Jumat, 04 Februari 2022

KASIHAN EDY MULYADI

JURNALIS INDEPENDEN- Keterpelesetan" kata Edy Mulyadi (EM) hingga terlontar kalimat "tempat jin buang anak" dalam mengkritisi "PEMAKSAAN ELIT INDONESIA" pindah Ibukota Negara (IKN/IBK) ke Penajam, Kalimantan Timur dari Jakarta, dipastikan mengakibatkan di buinya EM.

Padahal, kontek pembicaraan EM tidak sedang "menghina" Warga Kaltim. Kegigihan EM menguraikan fakta, data agar proyek IKN tanpa nalar sehat dibatalkan atau bisa di tunda menjadi hilang oleh golongan ELIT INDONESIA yang merasa tersudut oleh uraian EM. Pandangan EM tentang IKN, bukan hanya pandangan pribadinya semata. Data, fakta dari berbagai tokoh menjadi dasar pijakan EM menyuarakan keberatan, kekhawatiran masa depan bangsa, NKRI dari segala aspek yang menimbulkan keterpurukan NKRI. Penjelasan EM di depan media dalam sebuah konfrensi pers, memang membuat ciut, takut juga marah para pendukung perpindahan Ibukota. Terlebih nama-nama para cukong, mafia tanah atau tuan tanah bahkan menyerempet Menteri Pertahanan Prabowo Subianto.

Luhut Binsar Panjaitan (LBP), Menteri Manives dan sosok paling dominan di kabinet Presiden Joko Widodo, juga ada di belakang gerbong pengusung pindah Ibukota. Hamparan lahan yang akan menjadi lahan IKN, juga termasuk lahan LBP, selain Tanato, Hasyim adik Prabowo. Benang merah para pendukung pindah Ibukota, penguasa lahan Kaltim, para cukong dan kontraktor asing serta pendukung keuangan pembangunan IKN, tentu tak rela EM menjadi penghalang proyek tersebut.

"Keterpelesetan" kata EM, dijadikan sebagai martil untuk membungkam para penentang Proyek IKN yang memang sarat problem di masa depan. Bahkan hemat penulis, perpindahan Ibukota dari Jakarta ke Penajam, Kaltim menghilangkan kedaulatan NKRI yang hingga kini masih tetap bisa dipertahankan rakyat dari rongrongan Zionism dan antek2 nya, baik yang menjadi oknum pejabat, oknum penguasa, pengusaha maupun politisi anti Pancasila.

Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) yang dilakukan oleh Komisi III DPR RI, jelas nampak keinginan Legeslatif, untuk menjadikan masalah "sepele" ini, menghentikan corong kampanye perlawanan Proyek IKN. Sebagai mitra kerja pemerintah dalam bidang hukum, Komisi III sepakat "memenjarakan" EM atas dugaan pelecehan, penghinaan dengan kata "Kalimantan Tempat Jin Buang Anak" dan menghilangkan esensi bahayanya proyek perpindahan Ibukota.

Dari RDPU Komisi III DPR RI, sulit bagi EM untuk menghindar, membela diri dari jeratan hukum yang sudah di tebar oleh Legislatif dengan "memerintahkan" Eksekutif (Polri) untuk secepat kilat memproses, sekaligus menjebloskan EM. Apa yang dilakukan EM selaku "corong perlawanan" perpindahan Ibukota NKRI, tentu disadari oleh DUA GOLONGAN MASYARAKAT.

GOLONGAN PERTAMA, adalah golongan masyarakat kritis yang mengkritisi keuntungan maupun kerugian perpindahan Ibukota. Golongan pertama ini terdiri dari akademisi, pengamat bahkan masyarakat awam yang tidak dungu. Kelompok ini membayangkan atas dasar berbagai analisa mulai dari aspek ekonomi, politik hingga percaturan NKRI di dunia internasional ke depan. Indonesia lebih banyak ruginya dari pada untung, survive bila memiliki IKN di Penajam, Kaltim. Terlebih jika yang membangun IKN adalah Cina dan berbasis hutan. Banyak nama tokoh, baik tokoh ekonomi, politik, budaya, akademisi berada dalam kelompok ini.

GOLONGAN KE DUA, adalah para eksekutif hingga Presiden Jokowi yang paling ngotot untuk pindah ibukota. Walau ia tahu, selama kepemimpinan kepemerintahannya, kondisi ekonomi negeri ini terus terpuruk. Terlebih adanya rongrongan plandemi covid19. Tetapi Presiden Jokowi seakan tak mau tahu, mungkin ia berpikir bahwa hanya IKN lah legacy yang bisa ia tinggalkan untuk anak cucunya. Para pengusaha hitam, cukong, para maling, para mafia, para penjilat, para buzzer, para koruptor, baik mereka yang ada dalam pemerintahan, sebagai parlemen maupun di luar sangat erat hubungannya dengan kelompok ini. Kelompok yang hanya mementingkan momen kedudukan, cuan, keuntungan, bisnis semata tanpa memandang kelangsungan berbangsa dan bernegara. Mereka tidak mempertimbangkan aspek aspek lain jika perpindahan IKN di paksakan dalam kondisi hutang negara menumpuk, ekonomi semakin bergantung pada asing (Terutama Cina Komunis).

Akhirnya, sungguh malang nasib aktivis, pejuang, kritikus seperti EM di rezim rasis, diskriminatif, rezim Mulkan Jabariyah, rezimnya para pembohong, para buzzer mendapatkan karpet merah dan "membunuh", memenjarakan manusia yang mengingatkan multi ancaman negara dan bangsa ini.

Jakarta, 30 Januari 2022
Mr. Chessplenx.

Tidak ada komentar: