan pangkatnya dari III D menjadi III C. Sekaligus memutasi Ibu Guru Rahmi ke salah satu UPTD. Tentu saja menurut Rahmi, sanksi itu dianggap tidak prosedural. Dan membuat wanita alumnus Unesa Surabaya ini melayangkan gugatan ke P2TUN atas kebijakan pemkot Surabaya.

Prosespun bergulir dan sempat ramai di media massa. hingga pada awal 2012, keluarlah surat putusan pengadilan yang ditandatangani panitera Achmad Suadi memutuskan, bahwa Pemkot Surabaya harus mengembalikan pangkat dan jabatan Rahmi Wilandari lantaran kebijakan pemkot tersebut dinilai menyalahi prosedur.

Surat Keputusan itu Nomor 35/B/2012/PT.TUN.SBY.jo. Nomor 62/G/2011/PTUN.SBY juga menyebutkan pemkot harus merehabilitasi nama Rahmi. Bandelnya, Pemkot Surabaya tidak melaksanakan putusan tersebut.

"Pekoknya", pihak Pemkot Surabaya justru mengajukan kasasi ke MA. Dan pihak MA menolak kasasi itu. Lebih gila lagi, setelah keluarnya putusan itu, Pemkot Surabaya "Mbidek", bahkan terkesan "Mbalelo" dengan tidak mau melaksanakan putusan MA yang sudah berkekuatan hukum tetap alias INKRA.
Saat itu, Baktiono Ketua Komisi D DPRD Surabaya sempat mengaku kecewa dengan tindakan Walikota. Ia juga menyatakan, seharusnya masalah seperti ini, dewan tidak perlu turun tangan, sebab, pengadilan dan MA telah menegaskan bahwa Pemkot Surabaya harus mengembalikan jabatan dan pangkat Rahmi.

Kala itu, Baktiono juga mengkritik, atas ketidakpatuhan Pemkot Surabaya terkait keputusan hukum dari Institusi Negara seperti MA. Ia menuduh Pemkot Surabaya seakan berani menentang negara dan institusinya dengan melecehkan keputusan MA terkait musibah yang dialami Rahmi Wilandari.

Sementara itu, Kabag Hukum Pemkot Surabaya MT Ekawati Rahayu, justru menyatakan masih akan mengecek masalah tersebut. Padahal selaku birokrat seharusnya Rahayu paham dengan apa itu yang disebut keputusan Mahkamah Agung yang bersifat Inkra.

Jangankan kata maaf atau memberikan hak teraniaya, bahkan Rahayu dengan entengnya mengancam Rahmi Wilandari jika berani menggugat Walikota atas kasus itu. Padahal, guru yang jujur itu hanya ingin hak-haknya kembali seperti sediakala. Ia tidak mengharapkan yang lainnya. Atau jika persoalannya dianggap berkaitan dengan masalah serius dan terkait dengan pejabat lainnya, Rahmi Wilandari tidak hendak mengutiknya.

Kepada siagaindonesia, sekali lagi Rahmi Wilandari mengatakan," Saya hanya menuntut hak-hak saya pada pihak Pemkot. Karena saya dinyatakan tidak bersalah sesuai hasil Putusan Mahkamah Agung (MA). Saya tidak hendak berseteru dengan pihak manapun. Saya hanya ingin keadilan dan hukum ditegakkan, apalagi ini ada;ah keputusan Lembaga Tinggi Negara. Keputusan MA, masa pihak pemkot melecehkan hukum dan Lembaga Tinggi Negara?.