Selasa, 27 Februari 2018

Gara-Gara Bersaksi Palsu Prof Lanny Guru Besar Ubaya Jadi Tahanan Kota


Berebut Gedung di Jl. Kembang Jepun No. 37-39, yang Sertifikatnya Diajukan oleh Bos Alim Markus Gunakan Nama Sopir dan Staf Maspion. Ajuan Sertifikat ini Ditolak BPN Surabaya, karena Status Staf Alim Markus hanya Sewa. Pemilik HGB adalah Orang Tionghoa Tua yang Memiliki lahan dan bangunan Sejak 1952

SURABAYAPAGI.com, Surabaya – Tragis juga nasib Notaris Prof. Lanny Kusumawati, Dra., SH, MH, Dr, yang berkantor di Jl. Pahlawan Surabaya. Senin (27/11/2017) siang kemarin, ia dikenakan penahanan kota oleh Kejari Surabaya, atas pasal 263 ayat (2) KUHP tentang pemalsuan surat. “Bagaimana saya bisa memalsu surat, bila saya mengeluarkan cover note,’’ jelas Prof. Lanny, yang juga dosen di Ubaya, Senin malam didampingi oleh Guru Besar Universitas Surabaya (Ubaya) Prof.Dr. Eko Sugitario.

Menurut Lanny, ia sudah merencanakan laporan perlindungan hukum ke Kapolri, Kapolda dan Kejaksaan Agung, tentang dugaan kriminalisasi. ‘’Ini dibelakangnya ada Alim Markus,’’ duga beberapa keluarga yang memiliki sertifikat HGB No. 22 seluas 2.149 meter 2 di Jl. Kembang Jepun 27-29 Surabaya. Indikasi kuat, pelapor terhadap notaris Prof. Lanny Kusumawati terdiri Erlina Lanaksita istri dari Bambang Supomo, pegawai Alim Markus. Juga ada Sukamto Kartono, Alim Markus dan Kasimun Satpam Maspion. ‘’Opo percoyo sopir, satpam dan pegawai memiliki perusahaan yang akan membeli gedung di Kembang Jepun yang harganya puluhan miliar?’’ tanya warga Kembang Jepun, yang berseberangan dengan kantor Maspion.

Kedudukan Sukamto Kartono, Kasimun dan Bambang Supomo dengan menggunakan PT, adalah sewa- menyewa dengan klien Prof. Lanny. Jadi, ironis penyewa melaporkan notaris sebagai pejabat publik yang membuat cover note. ‘’Ini sengketa antara penyewa dengan pemilik lahan, kok notaris yang dikorbankan. Ini Kriminalisasi oleh penyewa,’’ komentar notaris yang juga guru Besar Universitas Surabaya.

Awal kejadian, bermula satu keluarga bernama Ny. Eka Ingwahjuniarti Listuadarma bersama Ongko Prawiro, Ongko Dirjo, Tirto Suwarno, Ongko Prayitno dan Ong King Kiong. Mereka mendirikan PT Raja Subur Abadi,  yang didirikan pada tanggal 2 Februari 2012, di hadapan notaris Prof. Dr. Lanny Kusumawati SH, MHum. PT Ini menyetor modal Rp 500 juta.

Notaris Prof. Lanny, mengeluarkan cover note No 35/LK/III/2012 tertanggal 16 Maret 2012. Cover note dibuat nama PT Subur Abadi Raja atau kepanjangan PT Perusahaan Dagang Industri Perhotelan dan Pembangunan Subur Abadi Raja, dahulu bernama NV Eng Tjhian d/h Asperen & V, Rooy. Perusahaan ini belum dilakukan penyesuaian dengan UU No. 40 Tahun 2007 tentang PT. Mengingat, sebagai  notaris, Prof. Lanny, belum dapat akses nama PT Subur Abadi Raja.



Dilaporkan Sopir dan Satpam Maspion

Nama PT Subur Abadi Raja, ternyata sudah digunakan pihak lain. Maka klien Prof. Lanny, mendirikan PT Raja Subur Abadi, yang didirikan pada tanggal 08 Mei 2012 dan telah disahkan oleh Kementerian Hukum dan HAM. Termasuk perubahan Anggaran dasar yang disesuaikan dengan UU No. 40 Tahun 2007. Dengan demikian terjadilah Akte No 75 tanggal 26 – 03-2012, dan mendapat persetujuan dari Kementerian tanggal 29 Mei 2012, dan Anggaran Dasar PT ini telah dimuat dalam Berita Acara Negara No. 73251 Tahun 2013, tambahan Berita Negara RI Tanggal 11/6-2013 No. 47. Jadi, antara PT Perusahaan Dagang Industri, Perhotelan dan Pembangunan Subur Abadi Raja atau PT Subur Abadi Raja dengan PT Raja Subur Abadi, pemilik, nama pemegang saham dan susunan pengurus sama. Tapi dua PT ini masing-masing berdiri sendiri.

Secara tidak diduga, Prof Lanny dilaporkan oleh staf Maspion, sopir dan satpam ke Polrestabes Surabaya, pada tanggal 26 Februari 2016. Prof. Lanny, yang membuat cover note ke PN Surabaya, ditetapkan sebagai tersangka atas laporan Suwarlina Linaksita, istri dari Bambang Supomo (78 tahun) staf Maspion. ‘’Apa hubungan saya dengan Suwarlina maupun Bambang Linaksita. Cover note itu kan untuk Pengadilan. Dan secara hukum cover note tak berkekuatan hukum digunakan di sidang,’’ jelas Prof. Lanny, yang tak rela dirinya jadi korban kriminalisasi.

Ia mengajak beberapa guru besar di Ubaya, antara lain Prof. Eko Sugitario. Salah satunya, saat disidik, Prof. Lanny, tidak diajak mengikuti gelar perkara. ‘’Tahu-tahu saya ditetapkan tersangka. Aduh, gila ini,’’ kata Prof. Lanny. Setelah berunding dengan beberapa tim lawyernya kantor HTP Surabaya, notaris yang suka kuliah ini akan mengadu ke Kapolri, Kapolda dan Kejaksaan Agung di Jakarta, untuk memprotes bahwa diduga ada kriminalisasi terhadap dirinya. ‘’Ini kalau tidak ada orang kuat dibalik laporan sopir Alim Markus, tak mungkin. Apalagi gelar perkara tanpa melibatkan terlapor. Ini serius. Kita minta perlindungan dan keadilan sampai ke Kapolri dan Kejaksaan Agung,’’ kata pengacara HTP berusia muda, Dr. Zamroni dan Raditya MK, SH.



Kejadian memilukan di Kejari

Dalam penyerahan perkara Senin siang kemarin, pelapor Bambang Supomo, yang berjalan tertatah-tatah mengajak wartawan media sosial dan cetak. Mereka diminta memotret Prof. Lanny. Atas kejadian ini, Prof. Lanny, terganggu, karena hak privatnya diusik wartawan. Prof. Lanny, akan melaporkan ke Dewan Pers dan PWI Jatim. ‘’Ini bisa jadi ada skenario menjatuhkan nama baik saya. Asas praduga tak bersalah diterjang oleh orang-orang yang tak bertanggungjawab,’’ kata wanita berusia 56 tahun.


Beberapa anggota kepolisian terheran-heran dengan sikap wartawan yang mengejar Prof. Lanny, seperti kriminal. ‘’Saya saja tak tahu dijadikan tersangka. Ini tiba-tiba ditahan kota. Padahal di Majelis Kehormatan Notaris, saya dinyatakan tidak melanggar apa-apa. Herannya, Polisi kok bisa melebihi kewenangan majelis kehormatan notaris,’’ tanya wanita kelahiran Tulungagung, tahun 1959. n rmc

Tidak ada komentar: