Sirna
Ilang Kerthaning Bhumi
Jurnalis Independen: Atas
perintah Raden Patah, Senopati Demak Bintara Sunan Kudus menemui Adipati
Terung, adik kandung Raden Patah dengan membawa pasukan Demak Bintara. Adipati
Terung di ultimatum agar menyerah, atau dihancurkan. Adipati Terung dalam
dilema. Pada akhirnya, dia menyatakan ‘menyerah’ kepada Demak Bintara.
Beberapa saat kemudian, Raden
Patah datang dari Demak untuk melihat langsung kemenangan pasukannya. Raden
Patah meminta semua laporan dari kepala pasukan Demak. Diketahui kemudian,
Prabhu Brawijaya berhasil meloloskan diri. Pasukan Bhayangkara Majapahit atau
Pasukan Khusus Pengawal Raja, memang terkenal lihai melindungi junjungan
mereka. Tak ada satupun kepala pasukan Demak yang mengetahui bagaimana Pasukan
Bhayangkara bisa menerobos kepungan rapat Pasukan Islam dan kearah mana mereka
membawa Sang Prabhu pergi.
Raden Patah segera menyebar
pasukan mata-mata untuk melacak keberadaan Sang Prabhu. Dan Raden Patah sendiri
segera melanjutkan perjalanan untuk bertandang ke Pesantren Ampel di Surabaya.
Dia hendak mengabarkan kemenangan besar ini kepada janda Sunan Ampel.
Di Surabaya situasi anarkhis-pun
merajalela. Nyi Ageng Ampel, begitu mendengar laporan Raden Patah, MARAH!
Dengan tegas beliau menyatakan, apa yang dilakukan Raden Patah adalah sebuah
KESALAHAN BESAR. Dia telah berani melanggar wasiat gurunya sendiri, Sunan
Ampel, yang mewasiatkan sebelum beliau wafat, melarang orang-orang Islam
merebut tahta Majapahit. Dan juga, Raden Patah telah berani melawan seorang
Imam yang sah, seorang Umaro’ tidak seharusnya dilawan tanpa ada alasan yang
jelas. Dan yang ketiga, Raden Patah telah berani durhaka kepada ayah kandungnya
sendiri yang telah melimpahkan segala kebaikan bagi dirinya serta orang-orang
Islam.
Nyi Ageng Ampel menangis. Raden
Patah terketuk hati nuraninya, dia ikut mencucurkan air mata. Didepan Nyi Ageng
Ampel, Raden Patah mencium kaki beliau, menangis, menyesali perbuatannya.
Dengan berurai air mata, Raden
Patah meminta solusi kepada Nyi Ageng Ampel. Dan Nyi Ageng Ampel memerintahkan
kepadanya untuk segera mencari keberadaan Prabhu Brawijaya. Dan apabila sudah
diketemukan, seyogyanya, Prabhu Brawijaya dikukuhkan kembali sebagai seorang
Raja.
Mendengar perintah itu, secara
emosional Raden Patah berniat mencari ayahandanya sendiri bersama beberapa
orang prajurid Demak. Tapi Nyi Ageng Ampel mencegahnya. Dalam situasi anarkhis
seperti ini, tidak memungkinkan bagi dia untuk mencari beliau sendiri.
Dikhawatirkan, akan terjadi kesalah pahaman. Dan sekarang, dimata Prabhu
Brawijaya, dirinya dan seluruh umat Islam yang menyokong pergerakan pasukan
Demak, tidak mungkin dipercaya lagi.
Jalan keluar yang terbaik adalah,
meminta bantuan Sunan Kalijaga atau Syeh Siti Jenar untuk mewakili dirinya,
mencari Prabhu Brawijaya dan apabila sudah bisa ditemukan, memohon kepada
Prabhu Brawijaya agar kembali ke Majapahit. Sudah bukan rahasia lagi dikalangan
Istana, dua ulama besar ini tidak terlibat dalam penyerangan Majapahit.
Karena Syeh Siti Jenar, baru saja
disidang oleh Dewan Wali Sangha yang mengakibatkan hubungan beliau dengan Para
Wali sekaligus dengan Raden Patah dalam situasi yang tidak mengenakkan, maka
Raden Patah memutuskan untuk mengirim pasukan khusus menemui Sunan Kalijaga.
Sunan Kalijaga, dimohon menghadap
ke Pesantren Ampel atas permintaan Nyi Ageng Ampel dan Raden Patah.
Beberapa hari kemudian, Sunan
Kalijaga datang ke Surabaya. Beliau waktu itu berada di Demak Bintara,
memfokuskan diri memimpin pembangunan Masjid Demak.
Sunan Kalijaga, Nyi Ageng Ampel
dan Raden Patah, terlibat perundingan yang serius. Dan pada akhirnya, Sunan
Kalijaga menyetujui untuk mengemban tugas mulia itu.
Beberapa hari kemudian, laporan
dari pasukan mata-mata Demak Bintara diterima Raden Patah. Diketahui, ada konsentrasi
besar pasukan Majapahit diwilayah Blambangan. Diketahui pula, Prabhu Brawijaya
ada disana. Ada kabar terpetik, Prabhu Brawijaya hendak menyeberang ke pulau
Bali.
Mendapati informasi yang dapat
dipercaya seperti itu, Sunan Kalijaga, diiringi beberapa santrinya, segera
berangkat ke Blambangan. Dia siap mengambil segala resiko yang bakal terjadi.
Dengan memakai pakaian rakyat sipil yang tidak mencolok mata, demi untuk
menghindari kesalah pahaman, dia berangkat. Disetiap daerah yang dilalui, Sunan
Kalijaga beserta rombongan melihat pemandangan yang memilukan. Kekacauaan ada
dimana-mana. Penduduk yang masih memegang keyakinan lama, bentrok dengan
penduduk yang sudah mengganti keyakinannya.Korban berjatuhan. Nyawa melayang
karena kepicikan.@bersambung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar