Senin, 09 Januari 2012

Mendagri Gamawan Fauzi: Miras Simbol Negara Demokratis, Karenanya Perdanya Harus Dicabut!



Jurnalis Independen: Yang jadi menteri saya! Yang ngatur saya! Yang berhak merevisi saya! Ya sesuka saya dong! Mungkin itu yang ada dibenak dan pikiran Mendagri Gamawan Fauzi, ketika mencabut Perda Laranagn Miras.

Langkah Mendagri Gamawan Fauzi, mencabut Perda Larangan Miras kian membutkikan kebobrokan sistem demokrasi. Jargon demokrasi yang terkenal dengan semboyan Suara rakyat, suara Tuhan tampaknya hanya pemanis. Karena pada gilirannya, demokrasi justru bungkam ketika rakyat bersuara untuk kemaslahatan umat. Lantas betulkah Demokrasi mendahulukan rakyat?

Pernyataan itu ditegaskan Ustadz Fauzan Al Anshari, Ketua Lembaga Pengkajian Syariat Islam, terkait keputusan pemerintah pusat dalam mendahulukan Kepres ketimbang Perda.

“Demokrasi memang aneh, jika vox populi (suara rakyat) nya ingin melarang miras dan menegakkan Syariat dianggap tidak demokratis, tapi jika vox populi-nya menghendaki miras dilegalkan justru dianggap demokratis. Ini kan lucu, katanya suara terbanyak?” katanya, Selasa, (10/01/2012).

Sebelumnya memang berkembang selentingan bahwa agenda pelarangan miras sama saja dengan arah menuju formalisasi Syariat Islam di Indonesia. Sejumlah daerah memang telah menerbitkan perda larangan penjualan miras. Antara lain adalah Kota Tangerang (Perda Nomor 7/2005), Kabupaten Tangerang (Perda Nomor 11/2010) dan Kabupaten Indramayu (Perda Nomor 15/2006).

Larangan-larangan itu pun ditempuh melalui cara 'demokratis' yang sudah ditetapkan pemerintah pusat yakni melalui pengesahan di tingkat DPRD. Namun anehnya, pemerintah pusat pula yang membatalkan keputusannya. Inilah logika aneh dalam pemerintahan demokrasi.

“Di Tangerang dan di beberapa daerah lainnya sudah menempuh jalan demokratis untuk melarang miras, yaitu lewat proses di DPRD masing-masing. Tapi kok kenapa yang melarang justru orang Jakarta yang tidak berkecimpung di wilayah itu. Ini kan aneh?” singgung Ustadz Fauzan kepada pemerintah pusat.

Sebelumnya, kepada wartawan, Kepala Biro Hukum Kemendagri Zudan Arif Fakrulloh Zudan mengatakan, pencabutan ini dilakukan karena perda-perda tersebut melanggar aturan yang lebih tinggi. Yakni, Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengawasan dan Pengendalian Minuman Beralkohol.

Pihak Kemendagri menafsirkan bahwa melalui Keppres tersebut, peredaran alkohol hanya dibatasi dan tak boleh dilarang secara total di wilayah kabupaten/kota tertentu. “Beberapa perda yang dibatalkan itu, melarang peredaran minuman beralkohol secara keseluruhan,” kata Zudan, di Kantor Kemendagri.


Sementara itu menurut Forum Umat Islam (FUI) dan FPI (Front Pembela Islam), Sikap pemerintah ini sungguh memprihatinkan kalau tidak mau dibilang CU'UL.

Sungguh sangat memprihatinkan dengan adanya langkah-langkah yang diambil Kementerian Dalam Negeri, yang membatalkan Perda Miras, di sejumlah Kabupaten dan Kota di seluruh Indonesia. Hal ini, pasti mengakibatkan semakin maraknya penjualan miras, dan berdampak buruk bagi kehidupan masyarakat.


Sebelumnya, sejumlah Kabupaten dan Kota telah membuat Perda (Peraturan Daerah), yang melarang pelacuran dan miras, karena memang kedua perbuatan yang terkutuk itu, bukan hanya merupakan penyakit sosial, tetapi perbuatan yang dilarang agama, dan akan menghancurkan sendi-sendi kehidupan.

Dengan adanya tuntutan dan keprihatinan masyarakat, kemudian sejumlah Kabupaten dan Kota, membuat Perda yang melarang segala bentuk sumber penyakit sosial itu.
Pada sisi lain, pemerintah mempunyai perhitungan sendiri bahkan telah melihat dilapangan bahwa pelaku tindak kriminal tertentu, termasuk korupsi adalah orang -orang berseragam termasuk TNI-Polri (walau tidak semuanya) yang suka menenggak minuman keras di hotel-hotel berbintang, Pup atau bar dan layanan karaoke serta hiburan malam lainnya. Karena dari tempat seperti inilah mereka bisa menjadi pelindung, pengawal dan Herder pengusaha hiburan malam yang erat dengan miras, pelacuran dan akhirnya mengeruk rupiah.
Karenanya, dengan berbagai macam dalih kelompok pemegang kekuasaan seperti ini yang telah "dibeli" pengusaha miras dan prostitusi berusaha meniadakan seluruh aturan yang mengaturnya.

Dengan adanya langkah-langkah yang diambil oleh Kementerian Dalam Negeri yang mencabut Perda Miras itu, pasti menimbulkan dampak dalam kehidupan masyarakat, dan membuat kekacauan sosial.

Berapa banyak kekacauan sosial, akibat pelacuran dan minuman keras, yang mengakibatkan terjadinya pembunuhan, dan bentuk-bentuk kejahatan lainnya yang berlangsung selama ini?

Umat Islam merasa sangat prihatin dengan adanya langkah-langkah yang diambil Kementerian Dalam Negeri itu.

Forum Umat Islam (FUI) dan FPI (Front Pembela Islam), dan sejumlah ormas Islam, akan mengadakan acara yang sifatnya darurat menanggapi langkah pemerintah itu. Umat Islam merasa sangat terpukul dengan rencana pemerintah itu. Pemerintah bukan meningkatkan langkah-langkah untuk menghapus berbagai penyakit sosial yang ada, justru pemerintah malah ingin mencabut Perda Miras.

Ormas Islam yang tergabung dalam FUI dan FPI serta ormas Islam lainnya, rencananya hari Kamis, 12 Januari, 2012, pukul 0.900 pagi, akan menggalang aksi menolak pencabutan Perda Miras oleh pemerintah.

Aksi itu dimulai dari Markas FPI di Petamburan, dan akan menuju ke kantor kementerian Dalam Negeri.

FUI dan FPI menyerukan kepada seluruh umat Islam berpartipasi dalam aksi itu, demikian siaran pers dari FUI, yang disampaikakn oleh Sekjen FUI, Mohammad al-Khaththat, di Jakarta, Senin, kemarin. Umat yang berpartisipasi diharapkan menganakan baju putih-putih. (emi/mnt)

Tidak ada komentar: