Kamis, 13 November 2008

Ekstrimis Pahlawan Bangsa

Jurnalis Independen: Hilang sudah sosok "teroris" pelaku Bom Bali I. Tepat pada 9 November 2008 (9/11), tokoh teroris asal Indonesia itu telah mati dieksekusi. Sebagian masyarakat, keluarga korban Bom I Bali merasa lega. Terutama Amerika Serikat (negara & Masyarakat Barat), Australia! Sebab, mereka lebih berkepentingan dengan eksekusi tersebut dibandingkan negara lainnya.
Alasan mereka bukan hanya sekedar sebagai balas dendam atas meninggalnya puluhan atau ratusan jiwa penduduknya yang menjadi korban ledakan Bom Bali 1. tetapi lebih daripada itu. Bahkan Pemerintah Indonesia, dibawah pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono bangga atas terlaksananya eksekusi tersebut.

Disisi lain, banyak warga masyarakat, khususnya ummat "muslim garis keras", menurut istilah mereka, merasa kehilangan simbol dan figur sosok manusia pemberani. Sebab menurut mereka, ketika tokoh seperti Amrozi, Ali Gufron dan Imam Samudra dianggap sebagai tokoh yang berani melawan negara penindas dan pembunuh ummat dan penghancur negara muslim.

Hingga akhir hayatnya, ketiga Syuhada itu, tetap melawan diminasi dan kesewenang-wenangan negara adidaya yang dipimpin oleh AS. Negera dibawa kontrol kelompok Yahudi ini, dianggap sebagai penebar teror dan pemusnah negeri dan ummat islam dunia.

Bila kita berpikir jernih, ada benarnya tentang apa yang dikemukakan oleh mereka yang di negeri ini justru dianggap sebagai terorisnya. Padahal yang disebut sebagai teriris sejati, adalah justru mereka sendiri, yaitu AS dan konco-konconya serta begundalnya yang tersebar di seluruh penjuru dunia.
Bukankah proklamator negeri ini, dulu juga disebut sebagai ekstrimis (sebutan teroris jaman penjajahan?). Setiap pahlawan seperti P. Diponegoro, Imam Bonjol, Untung Suropati, Soekarno, Hatta, Syarir, Bung Tomo, dan para pejuang lainnya juga mendapatkan sebutan serupa yang tidak mengenakkan bagi anak negeri ini?

Masalahnya, memang semakin sedikit manusia negeri ini yang memiliki rasa nasionalisme, solidaritas, kejujuran hati dan pengabdian terhadap bumi pertiwi. Buktinya, keadilan dinegeri ini, merupakan barang langkah dan sulit dijamah oleh seriap warga negara.

Keadilan dibidang ekonomi, adalah sesuatu yang hanya didapat lewat mimpi. Sedangkan keadilan mendapatkan pendidikan dan penghidupan yang layak, harus masih diperjuangkan entah sampai kapan. Kekuasaan, masih menjadi barang mainan para komprador yang hatinya berpenyakitan dan penyembah Syetan.

Banyaknya manusia munafik di negeri ini, yang memiliki kapasitas dan dijadikan rujukan lantaran jabatannya, mampu mencuci otak banyak orang. Tentu saja yang tercuci otaknya adalah mereka, manusia yang tidak memiliki prinsip hidup yang sehat. Mereka hanya mengandalkan indra semata dalam menilai sesuatu kejadian namun menutup nuraninya. Mengambil satu enggel dengan unsur kesengajaan, tanpa merunutkan lebih jauh sebuah kejadian dengan motif mengaburkan suatu permasalahan, merupakan bentuk manipulasi. Hal ini ternyata banyak dilakukan oleh tokoh maupun orang awam di negeri ini. Bantuan media yang tidak memiliki spirit jurnalisme selain profit semata, telah memberikan andil yang signifikan terhadap kaburnya nilai suci perjuangan.

Mereka ingin membungkam dan memudarkan cahaya aturan Tuhan. Mereka hendak berbuat makar terhadap aturan Tuhan, namun tuhan akan selalu menyempurnakan cahaya aturannya dijagat raya ini. Itulah yang terlihat dari eksekusi yang ditimpahkan kepada tiga Shuhada yang di pelintir menjadi teroris oleh teroris itu sendiri. Kematian Amrozi cs, justru menjadi titik balik kecintaan dan tergugahnya mata hati banyak manusia di negeri ini. Hal itu terlihat dengan membludaknya pengunjung ynag hendak menyaksikan datangnya jenazah Amrozi cs menuju singasananya yang terakhir.

Alasan kesalahan peledakkan Padi’s Cafe dan Sari Club oleh terpidana mati, jelas membingungkan ummat. Bukankah, kedua Cafe eksklusif tersebut yang tidak memperbolehkan warga lokal menikmati nya adalah sebuah alasan yang nyata? Selain itu, mempersoalkan adanya korban WNI yang bekerja di kedua Cafe tersebut juga merupakan sebuah alasan yang laytak diperdebatkan. Sebab bukankah aturan Tuhan berbunyi " barang siapa membuat, menyetujui, mendistribusikan, memperjualbelikan sesuatu yang dilarang oleh Tuhan adalah haram hukumnya " ? walau sebenarnya amat disesali, keputusan para Mujahidin menjadikan negeri ini menjadi wilayah perang melawan teroris yang sebenarnya. Sebab dengan demikian, akan semakin membuka peluang para teroris dan antek-anteknya untuk mengangkangi setiap jengkal tanah negeri ini secara langsung.***

Tidak ada komentar: