Jumat, 13 Januari 2012



Suasana ifthar jama’i yang akhirnya menjadi ajang mencurahkan isi hati pulaAllahu Akbar! “It's very amazing moment when I am beside you, my sister…Masya Allah… Ya Allah…I am very happy…” kalimat itu berurai dari mulut seorang Aysha—nama hijrah seorang Joanna. Tak henti-hentinya ia memelukku, mencubit pipiku, menggendong anak-anakku (dua putra saya yang masih batita) secara bergantian. Ekspresinya begitu sumringah. Sulungku yang hampir berusia delapan tahun mengarahkan kamera ponsel kepada kami, sesuai permintaan Aysha yang tampak bergembira karena bisa berkumpul bersama saudari muslimah untuk berbuka puasa bersama di masjid Krakow.



Wajar saja ‘seheboh’ itu sikap Aysha, ibarat ‘fresh from the oven’, semangatnya memang sedang menjulang tinggi, mengaliri ketulusan jiwanya yang baru beberapa bulan lalu menjadi Muallaf. Ramadhan 1432 Hijriyah ini adalah Ramadhan pertamanya. Ia bertutur, “Sebenarnya hati saya sudah condong kepada Islam sejak beberapa tahun silam. Tapi sister, saya baru mantap bersyahadat di akhir tahun lalu, dan secara resmi tercatat kemusliman saya adalah beberapa bulan lalu, sejak saya sudah berusia delapan belas tahun.”

Dimulai dengan perkenalannya akan forum diskusi remaja yang membahas tentang agama di sebuah situs Internet, ada seorang teman yang mengirimkannya hadiah berupa Al-Qur’an lengkap dengan terjemahannya berbahasa Inggris. Agar dapat memperlancar bahasa Inggris, ia pun tertarik membaca ‘buku’ itu. Namun hal yang membuat hatinya lebih berdebar adalah ketika kemudian keluarganya berlibur ke sebuah kota di Mesir, disana terasa kental suasana Islami, terutama di rumah keluarga sang teman (yang ia kenal melalui dunia maya pula). Diam-diam hatinya berkata, “Saya mau menjadi ibu yang anggun dan baik hati seperti ibunya teman saya ini…” ibu yang dilihatnya adalah seorang muslimah berpakaian menutup aurat, lengkap dengan cadar/niqob. Sang Ibu yang begitu cekatan melayani tamu-tamu di rumahnya serta sangat ramah dan penyabar ketika menghadapi anak-anak kecilnya yang selalu aktif dan ‘heboh’.

Ia utarakan kepada orang tuanya bahwa ia sangat tertarik pada Islam, dan saat itu orang tua masih belum menanggapi secara serius. Dalam pencariannya menuju hati yang mantap, Aysha melanjutkan bacaan terjemahan Al-Qur’an, belajar sholat secara on-line dengan teman Muslimnya, dan ia mulai banyak bertanya di forum tanya-jawab tentang Islam.

Aysha hanya tinggal dengan seorang kakak lelaki dan mama mereka, sementara papanya telah berpisah, dan sudah lama tinggal di kota lain. Namun mama dan papanya tetap menjalin hubungan pertemanan, dan suatu hari beberapa bulan lalu ketika orang tuanya memutuskan liburan ke Mesir lagi, Aysha bilang, “Saya ikut kesana, sekalian ingin bersyahadat di masjid…”

Orang tuanya sangat marah, selama ini mereka tak tahu kalau ternyata Aysha sudah ‘jauh’ belajar tentang Islam. Namun karena usia Aysha sudah hampir delapan belas tahun yang berarti boleh punya pilihan hidup sendiri, maka orang tuanya menyerahkan keputusan padanya. Tadinya, keluarga besar mamanya ingin mengusir, “Apa-apaan kamu, tidak ada keluarga kita yang bukan pemeluk katholik! Pergi sana kalau mau masuk Islam!” Aysha bilang, “Saya siap jika harus pergi…” dengan yakinnya ia berkata sedemikian, sang mama mencegahnya dan berujar bijak, “Tidak, jangan pergi, kamu bisa memilih agama barumu. Itu keputusan pribadimu, silakan saja. Tapi tetaplah tinggal bersama mama.”

Aysha berharap, suatu hari, mamanya pun memperoleh hidayah menjadi Muslimah sebagaimana dirinya (aamiin). Banyak hal yang dikritisi sang mama seiring banyaknya perubahan pada diri Aysha. Misalnya ketika Aysha langsung menutup auratnya, kemanapun ia pergi saat di luar rumah selalu berhijab, bahkan ia ingin ‘meng-up date’ kartu identitas dirinya yang sudah berhijab, sang mama berkata, “Koq kamu begitu anehnya, apakah kamu sudah gila?

Orang-orang lain yang muslim perempuan masih banyak yang berpakaian biasa saja, pakai celana pendek dan baju tanpa lengan, lihatlah …” (mereka kala itu berada di Mesir, dan juga membandingkan dengan kota-kota lain, seperti di negara Indonesia ketika sebuah saluran televisi membahas tentang dunia Islam).

Aysha menjawab, “Saya diperintahkan Allah untuk menutup aurat, inilah pakaian Muslimah yang sebenarnya. Saya tidak tau kenapa Muslimah yang kita lihat, ada yang belum menutup auratnya, saya do’akan mereka segera berhijab, mereka punya alasan masing-masing, mama, dan kelak di hadapan-Nya juga dimintai pertanggung-jawaban masing-masing…”

Suatu kali Aysha menolak makan kue bolu coklat yang dibuatkan mamanya. “What’s wrong, Aysha?” tanya si mama. Aysha bilang, “Saya melihat kakak menambahkan alkohol pada adonan yang mama buat. Saya mau makan kue bolu bikinan mama jika tanpa alkohol,” serius ia menjawab.

Dan ketika Saya menawarkan untuk ikut meng-order daging halal pada brother yang biasa mendistribusikan daging halal, Aysha berujar, “Sorry, dear sister, Saya belum bekerja. Mama-lah yang membelanjai makanan buat kami. Jadi jika saya beli daging halal, ‘it’s special meat…and expensive’, kami tidak mampu membelinya, mahal…” bisiknya. Saya sangat terharu.

Memang harga daging halal adalah empat kali lipat dari pada harga pasaran daging potong yang biasa dijual di berbagai kedai daging di Krakow. Yah, salah satu perjuangan seorang muslim dalam menjaga kehalalan makanannya adalah pengeluaran dana yang lebih besar untuk ‘special meat’ ini. Maka jika berkesempatan bertemu ketika berbuka puasa bersama, saudari lainnya membagi daging halal kepada Aysha dan teman muallaf lainnya—setidaknya cukup buat porsi makan sahur dan berbuka puasa mereka keesokan harinya.

Aysha bercerita, beberapa hari lalu papanya datang jam enam sore dan membawakan kue untuk dimakan bersama. “Saya berpuasa, pa…” ujarnya. Si papa kaget, “What’s…? Kamu menyiksa diri?!” nada suaranya sangat kesal.

“Oh, tidak. Bukan menyiksa diri. Puasa adalah rukun Islam, pa. Saya adalah Muslimah sekarang…Apa yang diperintahkan Allah, saya harus taati…” kata Aysha. Sang papa menggelengkan kepala berkali-kali, bingung melihat keanehan putrinya yang dulu amat manja. Mereka harus menanti hingga pukul sembilan ketika adzan maghrib, waktu berbuka puasa untuk menikmati kue itu.

Sahur adalah waktu sang mama mengomel-ngomel. Sebab meskipun Aysha perlahan-lahan menyiapkan makanan di dapur, mama dan kakaknya tetap mendengar suara-suara ‘berisik’ dan merasa terganggu. Maka Aysha menyiasatinya dengan makan malam di waktu tengah malam (waktu yang telat buat makan malam, namun menu makan malam yang sudah disiapkan si mamanya tinggal dipanaskan saja) sebagai pengganti makan sahur, setidaknya sekarang mamanya tak lagi banyak mengomel.

Subhanalloh, awal september nanti Aysha bersiap-siap memasuki jenjang perkuliahan, ia sangat tertarik pada dunia arsitek, dan ia lulus memasuki universitas dambaannya pada jurusan arsitek. Manakala ia melihat kondisi Islamic-Centre Krakow yang masih ‘lumayan tidak rapi’, ia begitu bersemangat untuk ikut merapikannya.

Ia bilang, “Sister, tolong bukakan pintu masjid esok sore, kami datang lebih awal, saya dan temanku ingin membersihkan WC, izinkan saya pula untuk menyumbang ide, bla bla…” begitu antusiasnya sister Aysha menjelaskan ide-ide gemilangnya supaya ruangan masjid itu kelak lebih nyaman dipergunakan.

Satu lagi ‘keuntungan’ ketika Aysha berkumpul bersama kami, ia langsung menjadi ‘baby-sitter’ dadakan.

Anak-anak sangat ceria bermain dengannya, ia pun berharap suatu hari kelak, ia dapat menjadi ibu yang baik, mendampingi anak-anak bermain dan belajar, dalam sebuah keluarga muslim yang utuh. Ia bilang,

“Tadi pagi ketika di Rynek (pusat turis Krakow) ada pemandangan keren, semua orang melihat kepada pemandangan ‘aneh’ itu, yaitu ada keluarga muslim dari jazirah Arab tengah berlibur, dan si istri tetap menggunakan niqob. Subhanalloh…

Keluarga itu cuek saja meskipun ada orang yang sampai berhenti mendadak karena ingin menontoni mereka. Wah, bagi saya, keren banget keluarga itu!” katanya. Yah, di Krakow, saudari-saudari (asal jazirah Arab) yang biasa berniqob, harus melepas niqobnya, disini masih teramat fantastis busana sedemikian. Jadi pasti akan di-cek melulu oleh pihak keamanan, apalagi ‘booming’nya berita terorisme yang dikaitkan dengan Islam oleh media-media musuh Islam.

Namun pada kenyataannya, benarlah janji Allah ta’ala, Dia sendiri yang menjaga segala ciptaan-Nya, pun yang menjaga hati para pemeluk hidayah-Nya. Banyak orang malah berbalik tertarik pada Islam justru karena hembusan fitnah media, pada palarangan niqob, pada keunggulan ‘pandangan aneh’ yang dilabel-kan kepada pemeluk Islam nan kaffah. Allahu Akbar!

Sekarang sister Aysha bertanya kepada Anda, duhai Muslimah, “Jika saya yang baru memeluk agama-Nya ini dan langsung menjalankan kewajiban dengan seyakin-yakinnya. Lantas kenapa Anda—Muslimah yang sudah lama merasakan cahya Islam, masih ragu-ragu menutup aurat Anda? Padahal itulah satu-satunya cara untuk menjaga kehormatan diri!

Saya sangat bersyukur menjadi Muslimah, dan insya Allah cara berjumpa seorang suami kelak tak meniru ‘tradisi’ teman lokal sini yang terbiasa hidup bersama sebelum menikah. Saya berdo’a semoga Anda yang belum berhijab, segera memantapkan hati: berhijablah, saudariku yang kucintai karena Allah…” senyumnya amat tulus.
 
Allah ta’ala mengingatkan dalam firman-Nya, “Katakanlah kepada wanita yang beriman, ‘Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak daripadanya’…” (QS. An-Nuur [24] : 31).

Ketika turun ayat-Nya tersebut yang memerintahkan untuk menutupkan kain kerudung hingga dada para wanita, seketika itu para suami mengabarkan isi perintah ayat itu kepada istri, anak-anak perempuannya dan saudara perempuan mereka. Segeralah mereka mengambil kain dan menutup aurat hingga seluruh tubuh. Sami’na wa atho’na adalah kunci keselamatan.


Tertarik Islam Karena Senang Membaca

Saya dan Aysha. Ia sangat senang bermain dengan anak-anak. Satu setengah jam dari Krakow jarak ke kotanya, ia menggunakan mini-bus menuju masjid Krakow agar dapat berbuka puasa bersama. Kamila namanya, si cantik yang pemalu. Ramadhan 1432 Hijriyah ini adalah Ramadhan keempat bagi Kamila. Bayangkanlah, ‘betapa sepinya’ tiga Ramadhan lalu yang telah dilewati, ia makan sahur dan berbuka puasa sendirian saja. Saya salut dan bangga pula pada saudari kita ini.

Kamila berujar, “Sebenarnya sejak kecil saya telah tertarik pada Islam. Jujur dalam hati, saya merasakan keanehan akan ajaran ‘tuhan anak-tuhan bapa’ di agama saya dahulu. Juga saya merasa dibohongi akan kehadiran Sinterklas, Peri Gigi, dan sejenisnya itu. Akhirnya saya lampiaskan dengan gaya gaul awut-awutan, saya merasa tak mengenali jati diri sendiri…” suara Kamila sangat pelan, lemah lembut, dan bahasa Inggrisnya masih kurang lancar.

Mamanya sangat prihatin dan ‘hampir putus asa’ dengan keadaan dirinya, nilai sekolahnya merosot, dan ia tampak bandel. Ia tak mau diajak ke Gereja karena setiap ia punya pertanyaan tentang ‘hal-hal aneh’ di hatinya, selalu tak mendapat jawaban yang memuaskan. Apalagi tentang arah tujuan hidup, masa’ sih hidup ini cuma mengalir begitu saja, kemudian jika berbuat dosa, sudah ‘ditanggung’ oleh Tuhan? itu salah satu contoh pertanyaan yang berasal dari nurani terdalam.

Suatu hari di sekolahnya ada Guru baru, Guru ini seorang Muslim, mengajar bahasa Arab sebagai salah satu program bahasa asing yang baru diuji-coba di sekolah. Hanya beberapa bulan Sang Guru menetap di kota itu. Namun karena Kamila hobi membaca dan tertarik dengan Islam, maka ia mendekati Sang Guru dan banyak bertanya tentang segudang pertanyaan hatinya selama ini.

“Sebenarnya saya sudah lama membuka-buka pelajaran tata cara sholat, di Internet…” ujarnya pada Sang Guru. Sang Guru kaget, dan ia melihat sikap Kamila memang sangat antusias, Kamila selalu serius bertanya-tanya tentang apapun yang berkaitan dengan Islam, ia berdiskusi dengan Gurunya, bahkan ia mengikuti forum diskusi keislaman di beberapa situs dakwah internasional. Termasuk diskusi tentang ‘kenapa Islam disudutkan atas banyaknya kasus terorisme, padahal pada kenyataannya pelaku terorisme bukanlah Muslim!’, Kamila mengambil kesimpulan bahwa orang-orang pembenci Muslim merupakan biang kerok fitnah yang keji tersebut.

Ia bilang kepada Ibunya, “Mama… saya minta maaf akan kebandelan saya selama ini. Tapi ketahuilah, selama ini memang saya tidak yakin dengan agama yang mama ajarkan…” Sang Mama mengatakan, “Kamu sudah besar. Kamu bisa mencari keyakinanmu sendiri, saya serahkan saja apapun pilihanmu, asalkan saya bisa melihat bukti bahwa kamu memang anak yang baik…”

Karena keluarganya yang sudah ‘membebaskan pilihan’ jalan hidup, didukung bacaan buku-buku keislaman yang sudah banyak dihadiahi oleh Sang Guru, di hari ketika hatinya teguh dan sangat mantap, ia bersyahadat di hadapan Sang Guru. Subhanalloh…

Kamila bilang kepadaku, “Sister… ketika saya masuk Islam, mamaku bilang, ‘kamu lebih baik saat telah menjadi muslimah’, Saya merasakan perubahan hebat pada diri ini yang tidak bisa diutarakan melalui kata-kata…” Kamila merasa yakin bahwa Tuhan hanya satu, Tiada Tuhan selain Allah ta’ala, dan kita bisa berdo’a ‘secara langsung kepada-Nya’, bukan melalui perantaraan manusia lain, dan tidak perlu melakukan ‘pengakuan dosa’ di hadapan perantara-perantara Tuhan sebagaimana ajaran agamanya terdahulu.

Saya merinding, merasakan getaran-getaran di sanubari, Ya Allah, Engkau mempertemukan saudari di depanku ini dengan hikmah yang besar, curahan hidayah-Mu buat diri hamba ini, setiap detik harus bersyukur, kenikmatan menjadi muslim adalah sebuah anugerah teramat mahal.

Mamanya sangat bangga tatkala Kamila mampu memperbaiki nila-nilai akademisnya, jelas karena hatinya sudah tenang, pergolakan batin yang dulu menggelora sudah terjawab, sudah mengetahui ‘arah tujuan’ hidup yang selama ini dicari-cari. Ia yakin bahwa nanti kita akan mempertanggung-jawabkan amalan di dunia, dunia merupakan perjalanan mencari bekal buat kelak di akhirat.

Kamila lulus sekolah dengan nilai yang baik, dan memasuki perguruan tinggi negeri dengan prestasi yang bagus. Ia menggeluti jurusan bioteknologi dan insya Allah akan lulus sarjana dua tahun lagi.

“Ramadhan kali ini sungguh saya bahagia sekali. Saya setiap hari searching di Internet tentang komunitas Muslim, dan ketika seorang saudari Muslimah (teman saya di jejaring sosial) mengabarkan bahwa sudah ada Islamic-Centre di Krakow, maka saya kirimkan email ke muslimsinkrakow@googlegroups.com yang saya lihat di web Islamic-finder. Lantas saya bisa berkumpul bersama kalian di sini, subhanalloh… Terima kasih sisters, saya teramat senang bisa berbuka puasa bersama…” curahan hati Kamila.

Ukhuwah Islamiyah memang selalu mengharukan, kalbu berpaut kalbu karena dikencangkan oleh ikatan cinta-Nya.

Kamila pun berharap, “Jika anda adalah orang-orang yang membenci Islam, yang meragukan arah tujuan hidup, atau yang ikut-ikutan berpenyakit ‘Islamofobia’, hendaklah banyak-banyak membaca dan memahami Islam lebih baik lagi.

Hampir semua media yang selalu menyudutkan muslim adalah media peraih keuntungan secara ekonomi dan politik, media yang dikuasai musuh-musuh Islam. Maka netralkan hati Anda, luruskan niat untuk benar-benar mencari informasi yang akurat, pasti anda akan merasakan getaran hati yang kuat ketika menyadari bahwa hanya islam agama yang benar,” kalimatnya mantap.

Ia pun berdo’a semoga suatu hari orang tua dan keluarganya dapat memperoleh hidayah-Nya memasuki cahaya Islam sebagaimana dirinya (aamiin). Sesungguhnya agama yang diridhai di sisi Allah hanya Islam. (baca tafsir qur’an surah Ali-‘Imran [3] : 19)

Allah ta’ala mengingatkan kita, “Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benar takwa (kepadaNya) dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan muslim.” (QS. Ali-‘Imran[3] : 102)

Semoga kisah Kamila menjadi ibroh dan pelajaran berharga buat kita semua. Saat ini, ia masih terus belajar menjadi sosok muslimah sejati, mohon turut dido’akan.

Berbahagialah diri kita yang telah lama berbalut hidayah Islam, mendapatkan area kerukunan dan kebersamaan dengan keluarga sepanjang waktu, berkumpul menikmati keindahan ramadhan dengan suasana yang kondusif, padahal ketahuilah di belahan bumi-Nya yang lain, misalnya di berbagai kota di Poland ini, perjuangan untuk memeluk Islam dan merasakan kenikmatan Ukhuwah Islamiyah adalah sesuatu yang tak mudah dilakukan, saudari-saudari kita seperti Kamila ini telah ditempa beragam cobaan sebagai bagian dari perjuangannya mencari tahu tentang Tuhan Yang Maha Esa, tentang hakikat hidup yang sebenarnya. Ya Allah, mohon bimbinglah kami selalu…
Wallahu’alam bisshowab.

I Want to be a Muslimah Today!

Saya dan Kamila saat sedang berbuka puasa bersama.Pengalaman sister Ummu Sofia pun amat berkesan. Ia tinggal di kota yang berjarak empat jam dari tempat kami. Bersuamikan seorang Muslim menyebabkan ia memasuki agama Islam pula. Namun hatinya berdegup kencang ketika ada seseorang wanita Poland (yang ‘namanya’ lumayan populer sebagai salah seorang yang biasa muncul di dunia hiburan televisi lokal) menemuinya tanpa disangka-sangka.

Agnieszka, sebut saja demikian, berlari menerobos gerimis salju nan dingin, kemudian dengan yakinnya bilang, “I want to be a Muslimah today… Saya menyesal telah menunda-nunda, beberapa jam lalu ada pizza with pork yang saya pesan di restoran, mudah-mudahan itu memang terakhir kalinya menu babi masuk ke perutku.” Ummu Sofia merinding mendengar kalimat itu.

Perempuan yang berusia sekitar empat puluhan tahun di hadapannya mengetahui keluarga Ummu Sofia dari info Islamic-centre. Wanita itu baru beberapa tahun menjadi single-parent, sejak berpisah dengan Sang Suami yang pemabuk berat dan pengangguran.

Peristiwa perpisahan itu justru tatkala Agnieszka telah mengetahui tentang agama Islam, ia baca-baca kitab suci Al-Qur’an (tafsir/terjemahan), salah satu hal yang ia yakini adalah: tidak mungkin Tuhan membiarkannya tersiksa bersuamikan seorang tak bertanggung-jawab, pemabuk, dan hanya berkata bahwa pernikahannya adalah abadi sampai mati serta semua dosa sudah ada yang menanggungnya!

Agnieszka merasa bersalah ketika anak-anaknya harus menghadapi situasi teramat sulit, orang tua bertengkar setiap saat, tamparan Suaminya sepanjang waktu, dan utang melilit gara-gara membeli bir melulu.

“Dear Agnieszka, saya kan juga baru jadi pemeluk agama Islam. Saya tak mengerti bagaimana cara membimbingmu bersyahadat, tunggulah sampai Suamiku pulang kerja… Saya telpon dia sekarang,” ucap Ummu Sofia kala itu.

Butir-butir keringat malah membanjiri tubuh dan muka Agnieszka, ‘lucu dan aneh’, padahal cuaca dingin sekali pada saat itu. Agnieszka bilang, “Kalau beberapa jam lagi saya mati, tapi belum masuk Islam, alangkah ruginya saya. Saya harap Suamimu segera datang, saya tidak tahan lagi, saya harus menjadi Muslimah sekarang juga!”

Bagaikan orang yang sedang berada di ruang ICU sebuah rumah sakit, Agnieszka yang tampak risau berkomat-kamit, mengulang-ulang kalimat tersebut. Seorang brother cepat mengingatkan Abu Sofia agar segera pulang ke rumah, seorang Agnieszka tentu berada di ujung kebingungan sekaligus puncak kerinduan saat telah memasuki cahaya hidayah-Nya, tidak boleh ditunda-tunda lagi jika melakukan perbuatan baik menuju keamanan diri di dunia dan akhirat.

Begitulah, lafadz dua kalimat syahadat dilantunkan sembari membanjirnya keringat sebab sister Agnieszka merasa ‘takut’ jikalau menit selanjutnya malah takdir menentukan lain.

Ia berkata, “Saya merasa bahwa kematian pasti ada, saudara saya yang masih muda bisa mati ketika mabuk-mabukan, bayi dan kanak-kanak bisa meninggal dengan cepat, apalagi saya yang sudah berusia lanjut ini.

Jadi ketika ingin segera bersyahadat saat itu, bayangan kematian merupakan salah satu motivasi saya. Saya takut jika meninggalkan dunia dalam keadaan kafir, naudzubillah… Sungguh sekarang saya amat bersyukur, sudah menjadi Muslimah, anak-anak hidup sederhana, meskipun pada akhirnya Ayah mereka berpisah denganku, meski di kota ini kami merupakan salah satu keluarga unik karena pakaian muslimah berbeda, pokoknya kenikmatan masuk Islam adalah anugerah yang luar biasa, Allahu Akbar!”

Saya pun teringat seorang sister yang mengirimkan email dengan nama samarannya, Alex. Tatkala berjumpa di depan mata, ia begitu antusias menceritakan dahsyatnya pengalaman pertama kali melafadzkan syahadat.

Ia merasa begitu aneh tapi nyata, mondar-mandir bagai orang kebingungan, sibuk berpikir tapi entah memikirkan apa, keringat dingin membanjir tapi tidak kelelahan, susah mengeluarkan ‘uneg-uneg’, yang ada di hatinya hanyalah, “I want to be a Muslimah today! Right now…”

Suasana ifthar jama’i yang akhirnya menjadi ajang mencurahkan isi hati pulaSaat itu, ponselnya dipencet melulu, ingin berjumpa temannya yang Muslim agar menyaksikan bahwa ia ber-Islam. Saking tegangnya situasi hati, menekan nomor telepon pun salah melulu, ponsel pun ikut basah karena tangan penuh keringat. Jantung tak terkontrol degupnya. Subhanalloh, tentu kita jadi mengenang sejarah Islam ketika baginda Rasulullah shallallahu‘alaihi wa sallam menerima wahyu pertama kalinya di Gua Hira, keringat bercucuran sampai-sampai gemetar dan kemudian berselimut, begitu dahsyatnya getaran hidayah Allah SWT tersebut.

Kalimat itu diulang-ulang oleh sister Alex hingga terwujud detik-detik datangnya teman-teman muslim. “I want to be a Muslimah today!” Ya Allah, mohon kuatkanlah kami mendekap hidayah yang telah Engkau anugerahkan di dalam jiwa ini.

Saya pun ikut berkeringat dan gemetar mendengar pengalaman nuansa hati Alex tersebut, padahal ruangan masjid kami sangat dingin dan lembab. Sister ini dengan yakin bilang, “Hanya Islam agama yang bisa diterima nurani dan akal.

Dahulu di dalam agama yang saya peluk, kalau ada pernyataan yang bertentangan dengan pimpinan komunitas agama, maka si pengungkap statement bisa dihukum gantung!” Sebagai contoh tatkala zaman dulu terungkap bahwa bumi adalah bulat, sedangkan dalam kamus agamanya dikatakan bumi itu datar.

Lantas si pembuat pernyataan itu dihukum gantung, juga ‘kamus’ agamanya sekarang bisa diganti-ganti dan direvisi oleh sembarang pimpinan agamanya. Sedangkan dalam Islam, Al-Qur’an adalah kitab suci yang terjaga sepanjang zaman, dan semua jenis ilmu pengetahuan malah menjadi penunjang bukti-bukti kebenaran ayat-ayat indah-Nya.

Seketika seluruh tubuh terasa lega dan hati sangat nyaman sewaktu predikat Muslimah sudah disandangnya, Alex pun mulai belajar mengkaji ayat-ayat Al-Qur’an. Ia amat termotivasi akan hadits Rasulullah shallallahu‘alaihi wa sallam yang bermakna: Tidaklah berhimpun suatu kaum di salah satu rumah Allah untuk membaca al-Qur’an dan saling mempelajarinya, kecuali akan turun kepada mereka sakinah (rasa tenang) dilingkupi oleh rahmat, dikelilingi oleh Malaikat dan disebut oleh Allah di hadapan (para Malaikat) yang berada dekatNya. (HR. Muslim)

Semoga kita senantiasa memperoleh hikmah-Nya, bertambah keimanan dan sikap optimis pada-Nya, seterjal apa pun hari yang kita jalani, ingatlah masih banyak saudara-saudari kita yang menjalani hari-hari lebih sulit dan lebih terjal, contohnya ‘new-Muslimah’ seperti sister Agnieszka dan sister Alex.

Tidak mudah meneguhkan keyakinan diri di tengah kaum kafir yang dilanda ‘Islamofobia’ dan jauh dari komunitas Muslim sehingga tak dapat sering bertemu sebagaimana mesranya kala berkumpul dalam majelis-majelis taklim di tanah air kita. Ditambah perjuangan mengontrol diri di hadapan keluarga besar yang tidak menyukai Islam, maka sungguh indah ayat-Nya yang menjadi motivasi, “Fainna ma’al ‘usri yusro, Inna ma’al ‘usri yusro,” Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan; Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, janji Allah SWT pasti terlaksana.



Saya Yakin Bahwa Tuhan Pasti Ada


Gambar Hasil Karya FateemaKali ini resapilah suasana nurani seorang Fateema, nama hijrah dari saudari kita, Kinga. Ia pun amat bahagia kala menikmati suasana berbuka puasa bersama, Ramadhan 1432 Hijriyah ini. Tanpa segan dan dengan humoris, ia sering bilang, “Izinkan saya jadi Cleaner, nih… Saya mau menyikat kamar mandi (kamar mandi masjid Krakow masih rusak dan sangat kotor, belum direnovasi), saya mau membersihkan WC dan mengepel lantai masjid kita. Asyiknya bersih-bersih, hehehe…” tadinya dia mengirimkan SMS kepadaku berisikan kalimat itu.

Tak tampak lelah dan letih, ia begitu bersemangat menyambut Rabu dan Sabtu sore, hari dimana kami berbuka puasa bersama. Sayangnya dua kali pertemuan kami absen berkumpul, sebab tiba-tiba ada kesalahan potong kabel listrik oleh brother yang sedang membantu renovasi masjid, sehingga keadaan ruang masjid amat gelap dan makin lembab, tidak memungkinkan berkumpul bagi sisters Muslimah.

Terlahir dan dibesarkan oleh orang tua yang Atheis (golongan yang tidak mengakui adanya Tuhan), Fateema tentu memiliki hati yang memberontak, “Mana mungkin tidak ada Tuhan?! Siapa pencipta alam? Siapa pencipta diri kita? Siapa yang mengatur bumi dan seisinya? Siapa yang memberikan kehidupan dan sekaligus mengatur kematian? Dan lain-lain, sebegitu banyak pertanyaan berkecamuk dalam dada ini, rasa marah, kesal karena penasaran membuat saya sering emosional dalam keseharian…” tutur Fateema.

Fateema dan Saya ketika bersiap-siap pulang seusai berbuka puasa bersamaUsianya masih sepuluh tahun lebih muda dariku. Melihat gaya bicara dan ghirahnya bagaikan bercermin pada diri ini, sepuluh tahun lalu ada kesamaan prihal ‘gebrakan hati’, saya bertekad untuk menikah di usia muda. Lalu Allah memberikan jalan terbaik-Nya, dan tercapailah perjumpaan dengan imamku, meskipun banyak kegetiran dan kekhawatiran orang tua pada ‘gebrakan anak muda’ seperti yang kami lalui.

Pernikahan kami semakin solid seiring bertambahnya ilmu dan keimanan pada Allah ta’ala, Alhamdulillah ‘ala kulli hal. Sedangkan ‘gebrakan hati’ seorang Fateema, ia bertekad untuk menemukan jalan Tuhan, pasti Tuhan itu ada, pasti Dia yang mengatur seisi alam ini. Getaran hidayah, begitulah kondisi dalam jiwa tulus yang mendambakan cinta sejati-Nya.

Dari kota tempat tinggalnya, bila perjalanan menggunakan mini-bus ke Krakow, memakan waktu 40 menit. Fateema berkenalan dengan sister Aysha dalam forum tanya jawab Islam baru dua bulan lalu, kemudian ia berkenalan dengan mahasiswa Muslim lain yang ada di Krakow.

Tak ada kalimat yang bisa menggambarkan situasi hatinya ketika ia memantapkan syahadat nan bermakna, “Saya bersaksi tiada Tuhan selain Allah, dan Saya bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah…” sister Fateema melafadzkan kalimat itu di kala ‘group ekskul sekolahnya’ mengadakan liburan ke Mesir. Maka tatkala ia telah menjadi Muslimah, ‘searching’ teman Muslimah lain merupakan hobi barunya.

“Saya sangat tahu keadaan keluargaku ini, sister… mereka doyan mabuk-mabukan. Kalau saudaraku tahu bahwa aku sudah menjadi Muslimah, ia bisa saja membunuhku! Kalaulah Papaku tahu pula, ia bisa membunuhku untuk kedua kalinya!

Bayangkan saja ketika aku memulai ngobrol, ‘Papa, saya tertarik pada sebuah agama, namanya Islam,’ Papa malah langsung ngamuk dan tanpa ba-bi-bu ia berkata, ‘What’s?! Hentikan ketertarikanmu! Itu adalah agama teroris! Saya bunuh kamu kalau jadi Muslim, karena berarti kamu juga teroris!’

Maka saya yakin bahwa saat ini bukanlah momen yang tepat untuk memberitahukan mereka mengenai kemuslimahan saya…” Subhanalloh… sister kita ini mengalami cobaan dahsyat dalam keluarga, benarlah kalimat yang sering kita dengar, bahwa saudara kandung bisa saja menjadi musuh dan terputus hubungan jika berbeda keyakinan.

Sedangkan ikatan persaudaraan dalam keimanan pada-Nya, yaitu tali Ukhuwah Islamiyah merupakan ikatan kencang yang diridhoi-Nya, bahkan kita bisa saling mendo’akan dengan atau tanpa menyebut nama-nama kita, Allah ta’ala menjaga ketulusan ikatan suci ukhuwah ini dan kekuatan do’a kita sangat dahsyat. Sungguh indah wasiat rasul-Nya, Dari Abu Hamzah, Anas bin Malik radhiyallahu anhu, pelayan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, dari Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda: “Tidak beriman seseorang di antara kamu sehingga ia mencintai saudaranya (sesama muslim) seperti ia mencintaidirinya sendiri.”(HR. Bukhari dan Muslim)

Tahun ini adalah tahun keduanya di ‘high-school’ (setingkat SMU kalau di Indonesia), ia masih remaja. Masa ‘back-street’ berpuasa Ramadhan ini pun ia jalani, ia tidak mau orang tuanya curiga, terutama mama yang sangat perhatian pada anak-anaknya. Mama berkata, “Jangan lupa makan yah… makan siangmu tinggal dipanaskan saja di dapur…” maka sebelum Mama pulang bekerja, Fateema sudah ‘menyembunyikan’ makanan itu buat berbuka puasa nanti. Sholatnya pun masih sembunyi-sembunyi, kadang-kadang ia sholat tatkala orang tua pergi bekerja, kadang ketika ia jalan-jalan di mal ‘menumpang masuk ke ruang cuci tangan’ atau menumpang sholat di rumah temannya.

Gambar Hasil Karya FateemaTapi karena orang tua dan keluarganya tidak ‘melek’ Internet, Fateema amat berani menyapa teman-teman Muslim secara online, ia pun sering berbagi cerita kepada teman lain yang ‘masih ragu’ dalam forum tanya jawab dan diskusi keislaman tersebut. Ia tegas meyakini, “Ragu-ragu (untuk berbuat baik) itu berasal dari setan, lho…”

Fateema berpesan, “Saat ini atheisme makin menyebar di Asia, Amerika, dan Eropa. Kalian harus berhati-hati, mereka akan membawa keraguan akan Tuhan pada diri anda dengan mengatakan, ‘Hey…jika kamu ciptaan Allah, maka siapa yang menciptakan Allah-mu?’, atau mereka berujar, ‘Kamu-lah tuhan yang mengatur dirimu dan sekitarnya…’, waspadalah pada kalimat para penyebar Atheisme itu. Kalian amat beruntung menjadi muslimah sejak lama dan tidak merasakan pergolakan batin yang hebat sebagaimana diriku. Dekaplah hidayah Allah ta’ala, jangan biarkan keraguan menghinggapi hatimu…” Fateema biasanya berbicara serius diiringi mimik muka yang humoris.

Fateema sangat tertarik dengan kaligrafi, selain urusan masak-memasak.
Allah ta’ala melimpahkan petunjuk-Nya kepada siapa pun yang Dia kehendaki, semoga kita selalu berada dalam bimbingan-Nya.

Saudara-saudariku, kalian saat ini mungkin tengah menyantap hidangan lezat bersama keluarga tatkala sahur dan berbuka puasa, mungkin sedang berpiknik atau melakukan perjalanan mudik dengan bersuka cita.

Subhanalloh, bersyukurlah atas segala nikmat-Nya. Dan ketahuilah, di belahan bumi-Nya yang lain, ada banyak saudara-saudari kita seperti sister Fateema, melakukan rukun-rukun Islam (setelah bersyahadat) masih dengan sembunyi-sembunyi.

Alasannya adalah ‘batas usia’ dan situasi keluarga, Fateema belum genap 18 tahun di Ramadhan pertamanya kali ini. Jika telah berusia 18 tahun, menurut peraturan pemerintah sini, seseorang boleh menentukan pilihan hidupnya sendiri, termasuk masalah keyakinan (beragama). Kita do’akan bersama, semoga Allah senantiasa memudahkan jalan baginya dalam melewati liku-liku perjuangan untuk tetap istiqomah bernaung cahaya Islam. Aamiin.

Teringat ayat indah-Nya, “…Barangsiapa yang berpegang teguh kepada (agama) Allah, maka sungguh dia diberi petunjuk kepada jalan yang lurus.” (QS. Ali-‘Imran [3] : 101)
Semoga makin istiqomah mendekap rambu-rambu Islam, duhai saudara-saudari pembaca Eramuslim yang (insya Allah) senantiasa diridhoi-Nya. Wallahu’alam bisshowab.
(bidadari_Azzam, @Islamic-Centre, Krakow, malam 28 Ramadhan 1432 H)

Tidak ada komentar: